Diduga Gara-Gara Kuaci Siswa SMA Gonzaga Tak Naik Kelas, Komisioner KPAI Heran Pertanyakan 2 Hal Ini

Komisioner KPAI Retno Listyarti kemudian mengajukan dua pertanyaan kepada pihak SMA Kolese Gonzaga.

Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Siti Nawiroh
YouTube Kompas TV
Retno Listyarti yang hadir sebagai narasumber di acara Sapa Indonesia Malam, membeberkan proses pembagian rapot di sekolah. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Salah satu orangtua murid SMA Kolese Gonzaga, Pejaten Barat, Jakarta Selatan, mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Yustina Supatmi, selaku orangtua murid berinisial BB, menggugat sekolah karena anaknya yang duduk di kelas XI tidak naik kelas.

Dia menggugat secara perdata empat guru yang diduga menyebabkan anaknya tidak naik kelas.

TONTON JUGA

Gugatan tersebut dibenarkan Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Achmad Guntur, ketika dikonfirmasi, Rabu (30/10/2019).

Sementara Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi DKI Jakarta mengatakan murid itu tidak naik kelas bukan hanya karena masalah nilai, melainkan pernah merokok dan makan kuaci di dalam kelas.

"Si siswa ini satu mata pelajaran nggak tuntas, yaitu sejarah. Peminatan nilainya 68. KKM-nya 75. Nah kemudian ternyata jauh sebelumnya memang laporannya ada kasus saat live in program Khatolik di Cilacap, dia kena tegur lah. Antara merokok atau apa gitu. Akhirnya ditegur dan dipulangkan kalau nggak salah," kata Kepala Seksi Peserta Didik dan Pengembangan Karakter Peserta Didik Disdik DKI Jakarta Taga Radja Gah dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com.

Komisioner KPAI Retno Listyarti kemudian mengajukan dua pertanyaan kepada pihak sekolah.

Mulanya Retno Listyarti yang hadir sebagai narasumber di acara Sapa Indonesia Malam, membeberkan proses pembagian rapot di sekolah.

Bertamu ke Rumah Prabowo Subianto Bersama Kedua Putranya, Hotman Paris: Ngobrol Selama 2 Jam

TONTON JUGA

Ia mengatakan jauh sebelum rapot dibagikan, guru-guru biasanya rapat membicarakan murid yang kemungkinan tak naik kelas.

"Ketika anak mau terima rapot, kami biasanya rapat kemungkinan anak-anak yang tinggal kelas," ucap Retno Listyarti dikutip TribunJakarta.com dari YouTube Kompas, pada Kamis (7/11/2019).

"Rapatnya jauh-jauh hari tiga bulan sebelum pembagian rapot misalnya,"

"Itu untuk mendektisi tadi mana yang nilainya kurang, terus orangtua diajak," tambahnya.

Sebut William PSI Beberkan Informasi Sesat Soal Anggaran, Taufiqurrahman Temui Keanehan: Saya Curiga

Retno Listyarti menjelaskan rapat tersebut juga melibatkan orangtua murid, agar mereka dapat mendorong sang anak belajar lebih giat.

"Lalu didorong orangtua untuk ikut membantu," kata Retno Listyarti.

"Nahh kerjasama itu biasanya akan menimbulkan semangat," tambahnya.

Retno Listyarti mengaku tak tahu apakah SMA Kolese Gonzaga melakukan hal tersebut.

Ia mengkhawatirkan sekolah ternama itu tiba-tiba langsung mengumumkan BB tak naik kelas.

Lantang Sebut Anies Baswedan Gubernur Amatiran & Alergi Transparansi, William Aditya: Saya Ultimatum

"Saya tidak tahu apa sekolah tidak melakukan ini, sehingga tidak dadakan rapotnya tahu-tahu enggak naik kelas," kata Retno Listyarti.

"Kemudian tahu-tahu nilai C menurut yang diinformasikan anak itu pernah merokok dan makan kuaci di dalam kelas," imbuhnya.

Retno Listyarti kemudian mengajukan dua pertanyaan kepada SMA Kolese Gonzaga.

"Apakah tidak bisa dilakukan pembinaan? apakah patut dinyatakan tidak naik kelas?" ucapnya.

Tahu Ketakutan Pemakai Cadar Terkait Usulan Menag, Sudjiwo Tedjo Buat Niqab Squad Bertepuk Tangan

SIMAK VIDEONYA:

Pengacara Gonzaga: Sekolah Bisa Memutuskan Murid Tidak Naik Kelas

Susanto Utama, kuasa hukum orangtua murid yang anaknya tinggal kelas di SMA Kolese Gonzaga, Jakarta Selatan, mengkritik keputusan sekolah.

Menurut dia, sekolah tidak bisa memutuskan BB tinggal kelas.

Pasalnya, BB hanya kurang nilai di satu mata pelajaran, yakni Sejarah.

BB diketahui mendapatkan nilai 68 atau di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yakni 75.

Merujuk pada PP Kemendikbud nomor 53 tahun 2015, menurut dia, siswa tidak naik kelas jika tiga mata pelajarannya di bawah KKM.

"Kalau sesuai Permendikbud itu kan si anak mendapat minimal tiga nilai merah. Sedangkan BB ini cuma satu merahnya. Untuk pelajaran sejarah itu juga tidak ada remedialnya," kata Susanto ketika ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019).

Namun, hal berbeda dikatakan pihak SMA Kolese Gonzaga yang diwakili kuasa hukum Edi Danggur.

Menurut dia, pihak keluarga siswa salah tafsir terkait pasal tersebut.

Dedi mengatakan, sekolah punya kebebasan untuk memutuskan siswa tidak naik kelas berdasarkan keputusan internal sekolah.

"Sekolah boleh menentukan dong, satu saja yang tidak tuntas, orang itu bisa tidak naik kelas," kata dia.

"Minimal tiga mata pelajaran di bawah KKM bisa naik kelas. Berarti apa? Orang tidur-tiduran saja gitu, enggak usah sekolah, otomatis naik," tambah dia.

Adapun isi Pasal 10 PP Kemendikbud nomor 53 tahun 2015, yakni:

(1) Hasil belajar yang diperoleh dari penilaian oleh pendidik digunakan untuk menentukan kenaikan kelas peserta didik.

(2) Peserta didik dinyatakan tidak naik kelas apabila hasil belajar dari paling sedikit 3 (tiga) mata pelajaran pada kompetensi pengetahuan, keterampilan belum tuntas dan/atau sikap belum baik.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) tidak berlaku bagi peserta didik SDLB/SMPLB/SMALB/SMKLB. Yustina Supatmi, selaku orangtua BB, menggugat SMA Kolese Gonzaga ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena anaknya yang duduk di kelas XI tidak naik kelas.

Dia menggugat secara perdata empat guru yang diduga menyebabkan anaknya tidak naik kelas. (TribunJakarta.com/ Kompas.com)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved