Virus Corona di Indonesia

Selama Pandemi, Pemerintah Harus Segera Mengangkat Ekonomi Pelaku UMKM yang Ada di Basis Masyarakat

Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Athor Subroto menjelaskan bahwa UMKM adalah tulang punggung ekonomi negara.

Editor: Wahyu Aji
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Kerajinan Ungkluek (ilustrasi UMKM) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gelontoran Program pemerintahan Joko Widodo untuk pemulihan ekonomi dinilai masih belum menyentuh sasaran.

Salah satunya adalah jutaan kelompok Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) yang belum menerima sentuhan program.

Masalah tersebut terungkap dalam diskusi daring dengan tema "Perlukah Dana Relaksasi UMKM di saat Covid 19 dan Hari Raya Idul Fitri", yang digelar Santri Milenal Centre (Simac), Jumat siang (22/5/2020).

Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Athor Subroto menjelaskan bahwa UMKM adalah tulang punggung ekonomi negara.

Athor menyebutkan, selama ini UMKM sangat berkontribusi terhadap produk domestik bruto, bahkan data kontribusi yang ia ketahui berkisar di angka 7- hingga 80 persen.

Berdasarkan fakta itu, Athor meminta semua pihak untuk mendorong pemerintah agar benar-benar memperhatikan eksistensi UMKM, terlebih di masa pandemik seperti saat ini.

"UMKM biasanya kebal krisis, pada tahun 1998, 2000, 2008 yang terhebat 98, tetapi saat wabah Covid saat ini UMKM benar-benar terpukul, tidak ada yang menyangka ada Covid-19 seluruh sektor ekonomi lumpuh," demikian kata Athor, Jumat (22/5/2020).

Menurut Pengajar Universitas Indonesia ini, pemerintah perlu segera mengangkat ekonomi pelaku UMKM yang berada di basis masyarakat.

Apalagi di Indonesia memiliki masalah dalam keterbatasan data pelaku UMKM. Dampaknya berbagai program relaksasi yang digelontorkan pemerintah tidak menyentuh akar rumput.

Pandemik Covid-19 ini, kata Athor harus disikapi dengan menciptakan keberlangsungan ekonomi yang inklusif.

Seluruh program yang dikucurkan pemerintah juga harus menyentuh hingga ke bawah.

"UMKM yang bisa bergerak ini harus dijaga pemerintah. Perlu adanya sentuhan dari perspektif, pajak, bantuan langsung. Dari sisi makro, pemerintah harus memperbesar distribusi utangnya ke pelaku UMKM, untuk tetap menjaga konsumsi masyarakat," kata Athor.

Dalam diskusi yang juga diikuti peserta dari berbagai negara itu, Athor menyoroti pentingnya pemerintah mendorong pusat ekonomi baru melalui UMKM.

Athor menyontohkan Simac sebagai institusi santri pegiat ekonomi yang cakupan jaringan menjangkau seluruh Indonesia.

"Penyebarkan pusat ekonomi baru selain Jawa. Kami mendorong pusat ekonomi pindah keluar, caranya melalui UMKM. Simac punya jaringan di seluruh Indonesia maka harus dikembangkan, sehingga tumbuh dengan baik. Kondisi ekonomi yang turun terus akan menanjak naik sekaligus mendorong UMKM bisa survive. Dari awal ekonomi selalu diselamatkan UMKM," katanya.

Narasumber lain, Ketua Kopitu, Yoyok Pitoyo mengungkapkan temuan di lapangan bahwa program dan anggaran yang disiapkan pemeirntah untuk menjangkau UMKM tidak berjalan sesuai tujuan.

Menurut Yoyok, saat Presiden Joko Widodo mengatakan sudah menyiapkan dana stimulan ekonomi sebesar Rp 125 triliun, ia justru mendapatkan laporan dari anggota kelompoknya harus berhadap-hadapan dengan debt collector karena pembayaran kreditnya yang macet.

Berdasarkan temuan di lapangan, pelaku UMKM di Indonesia belum terdata dengan baik.

Akibatnya, para pelaku UMKM yang benar-benar terdampak Covid-19 justru lepas dari berbagai program pemerintah.

"Masalah pendataan belum ada follow up, dari pendataan satupun para UMKM tidak ada yang menerima bantuan tunai langsung, padahal sangat diharapkan. Kalau mekanisme di luar negeri pendataan UMKM di Amerika, Australia, Selandia baru cukup 5 menit SIUP sudah keluar, tidak lama proses adminsitrasi, otomatis database, data email, dan data yang lainnya. Begitu menginjak masa pandemik para pemerintah di sana tidak usah teriak-teriak sudah tertangani," kata Yoyok.

Yoyok bahkan khawtair dana program stimulus bagi UMKM yang mencapai triliuan rupiah itu dimanfaatkan oleh para penumpang gelap yang menguasai sistem dan tata kelola bantuan keuangan pemerintah.

Dia menyinggung penerbitan PP 23/2020 yang dikeluarkan pemerintah.

Yoyok mengaku khawatir program pembiayaan tanpa jaminan itu justru menguntungkan kelompok usaha besar.

"UMKM kalau mau dapat LPDB harus RAT 2 tahun, ada jaminan, di PP 23/2020 ini jaminan sudah nggak ada, itu bagi bankabel dan tidak bankable ngagak ada jaminan. Jangan sampai dana Rp 125 triliun nggak sampai, ada penumpang gelap yang memanfaatkan dana itu," tambah Yoyok.

Dewan Pembina Simac, Syauqi Ma'ruf Amin, merespons berbagai masalah yang muncul saat diskusi.

Menurut Syauqi, pandemik Covid-19 ini adalah momentum untuk melakukan perbaikan tata kelola UMKM di Indonesia, baik pemerintah maupun pelaku usaha harus menjadi mitra strategis.

"Kita harus selalu siap adaptasi, untuk mengokohkan basis ekonomi bangsa ya dengan UMKM. Secara makro UMKM bisa sinergi secara utuh, Simac mengharapkan mendorong ini bisa kita lakukan. membangun kedaulatan ekonomi tidak akan terwujud kalau dibasis ekonomi daerah tidak kuat, bagaiman roda-roda kecil ekonomi ini bergerak. kita lakukan bersama dengan prinsip gotong royong," katanya.

Kepala Sub Bidang Perbankan Syariah Kemenko Perekonomian, Rafili Muhammad Hilman yang hadir dalam diskuisi daring ini mengaku, data adalah salah satu masalah yang dihadapi pemerintah.

Pemerintah kata Rafili, akan terbuka menerima segala masukan strategis, dia memastikan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam dengan kelompk masyarakat terdampak Covid-19.

Ia menyontohkan upaya pemerintah beberapa pekan lalu mengusahakan kucuran pembiayaan KUR syariah kepada 150 petani binaan Pondok Pesantren Al Ittifaq, Ciwidey, Bandung, Jawa Barat. Terkait dengan masalah data, Kemenko Perekonomian siap bermitra dengan kelompok pelaku usaha yang terkait dengan pemberdayaan Ekonomi, salah satunya Simac.

"Kita tidak akan tinggal diam, semua masalah yang menjadi kendala dalam pengembangan ekonomi masyarakat akan teratasi dengan bermitra dengan semua pihak," demikian kata Rafili.

Sementara itu Presiden Direktur SIMAC, Nur Rohman menyatakan sebagai kelompok katalisator pelaku santri enterpreneur, pihaknya sengaja mengadakan diskusi daring yang bertema UMKM.

Menurut Gus Rohman -sapaan akrabnya- Simac yang menjalankan konsep besar Wapres RI, Ma'ruf Amin tentang arus baru ekonomi Indonesia. Konsep itu adalah menguatkan yang lemah tanpa harus melemahkan yang kuat.

Simac, tambah Gus Rohman ingin menjadi solusi dalam menjawab disparitas penguasaan ekonomi yang dikuasai oleh kapitalis besar.

Simac sebagai wadah santri yang bergerak di dunia enterprenur akan berusaha menjadi fasilitator akses modal dan pelatihan pengembangan usahanya.

"Simac sebagai katalisator gerakan ekonomi santri, menjadi asilitator untuk akses permodalan dan ini sudah dilakukan di beberapa tempat seperti Bandung, Lampung, Pasuruan, dll. Kita tidak hanya akses pelatihan tetapi akses pasar sekaligus advokasi seperti pelatihan dan pendampingan bagi pengusaha baru," ujarnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved