Jerit Sopir Angkot saat Pandemi Covid-19: Kerja 12 Jam Dapat Rp 20 Ribu, Penumpang Tak Pernah Penuh

Saat ini, Rp 50 ribu sudah menjadi rata-rata. Kala sedang apes, Sony hanya mendapat Rp 25 ribu sehari

Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta/Jaisy Rahman Tohir
Sony (43) sopir angkot S10 di di Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel), Senin (18/5/2020). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir

TRIBUNJAKARTA.COM, PONDOK AREN - Transportasi umum merupakan salah satu sektor yang paling terdampak dari pandemi virus corona atau Covid-19.

Anjuran tudak berkerumun, tidak keluar rumah, hingga tidak bepergian, seakan menghunuskan ujung tombak pada jantung moda transportasi.

Lantas bagaimana nasib orang-orang yang hidup dari transportasi umum itu?

TribunJakarta.com menyoroti imbas pendapatan sopir angkot yang jumlah penumpangnya turun drastis selama pandemi.

Sony (43), sopir angkot S10, jurusan Pondok Betung - Ciputat, adalah satu di antaranya.

Selama dua bulan belakangan, setidaknya sejak pandemi Covid-19 menyeruak dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dijalankan, pendapatan Sony anjlok 80%.

Bagaimana tidak, pada hari normal, ia bisa membawa pulang uang ke rumah sebanyak Rp 200 ribu.

Saat ini, Rp 50 ribu sudah menjadi rata-rata. Kala sedang apes, Sony hanya mendapat Rp 25 ribu sehari.

Padahal, ia keluar rumah sejak pukul 06.00 WIB, dan baru pulang pukul 18.00 WIB.

"Penurunan sampai 80%. Selama dua bulan, bawa satu, satu, penumpang. Gimana caranya kayak gini, dapat sehari Rp 50 ribu belum bensinnya. Saya permah dapat Rp 70 ribu bensin Rp 50 ribu tinggal Rp 20 ribu. Dari jam enam sampai jam enam itu," ujar Sony di Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel), Senin (18/5/2020).

Penumpang S10 yang kebanyakan mahasiswa UIN Jakarta dan pegawai kantoran yang biasa ke Stasiun Pondok Ranji kini hilang. Kampus diliburkan, dan pekerja bekerja dari rumah.

"Yg naik pegawai, kadang stasiun, anak kampus. Yang pengaruh banget sih anak kampus sama orang kerja," ujarnya.

Kursi angkot yang terkenal denganistilah "empat enam" itupun kini sepi.

"Belum pernah penuh selama PSBB, bawa satu, dua paling banyak empat," ujarnya.

Sony pun tergolong rentan, karena penghasilannya terganggu dampak virus ganas itu.

Namun Sony mengaku belum mendapatkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.

Meski sudah dimintakan Kartu Keluarga (KK) oleh Ketua RT setempat, Sony pasrah jika tetap tidak dapat bansos.

"Kk sudah dimintain, cuma katanya enggak dapat, cuma beberapa saja yang dapat," ujarnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved