Viral di Media Sosial, Begini Kisah Rumah Tua Tak Berpenghuni di Gunungkidul
Foto rumah tua di Padukuhan Pati, Kelurahan Genjahan, Kapanewon Ponjong, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, jadi perbincangan di media sosial
TRIBUNJAKARTA.COM, YOGYAKARTA - Di Padukuhan Pati, Kelurahan Genjahan, Kapanewon Ponjong, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, ada sebuah rumah tua tidak berpenghuni.
Rumah tua itu tampak tak terawat cukup lama.
Belakangan ini, foto rumah itu jadi perbincangan warga net di media sosial (medsos).
Rumah sudah tidak berpenghuni itu merupakan rumah Bupati Gunungkidul ke-18 Prawiro Suwignyo yang menjabat 1958-1959.
Rumah yang berada di perkebunan pohon jati masih berdiri kokoh.
Memiliki banyak jendela di bagian depan rumah, dan sebagian besar terbuat dari kayu jati.
Beberapa bagian sudah rusak termakan usia. Lokasi tergolong sepi tak ada penghuninya.
"Itu rumah eyang saya, dulu kepala daerah ke-18 Gunungkidul namanya Prawiro Suwignyo," kata salah satu cucu pemilik rumah, Martanty Soenar Dewi saat dihubungi wartawan melalui sambungan telepon Rabu (23/9/2020).
"Dulu kepatihan (Kabupaten) tempat Bupati pertama, kalau rumahnya bukan. Memang (bupati pertama dan ke-18) masih trah," ucap Martanty.
• Detik-detik Paranormal Asal Gunung Kidul Ditemukan Meninggal di Rumah, Ini Kesaksian Warga
• VLOG TRIBUN: Liburan ke Yogya Jangan Lupa Mampir ke Goa Pindul di Gunung Kidul
• Aniaya Anak Angkat, Pemandu Karaoke di Depok Sempat Kabur Bareng Suami ke Gunung Kidul
Martanty sendiri mengaku tidak mengetahui kapan rumah itu dibangun, dia hanya memperkirakan sekitar tahun 1920 sampai 1925.
Sebenarnya ada rumah yang tersisa itu hanya bagian depan, untuk bagian belakang sudah roboh dimakan usia.
Rumah itu sudah kosong sejak 10 tahun lalu, saat itu penjaga rumah ikut keluarganya.
Dijelaskan Martanty, rumah itu ditinggalinya sejak bayi. Namun, karena menurut adat Jawa, ketika anak lahir weton (hari kelahiran penanggalan jawa) sama dengan ibu kandungnya harus dipisah.
Martanty kemudian tinggal sampai lulus SMP tahun 1974. Saat itu dirinya dan neneknya ikut pindah ke Malang, Jawa Timur.
"Saat itu eyang putri masih wara wiri dan akhirnya tinggal di Malang. Terus ada yang jaga tapi akhirnya yang jaga ikut keluarganya dan mulai kosong 10 tahun yang lalu," ucap Martanty.