Sisi Lain Metropolitan
Meski Putus Sekolah, Asa Cahaya Wujudkan Cita-Cita Tetap Menyala: Mau Jadi Pramugari
Cahaya adalah murid tertua dari delapan anak putus sekolah yang mengisi waktu sorenya untuk menuntut ilmu di lapak tersebut.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Wahyu Aji
Jam belajar dimulai sejak pukul 15.30 hingga pukul 17.30 WIB.
Mereka yang belajar tanpa dipungut biaya sepeserpun.
Orangtua Senang
Adanya kelas belajar di lapak pemulung disambut positif para orangtua.
Mereka selalu hadir tiap dua hari sekali untuk mengantarkan sang anak belajar di kelas sederhana ini.
Salah satunya Nur (25).
Ia rajin mengantakan anak pertamanya berusia lima tahun untuk belajar membaca dan menulis di lapak ini.
Lantaran tak ada biaya, Nur tak bisa menyekolahkan pendidikan TK kepada buah hatinya.
"Anak saya baru lima tahun, harusnya sudah TK tapi karena enggak ada biaya makanya ikut belajar disini saja karena gratis," kata Nur di sela menunggu sang anak belajar.
Menurut Nur mayoritas warga di wilayah ini bekerja sebagai pemulung.
Sisanya bekerja serabutan maupun berdagang.
Karenanya, adanya kelas belajar ini sangat diapresiasi oleh mereka yang tak mampu menyekolahkan buah hatinya.
"Senang ada kayak gini jadi ada kegiatan belajar buat anak-anak," kata Nur.
Aiptu Agus Riyanto mengamini respon baik dari para orangtua.
Hal tersebut membuatnya semakin bersemangat untuk mengajar anak-anak putus sekolah yang tinggal di sekitar lapak pemulung.