Keliling Dagang Bale Bambu dari Cibinong hingga Bekasi, Rahmat: Lelahnya Keganti Sama Senyum Anak

Keuntungan ratusan ribu jadi alasan Rahmat (45) betah jadi penjual bale bambu. Jalan kaki dari Cibinong hingga Bekasi. Baru pulang jika laku.

Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina
Rahmat, penjual bale bambu dari Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (6/12/2019) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, PONDOK MELATI - Keuntungan ratusan ribu jadi alasan Rahmat (45) betah jadi penjual bale bambu.

Keringat mengucur begitu saja, terlihat jelas di wajah bapak 3 anak ini.

Wajahnya terlihat lelah karena menopang kursi bambu atau biasa disebut bale bambu dengan berat yang terbilang lumayan.

Rahmat, penjual bale bambu dari Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (6/12/2019)
Rahmat, penjual bale bambu dari Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (6/12/2019) (Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina)

Belum lagi ia harus melewati jalanan yang kadang naik dan turun.

"Berat," ucapnya sambil meregangkan otot-ototnya begitu meletakan bale bambu.

Diceritakan Rahmat, sejak usianya genap 16 tahun, ia sudah menjadi penjual bale bambu keliling.

Selepas salat subuh, ia sudah bergegas dari rumahnya di Cibinong, Bogor, Jawa Barat untuk berkeliling.

Tanpa menentukan tujuan harus kemana, Rahmat selalu melangkahkan kakinya sejauh mungkin sampai bale bambu laku terjual.

"Ini dari Cibinong. Saya keliling kemana aja. Yang penting bale yang saya bawa laku terjual buat kebutuhan anak dan istri di rumah," katanya di Bekasi, Jumat (6/12/2019).

Untuk itu, kepulangan Rahmat tak pernah menentu setiap harinya.

Kadang ia bisa pulang siang hari bahkan tengah malam, dan menghabiskan waktunya untuk berjualan bale.

Tanpa membawa handphone dan berbekal Kartu Tanda Penduduk (KTP), Rahmat biasanya berkeliling sekitaran Cibinong, Bekasi dan Jakarta.

"Saya enggak ada HP buat hubungi mereka, jadi mereka mengerti kondisi saya. Yang penting buat keluarga, saya pulang ke rumah dengan selamat," sambungnya.

Rahmat, penjual bale bambu dari Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (6/12/2019)
Rahmat, penjual bale bambu dari Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (6/12/2019) (Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina)

Puluhan kilo ia lalui tanpa mengeluh sedikit pun pada keluarganya.

Meskipun lelah seharian menopang beban berat di pundaknya, Rahmat memilih untuk memendam itu semua.

"Kalau saya pulang anak tuh senang. Ya mungkin mereka juga khawatir kalau saya kerja begini kan jauh bisa sampai mana aja selakunya bale. Lelahnya keganti sama senyum mereka di rumah lah," ungkapnya.

Baginya, waktu bersama keluarga lebih berharga dari apapun.

Sehingga begitu melangkahkan kakinya, ia selalu berdoa agar balenya lekas laku.

"Saya selalu berdoa supaya balenya cepat laku. Bukan karena beratnya ini bale jadi kepengin cepat laku. Tapi lebih ke waktu buat keluarga aja," jelasnya.

Untuk satu balenya, ia hargai berkisar Rp 400 ribu-450 ribu dari harga asli sekitar Rp 200 ribu.

"Ya jadi kalau ada yang berhentiin saya buat beli dia nawar Rp 400 ribu saya lepas. Karena kan saya beli dari sananya (Cibinong) murah cuma Rp 200 ribu. Tapi kan harga segitu perhitungkan jarak sama biaya transport dan uang makan juga," jelasnya.

Sistem Setor

Diakui Rahmat keuntungan ratusan ribu pasti didapatnya dari berjualan bale.

Akan tetapi, keuntungan tersebut sebenernya tak seperti yang dipikirkan ketika berbicara untung bersih.

Rahmat menjelaskan, untuk satu kali perjalanan ia membutuhkan transport sekitar Rp 40 ribu dan biaya makan Rp 20 ribu.

Sehingga keuntungan bersihnya hanya sekitar Rp 140 ribu.

"Tapi saya tetap alhamdulillah. Angka segitu lumayanlah buat saya dan keluarga. Lelahnya saya kan terbayar sama kebahagiaan mereka," katanya.

Selain keuntungan, alasan lain Rahmat bertahan terletak pada sistem setor.

Sistem ini dirasanya meringkan beban untuk keluarganya.

"Saya masih betah karena pakai sistem setor. Jadi saya ambil barangnya dulu baru bayar. Enggak ada modal pun saya tetap jalan dan enggak pusing lagi mikirin," katanya.

Oleh sebab itu, sistem seperti ini memacunya untuk semangat bekerja.

Terkecuali sakit, Rahmat selalu bekerja keliling menjajakan bale dari satu rumah ke rumah lain.

Pilih Kursi Bale Bambu Besar

Sejak 29 tahun lalu, Rahmat memang gigih perihal bekerja.

Bila kondisi badannya sehat, ia akan berjualan bale keliling selepas subuh dan pulang ke rumah ketika balenya sudah terjual.

Oleh sebab itu, Rahmat selalu membawa satu bale berukuran besar sejak dulu.

"Dari dulu bawa bale begini. Jadi kan kalau begini untungnya lumayan dan hanya perlu bawa satu saja," jelasnya.

Dijebol Warga, Beton Pembatas di U-turn Jalan Satrio Belum Diperbaiki

Pria Diduga Bunuh Diri di Underpass Senen, Jasad Dibawa ke RSCM

Dalam satu hari, diakui Rahmat balenya pasti laku terjual meskipun tak menentu waktunya.

"Kalau jualan bale modalnya sabar. Asal mau jalan keliling pasti laku kok. Jadi saya pilih bawa satu sebesar ini dari dulu yang penting laku. Kalau pagi sampai sore belum laku, insyaAllah malam harinya laku kalau kita mau keliling," tandasnya

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved