Sisi Lain Metropolitan

Cerita Yusuf Saat PSBB di Bekasi: Jual Garam Keliling, Hanya Dapat Uang Rp 20 Ribu Sehari

Sayangnya, semenjak wabah Covid-19 dan PSBB, ia hanya menerima keuntungan bersih maksimal Rp 20 ribu

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta/Nur Indah Farrah Audina
Yusuf penjual garam dapur di kawasan Pondok Melati, Kota Bekasi, Kamis (23/4/2020) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, PONDOK MELATI - Di tengah kondisi jalan yang sepi, Yusuf Asmani (84) terlihat menuntun sepeda tuanya.

Usia senja membuat geraknya menjadi perlahan. Terlebih ia membawa beban yang cukup berat di dalam keranjang karungnya.

Sambil memperhatikan kondisi sekitar, Yusuf selalu berhenti ketika melihat seseorang dan menjajakan garam dapur yang dijualnya.

"Pak/Bu garamnya mau?," ucapnya terdengar kurang jelas.

Kehadiran seseorang menjadi hal yang sangat ditunggunya, dan membuat matanya berbinar saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Bekasi.

Yusuf penjual garam dapur di kawasan Pondok Melati, Kota Bekasi, Kamis (23/4/2020)
Yusuf penjual garam dapur di kawasan Pondok Melati, Kota Bekasi, Kamis (23/4/2020) (TribunJakarta/Nur Indah Farrah Audina)

Meskipun lebih sering dibalas dengan gelengan kepala, Yusuf tetap gigih dan tak menyerah.

Diceritakannya, sejak 20 tahun lalu, Yusuf memutuskan merantau dari Pati, Jawa Tengah ke Kota Bekasi.

Yusuf mantap merantau karena tidak ada pekerjaan di kampung.

"Dulu kerja di kampung, tapi ya sudah sulit. Engga ada kerjaan lagi. Jadi tukang (semacam kuli bangunan) juga sudah enggak laku. Akhirnya ke Bekasi berdua Sujianti," ceritanya kepada TribunJakarta.com, Kamis (23/4/2020).

Selama di Bekasi, Yusuf langsung berjualan garam mengikuti seseorang yang disebutnya sebagai bos.

Ia pun difasilitasi sebuah rumah kontrakan oleh bosnya di sekitar Jalan Raya Hankam, Kota Bekasi.

"Selama di sini ngontrak sama istri. Tapi kontrakan yang bayarin bos garam ini," lanjutnya.

Jualan lepas salat subuh

Selepas salat subuh, Yusuf sudah bersiap dan berkeliling jualan.

Dulunya, ia masih sanggup mengayuh sepeda tuanya. Namun, seiring berjalannya waktu, sepeda tuanya hanya ia tuntun saja.

"Habis subuh sudah berangkat. Garamnya pasti sudah ada dan dibawa dari Tangerang," jelasnya.

Tak miliki langganan

Dijelaskan Yusuf, ia memiliki alasan tersendiri kenapa selalu berangkat selepas subuh.

Hal ini lantaran ia tak memiliki langganan tetap sebagai pembeli garamnya. Untuk itu, ia butuh waktu lebih panjang guna menjual garam dapur yang dibawanya.

"Langganan? Enggak punya. Selama ini jalan aja, tawarin ke orang-orang siapa yang mau. Makanya kalo diketeng harganya jadi Rp 5 ribu," katanya.

Dalam sehari, ia bisa membawa keuntungan bersih sebesar Rp 50 ribu. Sayangnya, semenjak wabah Covid-19 dan PSBB, ia hanya menerima keuntungan bersih maksimal Rp 20 ribu.

"Dulu bisa dapat Rp 50 ribu, itu sudah dikurangi makan. Tapi sekarang cuma Rp 20 ribu. Mau jalan lewat mana juga bingung gara-gara banyak yang ditutup," katanya.

"Karena anak saya cuma satu dan tinggal di kampung, jadi di sini sama sama istri makan seadanya aja. Ada enggak ada uang, ya tetap harus makan. Makanya kadang suka pinjam uang," jelasnya sedih.

Suka Duka

Bertahan hidup dengan penghasilan minim, membuat Yusuf tetap bersyukur.

Sejauh ini ia senang karena masih bisa bekerja dan kuat mendorong sepeda tuanya.

"Kalau di rumah aja enggak punya uang buat makan. Saya masih kuat masih dikasih sehat sama Yang Maha Kuasa, jadi enggak mau minta-minta. Hal itu harus disyukuri jangan disia-siakan," ujarnya.

Lurah Kebon Pala Pastikan Masjid Jami Nurul Hidayah Tak Gelar Salat Tarawih Selama Ramadan

Pandemi Covid-19 di Indonesia Diprediksikan Mereda Bulan Juni 2020

Sejumlah Kebutuhan Pokok Didiskon di Promo Indomaret yang Berlaku Tanggal 22-28 April 2020

Apapun yang ia rasakan selama berjualan selalu diterimanya selama berjualan.

Termasuk harus memutar jalan akibat adanya lockdown lokal di sejumlah jalan lingkungan.

"Paling kalau sekarang sedihnya harus mutar jalan. Biasanya banyak jalanan yang enggak bagus dan kadang menanjak," katanya.

"Ini kaki sakit, pinggang sakit kalau sudah ketemu jalan begitu. Tapi balik lagi harus disyukuri karena saya masih dikasih nikmat sehat dan bisa terus jualan garam," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved