Deputi Pencegahan BNN Beberkan Sederet Dampak Buruk Jika Ganja Dilegalkan
Deputi Pencegahan BNN Anjan Pramuka menyampaikan alasan utama penolakan legalisasi ganja.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Deputi Bidang Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen Anjan Pramuka Putra, berinisiatif untuk memberikan pencerahan sekaligus menyerap aspirasi generasi muda dengan menggelar acara talkshow yang disajikan dalam Webinar dengan tema “Generasi Muda Melawan Legalisasi Ganja”.
Kegiatan yang digelar Kamis (4/6/2020) di ruang Social Media Center BNN hadir sebagai pembicara Deputi Pencegahan BNN, Irjen Drs. Anjan Pramuka Putra, SH, MHum, Direktur Informasi dan Edukasi BNN Brigjen Drs. Purwo Cahyoko, M.Si. dan praktisi ahli farmasi, Brigjen Pol. (Purn) Drs. Mufti Jusnir yang juga sebagai anggota Pok Ahli BNN.
Deputi Pencegahan BNN Anjan Pramuka menyampaikan alasan utama penolakan legalisasi ganja ini adalah penyelamatan generasi muda di Tanah Air.
"Berbagai dampak buruk yang nyata diakibatkan oleh legalisasi ganja di berbagai belahan dunia, ini tentunya menjadi pelajaran berharga buat kita," ujarnya.
Hal ini memang ditegaskan oleh Anjan Pramuka dalam paparan dan diskusinya dengan para peserta yang didominasi oleh para mahasiswa.
Anjan juga menjelaskan bahwa dari beberapa negara yang telah menjalankan legalisasi, beberapa mulai mempertanyakan efektifitas strategi ini.
"Alasan ekonomi tidak sepenuhnya benar. Yang tadinya mengharapkan adanya pemasukan dari sektor pajak, ternyata tidak segampang dalam teori. Hal ini karena sindikat narkoba juga masih tetap bermain bahkan di era legalisasi," ujar Anjan.
Dia juga menegaskan dampak ekonomi terkait peningkatan biaya medis akibat penggunaan ganja yang berdampak kecelakaan maupun perawatan medis dan rehabilitasi.
Hal senada juga disampaikan oleh farmakolog, Mufti Jusnir.
"Euphoria maupun paranoid, yang merupakan dampak dari thc, dapat mengkibatkan berbagai gangguan. Mulai dari persepsi, motorik, memori maupun hal lainnya dan pada titik tertentu dapat berakibat kecelakaan maupun dampak buruk lain," ujarnya.
Dari perspektif hukum, Brigjen Pol Purwo Cahyoko menyoroti sistem hukum di Indonesia yang masih menggolongkan ganja sebagai golongan narkotika.
"Proses penggolongan tentunya melalui mekanisme sistem hukum kita. Ratifikasi dan adopsi ke dalam sistem hukum nasional kita. Revisi atau perubahan peraturan telah beberapa kali terjadi, namun belum adanya perubahaan penggolongan ini dan status ganja dapat diartikan bahwa mekanisme pembentuk hukum kita masih melihat betapa ganja masih berbahaya dan karenanya harus dilakukan perlindungan maksimal untuk masyarakat kita dari bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap ganja," ujarnya.
Perihal ganja yang cukup menarik di kalangan mahasiswa yang menjadi peserta Webinar ini, cukup aktif menanyakan perihal isu yang berkembang di media maya.
"Ganja mempunyai efek yang merugikan cukup besar dibandingkan manfaatnya," kata Brigjen Pol (Purn) Mufti Djusnir
Dia menjelaskan bahwa jenis ganja yang tumbuh di Indonesia, adalah bukanlah jenis ganja untuk pengobatan, karena kandungan THC-nya jauh lebih besar daripada kandungan CBD-nya.