Sisi Lain Metropolitan

Jari Tangannya Habis Terbakar, Dedi Jual Ikan Keliling: Hidup Sebatangkara hingga Sering Tahan Lapar

Terhitung sudah lebih dari 30 tahun lamanya, ia mengadu nasib hingga ke pinggir Ibu Kota usai jari-jari di tangannya terbakar.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Dedi, penjual ikan sejak puluhan tahun usai kedua tangannya terbakar saat ditemui di Jalan Raya Cilangkap Baru, Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (13/2/2020). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, CIPAYUNG - Usai kebakaran, Rohadi Dedi (79) lanjutkan hidup menjadi penjual ikan keliling.

Dedi, sapaannya merupakan warga Kampung Raden, Jatisampurna, Bekasi.

Terhitung sudah lebih dari 30 tahun lamanya, ia mengadu nasib hingga ke pinggir Ibu Kota usai jari-jari tangannya terbakar.

Diceritakannya, kehidupan Dedi dulunya terbilang enak.

Ia memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap.

Meskipun gaji perbulan yang diterimanya tak seberapa, ia selalu membanggakan pekerjaannya kala itu.

"Saya pernah jadi Pasukan Gerak Tjepat Angkatan Udara (PGT). Kemudian saya keluar dan menjadi penjaga pintu air," katanya kepada TribunJakarta.com, Kamis (13/2/2020).

Dedi, penjual ikan sejak puluhan tahun usai kedua tangannya terbakar saat ditemui di Jalan Raya Cilangkap Baru, Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (13/2/2020)

 
Dedi, penjual ikan sejak puluhan tahun usai kedua tangannya terbakar saat ditemui di Jalan Raya Cilangkap Baru, Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (13/2/2020)   (TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA)

Namun, tepat di tahun 1986, ia terpaksa berhenti dari semua pekerjaannya.

Istrinya, Nama yang kala itu sedang ngidam anak pertamanya, tiba-tiba saja ingin makan lindung.

"Waktu itu saya juga sempat punya warung sate. Kan itu tutup pukul 23.00 WIB. Di situ istri saya ngidam mau makan lindung. Maunya saya yang cari sendiri. Namanya kemauan anak yang di perut ya saya turutin aja," sambungnya.

Bersama seorang rekannya, ia pergi mencari lindung.

"Bu, saya pinjam petromax untuk cari lindung. Nama ngidam," ujarnya ke mertua kala itu.

"Enggak ada. Adanya tiner. Kamu pakai obor aja," kata mertuanya.

"Pokoknya tiner di tangan saya itu saya jadikan obor gitu. Habis situ tiba-tiba api menyambar tangan saya yang masih memegang kalengan tiner," katanya.

Dengan api yang masih membumbung dan tangan yang melepuh, Dedi berlari ke arah air dan mencelupkan tangannya ke air.

"Panik waktu itu. Padahal kalau saya celupkan tangan ke lumpur bisa jadi obat. Cuma apa boleh buat saya keburu panik," ungkapnya.

Sambil meringis menahan sakit, ia berjalan pulang ke rumah dan segera berobat alternatif di daerah Banten.

"Dari dulu saya enggak pernah ke dokter. Makanya pas tangan saya kebakar saya langsung ke Banten ke pengobatan tradisional dengan uang boleh dikasih pak RT," katanya.

"Pak RT saya pinjem duit (uang) dong Rp 5 ribu untuk ke Banten," ucap Dedi.

"Buat apa?"

"Ini buat ngobatin tangan saya," balasnya sambil mengulurkan kedua tangannya.

"Ya Allah ini enggak usah pinjam, saya kasih aja," sahut Pak RT.

"Alhamdulillah diobatin di sana 3 hari sembuh. Pada ngelupas luka bakarnya. Tapi jari saya ini sudah enggak ada dan seperti ini kondisinya," katanya.

Masih memiliki istri yang sedang hamil dan 2 anak tiri, akhirnya Dedi pantang menyerah dan memilih menjual ikan di kawasan Bekasi.

Ikan tersebut diambilnya dari orang dan ia hanya mengambil keuntungan maksimal Rp 5 ribu.

"Akhirnya tetap bertahan pas kerja begini meskipun sekarang istri dan anak kandung saya sudah meninggal di tahun 1996. Sementara anak tiri saya sudah entah kemana," katanya.

Dalam satu harinya, penghasilan bersih yang di dapat oleh Dedi berkisar Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu.

Sebab, sejak 4 tahun lalu ia sudah tak lagi berkeliling karena kesulitan berjalan akibat faktor usia.

Selepas subuh, Didi selalu mangkal berjualan di Jalan Cilangkap Baru, Munjul, Cipayung, Jakarta Timur.

"Kalau sekarang yang penting cukup buat makan sama bayar kontrakan aja. Alhamdulillah cukup," katanya.

Sering tahan lapar

Dedi, penjual ikan sejak puluhan tahun usai kedua tangabbta terbakar saat ditemui di Jalan Raya Cilangkap Baru, Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (13/2/2020)

 
Dedi, penjual ikan sejak puluhan tahun usai kedua tangabbta terbakar saat ditemui di Jalan Raya Cilangkap Baru, Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (13/2/2020)   (TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA)

Hidup sebatang kara tanpa sanak saudara, membuat Dedi kerap merasa kesulitan.

Mulai dari makan saja, Dedi merasa sangat kesulitan. Jari tangan yang habis terbakar di tahun 1986 membuatnya tak bisa menggenggam apapun.

"Saya sudah jarang makan nasi. Saya enggak bisa pegang sendok. Pegang sendok sangan susah buat saya. Jadi paling saya makan singkong aja. Saya cuma bisa lakukan kegiatan yang bisa pakai tangan dua," katanya.

Akhirnya, bila tak ada orang yang bisa dimintai tolong, Didi akan menahan lapar.

Seperti saat ditemui, Dedi sama sekali belum makan sejak subuh.

Ia menahan lapar hingga sore hari.

Sebab, jualannya hari ini terasa sangat sepi.

Dikatakannya, sedari pagi hanya beberapa orang saja yang membeli ikannya.

Beberapa orang yang singgah tak ada yang bisa dimintai tolong untuk membeli makan ataupun minum.

"Selama ini saya kalau lagi jualan minta tolong pembeli ikan. Saya minta belikan minum sama singkong di sana. Tapi dari tadi enggak ada yang bisa dimintai tolong. Jadi saya menunggu yang jemput aja, nanti berenti di jalan. Soalnya saya belum makan dari tadi pagi mangkal di sini," katanya.

Saat ini, setiap harinya, Dedi berangkat diantar oleh pemilik ikan yang bernama Sumarni dari Kampung Raden ke Munjul.

"Saya sebenarnya juga ngambil lagi dari orang. Jadi saya ambil untung sedikit aja. Saya cuma niat bantu bapak aja. Jadi tiap pagi selepas subuh saya jalan dari rumah di Margonda ke Kampung Raden. Saya sapuin tempat mangkalnya bapak dan ambil sepeda yang dititipin di sekitar sini buat jualan ikan," katanya.

"Jadi kalau untung ke saya tipis ya karena kan untuk bensin motor. Tapi saya ikhlas begini. Makanya kalau bapak belum makan saya berhenti dulu beli singkong atau apapun yang bisa bapak makan," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved