Sisi Lain Metropolitan
Kisah Inih, Penjual Opak di Condet: Sempat Miliki Pabrik dan Kenalkan Kue Sarang Burung Pertama
Sempat miliki pabrik kue, Inih (70) jalani masa tua dengan berjualan opak di depan Evi Parfum, Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Suharno
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, KRAMAT JATI - Sempat miliki pabrik kue, Inih (70) jalani masa tua dengan berjualan opak di depan Evi Parfum, Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Di usianya yang senja, ingatan Inih tentang masa mudanya masih sangat jelas.
Pendengaran yang menurun akibat faktor usia tak mempengaruhi daya ingatnya sama sekali.
Raut wajah ceria dan serius, Inih mulai menceritakan kehidupannya sewaktu muda hingga ke-4 anaknya sudah menikah dan ia memiliki cucu.
Dijelaskannya, Inih sudah merantau ke Jakarta sejak tahun 1960-an.
Kehidupan di Cirebon yang serba pas-pas dan bekerja sebagai penjual kue yang dibuat oleh orang tuanya tak lagi ia lanjutkan usai menikah dengan almarhum suaminya, Sarim.
"Sampai di Jakarta saya jualan bareng kakak di Tanah Abang. Saat itu yang saya jual ialah beraneka ragam kue kering," katanya saat ditemui di Kampung Kramat RT 5/15, Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (7/1/2020).
Sembari mengumpulkan uang untuk modal, akhirnya Inih berjualan kue kering selama bertahun-tahun.
Selanjutnya, di tahun 1968, Inih dan sang suami memberanikan diri membuka usaha sendiri.
"Kalau di daerah saya namanya Kremes. Tapi di sini bilangnya kue sarang burung. Dari ubi yang diparut halus, saya jualan itu. Dulu harga perkilo ubinya masih Rp 25," sambungnya.
Menurut satu diantara anak Inih yang bernama Ahmad Yani, saat itu usaha ibunya tak memiliki saingan.
Sampai akhirnya pemasaran kue sarang burung mencapai era kejayaannya di tahun 1970.
"Awalnya usaha rumahan, tapi akhirnya jadi pabrik dan miliki belasan karyawan," jelas lelaki yang akrab disapa Yani.
"Ibu saya yang pertama kali kenalkan kue sarang burung di kawasan Kramat Jati. Makanya miliki banyak pelanggan saat itu," ujarnya.
"Dulu tuh penghasilan Rp 2 ribu perhari besar banget. Nah sekira segitu penghasilan orang tua saya saat itu," tambahnya.
Lambat laun, banyak saudara dan kerabat yang belajar membuat kue sarang burung seperti Inih.
Akhirnya tepat di tahun 1978, usaha yang dirintis Inih dari nol ini bangkrut akibat persaingan dagang yang tinggi.
"Istilahnya ada yang jatuhin harga jual. Akhirnya 2 rumah yang dibeli oleh ibu selama punya pabrik di kontrakin dan kita semua balik ke kampung," ungkap Yani.
Selama 1978-1990, Inih beserta keluarganya menjalani hidup dengan berjualan kue kering serta serabi.
Keahlian Inih yang pandai membuat kue selalu menjadi berkah bagi keluarganya.
Melalui jemarinya, keluarganya bisa bertahan hidup dari hasil kue-kue buatannya.
Kembali ke Jakarta
Selama 12 tahun di Cirebon, keadaan ekonomi keluarga Inih mulai stabil.
Akhirnya di tahun 1991, Inih beserta keluarganya kembali lagi ke Jakarta dan mencoba peruntungan dengan menjual berbagai macam kue kering.
"Saya mulai jualan lagi. Di awali kue sarang burung tadi. Baru jualan yang lainnya," kata Inih.
Meski tak mengingat penghasilannya kala itu, Inih mengatakan pendapatannya kala itu cukup lumayan dan dapat menyekolahkan anak-anaknya.
Sampai puncak kegagalannya kembali terjadi ketika tahun 1998.
"Pas krismon itu harga-harga mulai melambung. Akhirnya usaha saya kembali bangkrut lagi," lanjutnya.
Dua kali diterpa kegagalan yang menyakitkan, Inih mengatakan tetap gigih dan tak ingin menyerah hingga saat ini.
Selepas krismon, Inih bersama sang suami keliling berjualan kue kering dengan sepeda ontel miliknya.
Namun, tepat 3 tahun lalu, Inih tak lagi berkeliling menaiki sepeda ontel.
Sarim yang meninggal akibat angin duduk membuat Inih harus melanjutkan hidup sendiri.
Kendati demikian, Inih tak ingin mengandalkan uang dari anak-anaknya.
Meskipun kerap di larang, akhirnya Inih berjualan opak, makaroni dan emping yang dibungkusnya seharga Rp 10 ribu di depan Evi Parfum.
"Biar sudah tua, saya enggak mau ngandelin anak. Biar suami enggak ada, saya juga pengin punya uang sendiri," kata Inih
Alhamdulillah pemilik toko parfum, Ismail itu kasih saya tempat buat jualan. Jadi sampai sekarang saya jualan di situ," tandasnya.