Cerita Para PMKS Kejar-kejaran dengan Petugas Satpol PP Demi Dapat Sembako
Lia (30) beberapa kali mengambil langkah seribu bila petugas Satpol PP datang melintas saat patroli di Kawasan Monas, Gambir
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Sekumpulan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di pinggir Jalan Merdeka Barat memanfaatkan masa pembatasan sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mengharap derma dari pengendara mobil yang melintas.
Namun, kehadiran mereka tentu saja mengganggu kenyamanan kota. Apalagi, di masa PSBB mereka seharusnya berada di rumah.
Petugas Satpol PP kerapkali menegur mereka yang berada di pinggir jalan itu.
Satu di antara PMKS tersebut, Sarminah (54) sempat didatangi petugas Satpol PP yang kebetulan melintas.
"Kemarin diminta (KTP) saya. Saya kasih difoto KTP saya. Katanya mau dilaporin ke kelurahan. Ya laporin aja memang kita enggak nyolong," ungkap perempuan asal Purwodadi, Jawa Tengah itu kepada TribunJakarta.com pada Minggu (26/4/2020).
Sarminah mengakui memang ia bersama tetanggannya datang ke pinggir Jalan Merdeka Barat mengharapkan bantuan berupa sembako, nasi bungkus ataupun uang.
Sedangkan Lia (30) beberapa kali mengambil langkah seribu bila petugas Satpol PP datang melintas saat patroli di Kawasan Monas, Gambir, Jakarta Pusat.
"Saya lari-larian. Kalau mereka udah melintas balik lagi, nanti kalau muncul, lari lagi," katanya.
Apalagi kala itu, ia masih membawa anaknya berusia lima tahun.
Lia mengatakan bahwa dirinya tak mengemis melainkan hanya duduk di sana.
"Kita enggak minta, kan halal. Kalau dipanggil dari mobil "mba, sini", baru kita datang," tambahnya.
Lia dan Sarminah takut bila Satpol PP datang. Mereka khawatir akan diamankan.
Namun, di akhir pekan, menurut Lia, petugas Satpol PP yang patroli tak sebanyak hari biasa.
"Mereka kan punya penghasilan, kalau kita kan enggak ada yang gaji," pungkas Lia.
Menanti Mobil Lewat Berharap Bantuan
Tak jauh dari gedung Istana Negara nan megah, sekumpulan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) sedang duduk di pinggir jalan raya Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Sarminah, Arni, Lia, dan Narsih yang sedang menggendong anaknya, duduk di bangku di trotoar jalan saat senja hari.
Keempat perempuan bermasker itu melihat mobil ataupun motor yang melintas di jalan raya tersebut.
Dari kejauhan, ada mobil yang menepi, mereka sudah bersiap-siap untuk menghampiri.
Sayang, mobil yang menepi itu bukan penderma. Sebab, jendela pada mobil itu terus ditutup hingga pergi tancap gas meninggalkan mereka.
Salah satu dari mereka menduga kendaraan itu merupakan taksi daring.
Sarminah (54), yang duduk di sebelah Arni, mengaku sehari-hari mencari nafkah sebagai pedagang mainan.
Di situasi sulit ini, Sarminah tidak bisa mencari rezeki. Penghasilan sehari-hari pun tak ada. Ia sudah menunggak kontrakan selama dua bulan.
Menunggu kedatangan penderma di jalan raya menjadi aktivitas sehari-hari selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sekaligus bulan suci Ramadan ini.
Sarminah menolak disebut sebagai pengemis, ia hanya mengambil bila dikasih.
"Saya duduk-duduk aja di sini. Kalau ada mobil ngasih (beri) sembako saya ambil. Kita kan enggak minta," ungkap perempuan asal Purwodadi, Jawa Tengah itu kepada TribunJakarta.com pada Minggu (27/4/2020).
Sementara Arni (50), senasib dengan Sarminah. Perempuan penjual botol air mineral ini juga belum membayar kontrakan selama dua bulan di kawasan Tanah Abang.
Ia sengaja menepi di pinggir jalan untuk mengharapkan derma dari kendaraan yang melintas.
Namun, belum tentu setiap hari mereka mendapatkan derma berupa sembako, nasi boks ataupun uang.
"Kadang dapet, kadang enggak," katanya.
Perempuan asal Padang ini dan Sarminah mengaku sudah janda. Sarminah tak ada tanggungan anak lantaran sudah besar, sementara Arni masih harus membiayai anak bungsunya.
Sri (60) yang duduk di bangku yang lebih jauh, datang menghampiri keempat perempuan itu.
Ia juga mengeluh tidak mengantongi uang sepeser pun. Saat ada pembagian sembako kepada warga, Sri tak kebagian.
"Di sini enggak ada yang dapat (Sembako) dari RT," kata perempuan yang pergi pulang jalan kaki dari Tanah Abang ke Jalan Merdeka Barat.
Seperti yang lain, Sri memilih duduk di tepi jalan meski belum tentu dalam sehari mereka bisa mendapatkan derma.
• Cerita Menhub Budi Karya Sumadi Selama Dirawat di RSPAD: Nonton Lionel Messi Bertanding
• Pasar Jaya Bantah Forsir Kerja Pegawainya untuk Mengemas 1,2 Juta Sembako
Bawa Bekal Buka Puasa dari Rumah
Di bulan suci Ramadan ini, mereka sudah mempersiapkan bekal jika pulang ke rumah dengan tangan hampa.
Di tas goodie bag berwarna kuning, Sarminah membawa bekal nasi dan lauk botok kelapa.
Sementara Arni, membawa nasi dan sayur tempe.
"Saya bawa nasi pas bulan puasa ini, takutnya enggak ada yang ngasih (mobil melintas), saya kan laper," ungkapnya.
Sedangkan, Lia (30) sengaja tak membawa bekal dari rumah lantaran mengharapkan nasi bungkus di jalan.
Namun, nyatanya hingga menjelang buka, belum ada mobil yang menepi untuk membagi-bagikan makanan.
"Kemaren aku beli lontong (buat jaga-jaga). Terus dikasih nasi, nasinya aku bawa pulang. Sekarang enggak bawa lontong, malah enggak ada yang ngasih," bebernya.
Namun, tak berselang lama, Asun (60), pria yang membawa karung di pundaknya datang.
"Nih (dia) udah dapat sembako dapat duit juga dari pagi mondar-mandir di sini," kata Lia.
"Puasa ya?" tanya Asun kepada Lia. Ia kemudian mengeluarkan nasi boks dari dalam karung kepada Lia.
"Ya Allah makasih. Kalau nanti aku dapet, aku balikin ya," balas Lia.