Kisah Didi (65), Penjual Kincir Angin yang Sukar Komunikasi di Pasar Minggu, Ini Pengakuan Adik
Hingga menginjak usia 65 tahun, Didi mengalami kesulitan komunikasi dan lebih banyak berbicara terhadap orang-orang yang dikenalnya.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR MINGGU - Di balik kekurangannya, Supardi (65) tetap ingin berusaha tanpa mengemis.
Didi, sapaannya merupakan warga Pasar Minggu yang tinggal di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.
Sejak dulu Didi tinggal di kawasan tersebut bersama adik perempuannya yang bernama Asih (47).
Saat duduk dibangku kelas 1 Sekolah Dasar (SD), Didi mengalami panas tinggi dan hal tersebut berdampak pada cara berkomunikasinya.
Hingga menginjak usia 65 tahun, Didi mengalami kesulitan komunikasi dan lebih banyak berbicara terhadap orang-orang yang dikenalnya.
"Kecil enggak begitu. Pas habis panas itu aja langsung begitu. Tapi kalau sama saudaranya ngobrol. Nah kalau sama orang baru memang takut buat ngomong," kata Asih di Pasar Minggu, Senin (18/11/2019).
Namun, sejak setahun belakangan Asih menuturkan jika abangnya itu mulai membuat mainan kincir angin dari barang-barang bekas.
"Ada ya setahunan bikin seperti itu. Dia cari sendiri aja mulai dari botol bekas, bambu dan yang lainnya. Saya tahunya pas sudah jadi aja. Ketika ditanya dia bilang mau di jual," sambungnya.
Setiap harinya, Didi selalu membuat kincir angin tersebut menggunakan bahan seadanya di teras depan rumahnya, sama seperti hari ini.
Saat ditemui, Didi sedang berjongkok sembari memegang dua buah bambu dan kaleng.
Meskipun sulit berkomunikasi, Didi masih mau menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan.
Ia mengatakan keahlian membuat kincir angin ini secara otodidak dan tak ada yang mengajari.
Bermodalkan melihat orang lain membuat hal yang sama, Didi mempraktekan dan mencobanya sendiri.
Selanjutnya, untuk harga mainan kincir anginnya ini ia jual dengan harga Rp 5 ribu.