Sisi Lain Metropolitan

Terbiasa Tertunduk Perhatikan Botol Bekasi, Safei Sang Pengepul Barang Bekas Kesulitan Angkat Kepala

Sejumlah pengendara terlihat memilih untuk mengenakan sarung tangan dan masker serta helm untuk menghindari debu di jalan.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Safei, pemulung dengan leher tertunduk saat melintas di kawasan Jatisampurna, Bekasi, Jumat (13/3/2020) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, JATISAMPURNA - Kesulitan untuk mengangkat leher, Muhammad Safei (55) terjatuh ketika sedang mencari barang rongsokan.

Siang ini, matahari terasa begitu terik.

Sejumlah pengendara terlihat memilih untuk mengenakan sarung tangan dan masker serta helm untuk menghindari debu di jalan.

Sementara pejalan kaki terlihat memakai topi maupun payung untuk melindungi diri dari panasnya cuaca siang ini.

Hal itu juga yang dilakukan oleh Safei.

Terhitung sudah dua bulan lamanya ia bekerja sebagai pengumpul botol dan kardus bekas di sekitaran Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat.

Safei, pemulung dengan leher tertunduk saat melintas di kawasan Jatisampurna, Bekasi, Jumat (13/3/2020)
Safei, pemulung dengan leher tertunduk saat melintas di kawasan Jatisampurna, Bekasi, Jumat (13/3/2020) (TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA)

Topi usangnya selalu ia kenakan ketika menyusuri jalan Kota Bekasi.

Bedanya, ketika yang lain memperhatikan kondisi jalan, Safei justru terus tertunduk meskipun posisinya sedang berjalan.

Ya, kepalanya lebih sering tertunduk, sehingga ia jarang melihat jalan.

Tanpa gejala dan rasa sakit, sudah dua bulan belakangan ia kesulitan meluruskan pandangannya dan mengangkat kepalanya.

"Maunya nunduk mulu," katanya kepada TribunJakarta.com, Jumat (13/3/2020).

"Awalnya yang saya perhatikan botol bekas selama di jalan. Tapi kok lama-lama jadi kebiasaan nunduk begini. Enggak sakit, enggak apa kok ini," lanjutnya.

Menurut bapak dua anak ini, sejak dulu ia ak pernah memiliki pekerjaan tetap. Ia selalu kerja serabutan dan melakukan apapun sebisa mungkin.

"Malahan lebih sering nganggur. Sampai saya ditinggalin sama istri saya dan dua anak saya tinggal jauh semua. Mungkin gara-gara hal itu juga saya jadi hidup sendiri saat ini," ungkapnya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, selama dua bulan terakhir ini ia memutuskan untuk menjadi pemulung saja.

Sayangnya, pilihan tersebut justru membawanya pada kondisi seperti sekarang ini.

"Rupanya pilihan itu yang buat kepala saya jadi begini. Kebanyakan nunduk cari rongsokan jadi kebiasaan," jelas dia.

Akibatnya, di awal minggu ini ia sempat terjatuh terguling-guling di jalan.

Safei yang jarang melihat ke arah jalan, tak tahu sedang melintas di sebuah tanjakan yang curam.

Tanpa tumpuan dan pegangan, dalam hitungan menit, Safei jatuh tergelincir dan sontak menarik perhatian warga sekitar.

Sambil di rangkul, ia coba dibantu berdiri oleh sejumlah warga.

"Selama ini sih enggak pernah kenapa-kenapa. Tapi baru kali ini saya jatuh karena kurang melihat jalan. Saya niat nanjak malah tergelincir dan jatuh terguling. Di situ di tolongin orang," jelasnya.

Dampaknya, kondisi tangan kiri Safei mengalami pembengkakan hingga saat ini.

Penghasilan yang hanya berkisar Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu perhari, disebutnya tak mampu menutupi biaya urut.

"Jadi pas saya urut pertama dibilang harus rutin diurut. Tapi kan penghasilan enggak nentu. Saya keluar subuh aja kadang belum tentu dapat Rp 50 ribu. Kan sekarang kalau urut dibayar Rp 20 ribu jarang yang mau," jelasnya.

"Ya sudah saya diamkan saja. Saya bawa rongsokan pakai tangan kanan aja. Jadi sebelah tangan aja," katanya.

Keinginan

Menyadari perihal kondisi nya saat ini, membuat safei memiliki sebuah angan angan atau keinginan.

"Pengin punya warung kecil,"ujarnya singkat.

"Ya jadi enggak usah kemana-mana lagi tapi masih bisa ada pemasukan aja," lanjutnya.

Kendati demikian, keinginan tersebut dirasanya sulit terwujud. Hal ini mengingat pemasukannya yg hanya berkisah Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu

"Boro-boro punya warung, kontrakan bulan ini yang hanya Rp 600 ribu aja masih nunggak. Tapi semoga suatu hari nanti bisa terwujud. Saya hanya bisa berdoa saja," tandasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved