Virus Corona di Indonesia

Pandemi Covid-19, Omzet Pemijat Tunanetra Anjlok 80 Persen

Anggota Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Jakarta Timur, Yogi Madsoni mengatakan pemasukan mereka menyusut

Penulis: Bima Putra | Editor: Muhammad Zulfikar
TribunSolo.com/Adi Surya
Seorang penyedia jasa pijat tunanetra asal Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Syukri atau Supriyadi mencoba mengalungkan penanda penyedia jasa pijat di kosnya, Jalan Trisula 3 RT 4 RW III, Kauman, Solo, Kamis (7/11/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA - Para tunanetra yang berprofesi jadi tukang pijat termasuk satu kelompok yang paling penghasilannya paling terdampak pandemi Covid-19.

Tak hanya karena mereka harus menutup griya pijat karena dilarang buka dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ditetapkan.

Anggota Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Jakarta Timur, Yogi Madsoni mengatakan pemasukan mereka menyusut karena jumlah pelanggan berkurang.

"Sekitar 80 persen, karena ada imbauan jaga jarak banyak orang jadi enggak mau datang mijat. Apalagi waktu awal pandemi ini," kata Yogi saat dikonfirmasi di Jakarta Timur, Minggu (21/6/2020).

Meski menerima paket bantuan sosial dari Pemprov DKI dan pemerintah pusat, kelangsungan hidup mereka tak sepenuhnya membaik.

Pasalnya mereka tetap harus membayar kontrakan, uang sekolah untuk anaknya, sementara jumlah pelanggan berkurang derastis karena pandemi.

"Kalau pun ada panggilan pijat sekarang ojek online yang jadi moda transportasi kita dilarang beroperasi. Sementara untuk taksi online biayanya mahal," ujarnya.

Yogi menuturkan tarif yang dipatok pemijat tunanetra berkisar Rp 70-100 ribu, jumlah itu tentunya tak sebanding bila membayar ongkos taksi online.

Mencari pekerjaan lain di tengah pandemi pun nyaris tidak mungkin, karena seluruh sektor terdampak pandemi Covid-19.

350 Warga Ikuti Rapid Test Saat CFD, 2 Reaktif Covid-19

Beredar Video Jambret Pesepeda di Pejaten Raya, Ini Respons Kapolsek Pasar Minggu

"Bahkan sudah ada kasus teman tunanetra di Jakarta Selatan diusir dari kontrakan karena pemiliknya enggak mau tahu kondisi," tuturnya.

Di masa PSBB Transisi, Yogi menuturkan warga mulai kembali menggunakan jasa pijat tunanetra yang jadi mata pencaharian mereka.

Namun jumlah pelanggan yang datang tetap belum normal, terlebih kebanyakan pelanggan mereka pemasukannya juga ikut terdampak pandemi.

"Ada teman yang selama satu bulan enggak ada panggilan pijat sama sekali. Mau cari kerjaan lain juga susah, ngamen di jalan ada Satpol PP," lanjut Yogi.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved