Tak Pimpin Paripurna DPR, Puan Maharani Hadiri Pertemuan Parlemen Asia Pasifik di Canberra

Puan tengah menghadiri pertemuan tahunan ke-28 Parlemen Asia Pasifik (APPF) Canberra, Australia.

Editor: Wahyu Aji
ISTIMEWA
Ketua DPR RI Puan Maharani 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna rapat paripurna ke-7 masa persidangan II Tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/1/2020).

Rapat paripurna ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan dihadiri oleh Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin, Rachmat Gobel dan Muhaimin Iskandar.

Namun, Ketua DPR RI Puan Maharani tak menghadiri dalam rapat tersebut.

Lantas, apa penyebab Puan tak menghadiri rapat paripurna?

Berdasarkan siaran pers yang diterima Kompas.com, Puan tengah menghadiri pertemuan tahunan ke-28 Parlemen Asia Pasifik (APPF) Canberra, Australia.

Pertemuan tahunan itu berlangsung sejak 12 hingga 16 Januari 2020 dengan mengangkat tema kesetaraan gender.

Dalam pidatonya, Puan mengatakan, kesenjangan gender perempuan dan laki-laki masih terlihat di wilayah Asia Pasifik.

Puan menyatakan, perempuan masih menghadapi berbagai kendala di kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik.

"Kami masih melihat adanya kesenjangan gender dalam hal pendapatan, keterampilan, pekerjaan, dan akses. Oleh karena itulah, maka masih diperlukan berbagai upaya edukasi, sosialisasi, advokasi, dan fasilitasi dalam rangka memperkuat peran perempuan," kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/1/2020). 

Puan mengatakan, pentingnya reformasi struktural untuk mempromosikan kesetaraan gender. Sebab, banyak hambatan bagi partisipasi perempuan dalam legislasi, peraturan maupun kebijakan.

"Oleh karena itu, kita perlu membongkar atau mengubah struktur kekuatan ekonomi, politik, dan sosial yang menghalangi perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka dan kualitas hidup yang lebih tinggi," ujarnya.

Menurut Puan, untuk melakukan reformasi struktural menuju kesetaraan gender, maka keterwakilan perempuan dalam badan legislatif menjadi sangat penting.

Dirinya mengatakan, hal ini bukan untuk menyeimbangi jumlah laki-laki dan perempuan di parlemen, tetapi untuk mendorong isu-isu yang relevan bagi perempuan diperhatikan parlemen.

"Isu-isu seperti pengetasan kemiskinan, kesenjangan pendidikan, kesehatan, dan akses perekonomian. Karena itu, dibutuhkan langkah-langkah khusus untuk memajukan akses perempuan ke politik," ucapnya.

Lebih lanjut, Puan mengatakan, dalam kancah perpolitikan Indonesia, DPR RI memberikan perhatian terhadap isu-isu perempuan.

Hal ini ditunjukkan dengan dibuatnya Undang-undang seperti, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN), Undang-Undang Partai Politik, Undang-Undang Pemilihan Umum, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Perkawinan, dan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran.

"UU itu merupakan regulasi yang menjamin peran perempuan untuk berkiprah dalam politik, jabatan publik, serta Undang-Undang yang melindungi perempuan," ujarnya.

Jadikan sejarah Ibu Kota Australia referensi bahas RUU Ibu Kota Negara

Seperti tertulis dalam akun Instagram pribadinya @puanmaharaniri, ketua DPR Puan Maharani menyatakan National Capitol Exhibition bisa menjadi referensi bagaimana membangun sebuah ibu kota negara.

“Paparan National Capital Exhibition menunjukkan bahwa perjalanan menjadikan serta mengembangkan Canberra sebagai ibu kota Australia, adalah perjalanan panjang yang terus menerus dilakukan hingga sekarang," ujarnya.

Ketua DPR-RI Puan Maharani sangat serius menyimak penjelasan petugas Capitol Exhibition tentang proses pendirian ibu kota Australia yang digagas sejak tahun 1902.

Meski demikian, baru pada tahun 1909 dilakukan survei awal di daerah Yass-Canberra yang sekarang menjadi Kota Canberra.

Nama ‘Canberra’ sendiri baru diresmikan sebagai nama ibu kota baru pada tahun 1913.

“Dari sini terlihat bahwa merancang ibu kota harus kuat dan jelas dasar pemikirannya. Bahwa lokasi tiap bangunan utama itu ada maknanya dan saling terhubung antara satu dengan yang lain. Seperti yang Bung Karno lakukan saat mencentuskan pembangunan Monas dan Gedung DPR. Itu semua ada maknanya, ada semangat yang mendasari pembangunannya, serta menjadi sebuah simbol harapan," ujarnya.

Menurut Puan, sejarah pembentukan Canberra sebagai ibukota Australia menambah informasi dan referensi untuk DPR saat membahas RUU Ibu Kota Negara.

“Sekarang tentu kita perlu lihat apa saja yang harus diperhatikan jika kita ingin bersama-sama menjadikan Ibu Kota Negara yang baru nanti sebagai salah satu simbol kemajuan Indonesia dan juga semakin menguatkan reputasi kita di mata dunia," ujarnya. (KOMPAS.com)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved