Sisi Lain Metropolitan
Korban Terdampak Pandemi Ikut Belajar Daur Ulang Sampah, Hasilkan Produk Bernilai Jual
Mulai dari memilah sampah organik dan anorganik, sampah tersebut disulap menjadi aksesoris bernilai puluhan hingga ratusan ribu.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Muhammad Zulfikar
Selanjutnya disusul kepada masyarakat sekitaran dan masyarakat umum lainnya pada 12 Februari 2015 lalu.
"Jadi 5 tahun lalu itu kita sudah mulai melakukan pendaur ulangan sampah," sambungnya.
Pro dan kontra
Layaknya sebuah gerakan, tentunya ada pro dan kontra yang Mona terima.
Untuk itu, ia memulai semuanya dengan sosialisasi lebih dulu kepada jemaat gereja.
Sayangnya, tak semuanya langsung menerima hal tersebut dengan lapang dada
Sejumlah penolakan saat sosialisasi pun ia dapatkan.
"Awalnya sosialisasi ke jemaat Gereja Keluarga Kudus Paroki Rawamangun. Ya, pro kontranya pas pertama kali, saya sampai dapat ucapan enggak enak" jelasnya
"Kamu enggak ada duit (uang) sampai ngurusin sampah? Kan kita bs bayar org untuk ngurus sampah," kata Mona menirukan seseorang yang enggan disebutkan namanya saat itu.
Dengan semangat, Mona menganggap hal tersebut sebagai sebuah tantangan.
Ia semakin gencar mensosialisasikan aksi peduli terhadap sampah.
Dimulai dengan gerakan memungut sampah, ia membangun kesadaran dalam diri masyarakat secara bertahap.
"Pertama buat gerakan memungut sampah memperkenalkan kepada mereka, kita mengajarkan mana sampah anorganik mana sampah organik," jelasnya.
Hasilnya, sekitar 600 orang mengikuti aksi memungut sampah tersebut dan berlanjut hingga saat ini.
Dukungan yang sudah dikantongi, ia jadikan lahan untuk berbagi ilmu.