Didoktrin Ibu untuk Cari Uang dengan Mengemis, Bocah di Makassar Alami Kondisi Psikologis Memilukan

SR (9) bocah asal Makassar yang dipaksa M (36), ibu kandungnya untuk mengemis mengalami kondisi psikologis yang memprihatinkan.

Penulis: Muji Lestari | Editor: Rr Dewi Kartika H
Tangkapan Layar Kompas.com
M (36) saat diperiksa penyidik PPA Polsek Panakkukang terkait dugaan eksploitasi dan kekerasan yang dilakukan terhadap anaknya, SR (9) di Polsek Panakkukang, Makassar, Selasa (3/12/2019).(KOMPAS.com/HIMAWAN) 

TRIBUNJAKARTA.COM - SR (9) bocah asal Makassar yang dipaksa M (36), ibu kandungnya untuk mengemis mengalami kondisi psikologis yang memprihatinkan.

Hingga saat ini, SR masih terus mendapatkan pendampingan di Rumah Aman Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Makassar untuk pemulihan fisik dan mentalnya.

Psikolog pendamping SR, Haeriyah mengatakan, SR kini sudah mulai terbuka perihal kejadian yang menimpanya selama dua tahun terakhir.

Menurutnya, SR sempat tertutup kepada siapapun karena tekanan dari ibunya.

Haeriyah mengatakan, tekanan tersebut berupa doktrin agar anaknya mau bekerja karena menganggap usia anaknya sudah matang untuk menghasilkan uang.

Pengakuan Ayah Todong 2 Balita Pakai Pisau, Dapat Bisikan Gaib: Minta Bantuan Malaikat Melalui Anak

Dilansir TribunJakarta dari Kompas.com, SR selama ini hidup di bawah tekanan.

Kepada SR, setiap hati M menargetkan anaknya harus membawa pulang uang minimal Rp 50 ribu.

"Dia harus hasilkan uang minimal Rp 50 ribu sehari. Bila dia tidak dapat itu, dia akan dipukul," kata Haeriyah, Senin (9/12/2019).

Haeriyah menyebut per hari, SR mendapatkan makanan sebanyak dua kali sehari.

Jam kerjanya pun dimulai dari pukul 7 pagi hingga pukul 10 malam.

Usai makan pukul 10 malam, SR baru bisa tertidur.

Heboh Isu Pejabat Terlibat Asmara Terlarang dengan Wanita Cantik, Hotman Paris: Bisa Bunuh Kariermu!

Doktrin Ibu Pengaruhi Kondisi Psikologis SR

Kondisi SR yang hidup di bawah tekanan ini, menurut Haeriyah, berdampak pada kondisi psikologis SR yang sewaktu dibawa ke rumah aman sangat tertutup.

"Bisa kita bayangkan bagaimana jadinya kalau setiap hari hanya disuruh untuk kerja dan kerja. Tidak ada waktu bermain, belajar dan bersosialisasi," tuturnya.

"Dia berusaha menjaga kestabilan emosinya supaya bisa tetap tahan banting.Dalam bahasa psikologinya, ekspresi emosinya itu dia buang jauh-jauh. Makanya dia tidak pernah mengeluh, dia tidak pernah senyum, dia berusaha menerima semuanya," Haeriyah menambahkan.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved