2 Kakak Kandung Pembunuh Adik di Bantaeng Terancam Hukuman Mati: Begini Pendapat Sosiolog
Rahman dan Darwin membunuh RO karena 'siri' malu karena korban berhubungan intim dengan sepupunya
Penulis: Erik Sinaga 2 | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM, BANTAENG- Dua kakak beradik Rahman bin Darwis (30) dan Anto bin Darwin Darwis (20) terancam hukuman mati karena membunuh adik mereka, RO (16).
Diberitakan sebelumnya, Rahman dan Darwin membunuh RO karena 'siri' malu karena korban berhubungan intim dengan sepupunya.
Sosiolog berpendapat kasus pembunuhan tersebut bukanlah murni untuk menegakkan adat melainkan ada motif lain. Simak selengkapnya:
1. Dua kakak kandung korban terancam hukuman mati
Rahman dan Anto tega membunuh RO dengan menggorok lehernya terancam hukuman mati.
Ancaman tersebut diungkapkan, Kapolres Bantaeng AKBP Wawan Sumantri kepada wartawan, Kamis (14/5/2020).
“Pelaku terancam hukuman 15 tahun penjara sampai yang tertinggi hukuman mati,” ujar Wawan.
Wawan menjelaskan, pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka yakni Pasal 80 Ayat (3), Pasal 76c UU RI No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 340 Juncto Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55, 56 KUHP.
“Yang menentukan nanti adalah hasil persidangan, apakah akan ditetapkan pasal tentang perlindungan anak berarti hanya 15 tahun. Tapi jika di pengadilan menetapkan pidana pembunuhan berencana maka ditetapkan hukuman mati,” tuturnya.
2. Bukan Murni Penegakan Adat

Pembunuhan terhadap seorang gadis remaja yang diawali dengan kesurupan massal dan penyanderaan di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan menggemparkan warga.
Pembunuhan berdalih adat siri itu mendapat respon yang berbeda dari pandangan sosiologi.
Di mata sosiolog, kasus pembunuhan tersebut bukanlah murni untuk menegakkan adat melainkan ada motif lain.
Hal tersebut diungkapkan sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Tahir Kasnawi, yang dihubungi melalui telepon seluler kepada Kompas.com, Kamis (14/5/2020).
"Sebenarnya adat siri itu adalah hukum adat yang mulia sebab sebenarnya untuk menjaga martabat kaum wanita. Namun fenomena yang terjadi di Bantaeng itu bukanlah murni penegakan adat namun ada motif lain," kata Prof Tahir.
Tahir melanjutkan, dari fakta yang terjadi dimana ada fenomena kesurupan dan ada penyanderaan, maka hal tersebut bukanlah murni penegakan adat.

Sebab, menurut dia, penegakan adat untuk memulihkan nama baik keluarga itu terjadi secara spontanitas.
Tahir juga menjelaskan bahwa adat siri memang telah menjadi pedoman hidup bagi masyarakat di Sulawesi Selatan.
Penegakan siri bagi pelanggar adat memang cenderung diwarnai dengan kekerasan dan hal tersebut sudah tidak relevan di zaman modern sekarang ini
"Sekali lagi saya katakan bahwa adat siri itu adalah hukum adat yang mulia sebab selama ratusan tahun hukum adat tersebutlah yang menjaga martabat kaum wanita. Namun ada beberapa hal hukum adat siri itu yang sudah tidak relevan dengan zaman modern sekarang ini," kata Tahir.
Kasus pembunuhan ini sendiri terjadi pada Sabtu (9/5/2020) lalu yang menewaskan gadis remaja berinisial RO (16).
Peristiwa ini juga diwarnai dengan kerasukan massal oleh pelaku dan penyanderaan terhadap tiga pria, masing-masing saudara sepupu korban, petugas data bantuan sosial (Bansos) yang hendak mendata penghuni rumah tersebut, serta seorang warga yang kebetulan melintas.
Evakuasi terhadap sandera berjalan dramatis lantaran pelaku harus melepaskan tembakan gas air mata.
Sembilan pelaku diamankan, masing-masing kedua orangtua korban, 5 orang kakak kandung serta 2 orang ipar korban.
Polisi yang melakukan penyelidikan kemudian menetapkan kakak kandung korban, RD (30) dan SD (20) sebagai tersangka pembunuhan.
"Dari hasil penyelidikan maka kami tetapkan dua orang tersangka masing masing adalah saudara kandung korban yakni kakak pertama dan kakak keempat korban," kata Kapolres Bantaeng AKBP Wawan Sumantri.
3. Ibu depresi
Kapolres Bantaeng, AKBP Wawan Sumantri menuturkan, depresi sang ibu korban terungkap berdasarkan hasil pemeriksaan psikiater RSUD Prof dr Anwar Makkatutu Bantaeng, dr Imam Subekti.
“Depresinya itu kemungkinan setelah menyadari anaknya meninggal. Sedangkan pemeriksaan dua tersangka dan anggota keluarga yang lain hasil pemeriksaan kejiwaan dalam kondisi baik,” kata Wawan, dalam konfrensi persnya, Rabu (13/5/2020).
Wawan mengungkapkan, ibu korban seringkali secara tiba-tiba menjerit bahkan menangis sendiri.
Saat ini, ibu korban bersama 6 orang keluarganya yang lain masih diamankan ke salah satu ruangan di markas Polres Bantaeng untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
“Sedangkan untuk dua tersangka yang tak lain kakak kandung korban sendiri telah ditahan di sel markas Polres Bantaeng,” tegasnya.
Dia berharap, masyarakat jangan main hakim sendiri, serahkan penegakan hukum kepada pihak yang berwajib.
4. Hasil pemeriksaan psikiater
Kasus pembunuhan yang melibatkan 1 keluarga di Desa Pattaneteang, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng, sudah melalui pemeriksaan psikiater.
"Pemeriksaan psikiater sudah dilakukan kepada kedua pelaku dan 7 orang keluarga lainnya," kata kapolres Bantaeng, AKBP Wawan Sumantri, Rabu, (13/5/2020).
Kedua tersangka yaitu, Rahman (Anak Pertama) dan Anto (Anak Keempat).
Kemudian, ke tujuh orang anggota keluarga antara lain, Darwis (Kepala keluarga), Anis (Istri), Hastuti (Anak) Nurlinda (Anak) Suci (Anak) Ardi (Menantu/Suami Nurlinda) Rusni (Menantu/Istri Rahman).
• Update Corona di Depok Kamis 14 Mei 2020 : ODP 3.518, PDP 1.354, Positif 369 Kasus
• Prank di RS Terpapar Corona: Gadis Mabuk Ini Ditangkap, Terancam 10 Tahun Penjara, Modus Kejang
• Anak Dibawah Umur Jual Senjata Tajam Buat Tawuran di Bekasi Tertangkap Berkat Jebakan Polisi
Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa, 8 anggota keluarga yang diperiksa dalam keadaaan sehat.
Namun, Anis, ibu dari korban Ros, akan diperiksa lebih lanjut karena terdapat tanda dan gejala depresi.
"Tidak ditemukan gejala atau gangguan jiwa berat, namun didapatkan tanda dan gejala episode Depresi yang dapat diperiksa lebih lanjut," ujarnya. (Kompas.com)