Mahasiswa Gunadarma Demo Kampus

Duduk Perkara Ribuan Mahasiswa Gunadarma Aksi di Kampusnya, Endingnya Batal Terapkan Kebijakan Baru

Mereka menuntut pihak kampus membenahi sistem perkuliahan, termasuk sistem administrasi, fasilitas kampus, hingga pembayaran kuliah.

Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TribunJakarta.com/Dwi Putra Kesuma
Ribuan mahasiswa Universitas Gunadarma menggelar aksi demo di kampusnya, Beji, Kota Depok, Senin (9/2/2020). 

TRIBUNJAKARTA.COM, DEPOK - Ribuan mahasiswa Universitas Gunadarma dari 5 cabang berkumpul untuk mendemon rektorat di Kampus D Gunadarma, Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, Senin (9/3/2020).

Mereka menuntut pihak kampus membenahi sistem perkuliahan, termasuk sistem administrasi, fasilitas kampus, hingga pembayaran kuliah.

Dilansir dari Kompas.com, aksi dimulai dengan long march mahasiswa Gunadarma dari Kampus E, di Jalan Komjen Jasin/Raya Kelapa Dua ke titik aksi di Kampus D, Jalan Margonda Raya.

Ratusan mahasiswa rata-rata mengenakan jaket almamater dan menguasai nyaris seluruh badan jalan.

Para mahasiswa tampak membentangkan aneka spanduk protes, seperti "Sistemku Tak Sebagus Gedungku", "Ada yang Berantakan Tapi Bukan Kamarku Melainkan Kampusku", "Jangan Digulung karena Kami sedang Minta Tulung".

Usai mencapai Kampus D sambil tak lelah menyerukan yel-yel perlawanan, mereka telah disambut ratusan mahasiswa lain di halaman kampus.

"Turun! Turun! Turun!" mahasiswa di bawah mengajak aksi rekan-rekannya yang masih berdiam di lantai atas.

Tak berselang lama, jumlah mereka kian gemuk.

Tambahan ratusan mahasiswa dari kampus Gunadarma region Karawaci tiba di Kampus D sekitar pukul 13.30 WIB.

Mereka sama-sama membawa spanduk berisi protes, mengenakan jaket almamater, dan meneriakkan yel-yel unjuk rasa.

"Mahasiswa bersatu, tak bisa dikalahkan!" seru mereka berulang-ulang. "Ada sekitar 300 mahasiswa dari region Karawaci," ujar seorang pengunjuk rasa.

"Nanti semua datang. Dari Salemba, dari Kalimalang juga. Masih pada otw (on the way, dalam perjalanan) semua," kata yang lain.

Setibanya di Kampus D, mereka langsung bergabung di dalam kerumunan pengunjuk rasa di plaza depan Gedung Rektorat Universitas Gunadarma.

Ruang yang semakin padat tak jadi alasan mereka mengurangi gelombang pengunjuk rasa.

"Kalau enggak muat ya kita dudukin saja rektoratnya," ucap mahasiswa.

Setelahnya, gelombang pengunjuk rasa datang terus.

Mahasiswa-mahasiswi dari Universitas Gunadarma region Kalimalang hingga Salemba menginjakkan kakinya di titik aksi.

Protes sistem pembayaran "pecah blanko" baru

Deretan spanduk berisi tulisan kekecewaan mahasiswa Gunadarma di Kampus Depok, Beji, Senin (9/3/2020).
Deretan spanduk berisi tulisan kekecewaan mahasiswa Gunadarma di Kampus Depok, Beji, Senin (9/3/2020). (TribunJakarta.com/Dwi Putra Kesuma)

Satu tuntutan yang paling krusial ialah menyangkut sistem pembayaran cicilan "pecah blanko" yang baru.

Mulanya, cicilan ini diciptakan guna mempermudah mahasiswa Gunadarma yang kesulitan membayar uang kuliah per semester secara kontan.

"Pecah blanko pada awalnya menggunakan rasio 50:50, yang berarti mahasiswa membayar 50 persen dari total biaya SPP dan menjadikan sisanya sebagai tunggakan yang harus dibayarkan," tulis Aliansi Mahasiswa Gunadarma melalui lembar pernyataan sikapnya.

Sistem ini punya konsekuensi administratif bagi mahasiswa yang gagal memenuhi kewajiban bayaran itu.

“Jika anda sudah membayar CICIL 1 dan tidak segera ambil KRS maka anda akan dicutikan (segera urus surat cuti di BAAK). Jika Anda tidak melunasi CICIL 2 dan tidak menyerahkan blanko CICIL 2 ke PSA Online maka ijazah Anda akan dicekal,” begitu bunyi sanksinya, sebagaimana dikutip Aliansi Mahasiswa Gunadarma.

Namun, belakangan pihak Universitas Gunadarma disebut melahirkan kebijakan baru dalam sistem pecah blanko.

Dalam sistem yang baru, pihak Universitas Gunadarma disebut telah mengubah rasio cicilan pertama-kedua, dari 50-50 menjadi 70-30.

"Kebijakan ini dirasa sangat memberatkan bagi pihak mahasiswa yang tidak mampu membayar 70 persen dari biaya perkuliahan," tulis mereka.

Mediasi terbuka antara pihak Rektorat Universitas Gunadarma dengan mahasiswa terkait sistem pembayaran kampus, Senin (9/3/2020).
Mediasi terbuka antara pihak Rektorat Universitas Gunadarma dengan mahasiswa terkait sistem pembayaran kampus, Senin (9/3/2020). (TribunJakarta.com/Dwi Putra Kesuma)

"Ini akan mengancam mahasiswa untuk tidak bisa melanjutkan perkuliahan (cuti) jika tidak dibayarkan sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.

Nominal 70 persen dinilai memberatkan mahasiswa sebagai pihak pemohon pecah blanko.

"Selain itu, ancaman sanksinya juga telah dimodifikasi, sehingga dirasa memberatkan mahasiswa untuk menjalani kuliah.

"Jika Anda tidak melunasi CICIL 2 dan tidak menyerahkan blanko CICIL 2 ke PSA Online, maka nilai pada semester yang bersangkutan tidak ditampilkan pada Studentsite dan tidak diperbolehkan mengikuti perkuliahan di semester berikutnya,” tulis Aliansi Mahasiswa Gunadarma dalam lembar pernyataan sikapnya.

Berdasarkan keadaan ini, Aliansi Mahasiswa Gunadarma sepakat menuntut manajemen kampus mereka kembali ke sistem pecah blanko terdahulu.

Tuntutan lain: transparansi hingga kesejahteraan karyawan

Tuntutan paling krusial memang soal perubahan sistem cicilan pembayaran kuliah yang dirasa memberatkan mahasiswa.

Namun, di luar itu, Aliansi Mahasiswa Gunadarma juga mengajukan ragam tuntutan lain. Pertama, transparansi anggaran.

Dalam lembar pernyataan sikapnya, Aliansi Mahasiswa Gunadarma menyebut bahwa kampusnya tidak mencantumkan kejelasan soal biaya kuliah.

Mereka menuntut pihak kampus membeberkan semua anggaran secara rinci, termasuk biaya perkuliahan, dana kemahasiswaan, melalui situs online yang dapat diakses oleh mahasiswa.

Kedua, mereka mendesak pihak kampus menerapkan pasal Statuta Universitas Gunadarma secara konsisten.

Dari ratusan pasal Statuta Universitas Gunadarma, Aliansi Mahasiswa menyoroti soal belum lengkapnya implementasi Pasal 218 ayat 2 yang mengatur soal keberadaan lembaga mana tingkat universitas.

"Realita yang terjadi di Universitas Gunadarma adalah tidak adanya Senat Mahasiswa Universitas (SMU) atau Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU)," tulis mereka dalam lembar pernyataan sikapnya.

Ketiga, mereka menuntut kejelasan tentang program sertifikasi profesi. Universitas Gunadarma disebut memiliki sertifikasi profesi yang diperuntukkan bagi mahasiswa.

"Sertifikasi profesi ini bermula pada mahasiswa angkatan 2017 yang terdiri sari 8 modul, dengan 1 modul tiap semesternya Rp.600.000,00."

"Tenaga pengajar berupa dosen dan asdos/aslab, bukan berasal dari BNSP sebagai penyelenggara sertifikasi profesi. Lalu, salah satu jurusan ada yang tidak mendapatkan pelatihan sertifikasi profesi, sedangkan tiap semester biaya tersebut tetap dibayarkan," tulis mereka.

Di luar itu, Aliansi Mahasiswa Gunadarma juga hendak mengadvokasikan keluhan mereka pada pihak rektorat soal kebijakan yang dianggap tak melibatkan mahasiswa, salah satunya soal perubahan sistem pembayaran kuliah pecah blanko.

Kemudian, mereka juga meminta manajemen kampus agar segera meratakan fasilitas kampus di semua cabang Universitas Gunadarma.

Terakhir, Aliansi Mahasiswa Gunadarma menuntut kampus mereka meninjau kembali segi kesejahteraan sivitas akademika mereka.

Batal terapkan sistem pembayaran baru

Aksi ribuan mahasiswa Gunadarma yang mendemo pihak kampusnya buntut dari ketidakjelasan sistem pembayaran, akhirnya berbuah manis.

Setelah melakukan mediasi terbuka antara wakil dari ribuan mahasiswa dan jajaran rektorat, disepakati bahwa sistem pembayaran pecah blanko 70 : 30 tidak jadi diterapkan.

Untuk diketahui, sistem pecah blanko yang dimaksud adalah membayar uang kuliah satu semester dengan dicicil sebanyak dua kali.

Kepala Biro Adminstrasi Perencanaan dan Sistem Informasi Universitas Gunadarma Budi Hermana (kanan) memberikan keterangan pers terkait demo ribuan mahasiswanya yang menuntut ketidakjelasan sistem pembayaran, Selasa (10/2/2020).
 
 
 
Kepala Biro Adminstrasi Perencanaan dan Sistem Informasi Universitas Gunadarma Budi Hermana (kanan) memberikan keterangan pers terkait demo ribuan mahasiswanya yang menuntut ketidakjelasan sistem pembayaran, Selasa (10/2/2020).       (TRIBUNJAKARTA.COM/DWI PUTRA KESUMA)

Sistem pecah blanko yang semula 50 : 50 dan berubah menjadi 70 :30 ini, dianggap memberatkan mahasiswa.

Belum lagi, banyak sanksi-sanksi dalam kebijakan baru tersebut yang dianggap merugikan hingga akhirnya kelas pun diliburkan dan mahasiswa berunjuk rasa menuntut kejelasan pada Senin (9/3/2020) kemarin.

Kepala Biro Adminstrasi Perencanaan dan Sistem Informasi Universitas Gunadarma Budi Hermana mengatakan, kebijakan tersebut tidak bermaksud untuk menekan mahasiswanya yang menunggak.

"Tidak ya (menekan), itu kebijaksanaan saja. Artinya kalau kita kan maunya bisa bayar 100 persen, kemarin ada keputusan berdasarkan mekanisme internal itu dari 50 : 50 menjadi 70: 30," kata Budi dalam konferensi pers di Kampus D Gunadarma, Beji, Kota Depok, Selasa (10/2/2020).

Lanjut Budi, setelah kebijakan baru tersebut menuai kontroversi, akhirnya berdasarkan hasil mediasi dengan perwakilan mahasiswa kebijakan sistem pembayaran pun kembali menjadi seperti semula yakni pecah blanko 50 : 50.

"Jadi istilah pecah blanko itu dalam satu semester memang ada perubahan 70 : 30, namun ternyata itu memberatkan mereka sehingga kembali seperti dulu," imbuhnya. (KOMPAS.com/Vitorio Mantalean/TribunJakarta/DwiPutra)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved