Sisi Lain Metropolitan
Cerita Pedagang Kopi Keliling Mencari Rezeki di Tengah Lautan Aksi, Sebongkah Berkah di Masa Pandemi
Pedagang minuman keliling yang akrab dipanggil Starbuck Keliling atau Starling, Alfarizi (22), sedang duduk di tepi jalan Gereja Santa Theresia.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, MENTENG - Lautan aksi unjuk rasa berarti rezeki bagi para pedagang kaki lima.
Di masa pandemi ini, mereka harus memutar otak agar bisa mencari sesuap nasi demi hidup anak istri di rumah.
Pedagang minuman keliling yang akrab dipanggil Starbuck Keliling atau Starling, Alfarizi (22), sedang duduk di tepi jalan Gereja Santa Theresia, Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu (14/11/2020).
Pemuda asal Pulau Madura itu beristirahat sembari menunggu pembeli datang menepi.
Selama pandemi, ia mengeluh sepi.
"Sebelum Corona, saya pulang sampai Magrib (udah bawa uang). Sekarang, sering baru pulang jam 12 malam," ungkapnya kepada TribunJakarta.com.
Namun, saat demo mahasiswa menolak UU Cipta Kerja yang baru disahkan pada Kamis (8/11/2020) silam berlangsung, ia mengaku bersyukur.
Sebab, ia bisa meraup untung lebih baik ketimbang hari-hari biasa di masa pandemi.
Meski, untungnya juga tak sebesar di waktu normal dulu.
"Alhamdulilah, meski lagi Corona tapi diganti jadi demo mahasiswa. Banyak orang yang beli minuman es," sambungnya.
Pemuda lulusan SMP ini pun sampai membeli es beberapa kali karena kehabisan saat demo mahasiswa.

Ia sampai membeli dua bungkus es di Warung Tegal dekat Stasiun Gondangdia untuk cadangan es.
"Sehari dapat Rp 150 ribu itu bersih pas hari demo. Buat makan ya Rp 50 ribu. Sisanya disimpan. Kalau di masa pandemi, paling bersih Rp 50 ribu. Berkah buat saya pas demo," lanjut pria yang baru tiga bulan jadi pedagang starling itu.
Dari berdagang minuman keliling, Alfarizi membantu roda perekonomian orangtuanya agar bisa berputar di kampung dengan mengirim uang tiap bulan.
Sebab, lanjutnya, ibunya hanya seorang petani kecil sedangkan ayahnya tak bekerja lantaran sakit.
"Seandainya bapak kerja di sini bisa bantu ibu di Kampung. Tapi bapak saya sakit-sakitan. Jadi saya harus bantu mereka," katanya.
Mualim (44) pedagang starling di Jalan Dr Ratulangi, Menteng, mendapatkan keuntungan yang tak jauh beda dengan Alfarizi.
Pria asal Lampung ini mendapatkan cuan lebih baik saat ada unjuk rasa.
Ia mengaku mengantongi penghasilan bersih Rp 200 ribu dari yang biasanya hanya Rp 100 ribu.
"Biasanya yang beli hanya ojek online langganan aja. Tapi pas Hari Kamis alhamdulilah. Dapat Rp 200 ribu bersih sehari," ceritanya.
Saat demo mahasiswa, ia tidak berada benar-benar di pusat unjuk rasa.
Mangkal depan Bank BNI di Jalan Menteng Raya saja, ia sudah dikerubungi banyak pembeli.
"Yang lebih banyak pembeli pas demo mahasiswa, kalau demo kemaren banyak juga yang beli tapi lebih rusuh," ujarnya.
Dari penghasilannya sebagai pedagang starling, ia menghidupi dua anaknya yang masing-masing berusia satu tahun dan enam tahun.
Ahmad Rivai (29), biasanya berdagang minuman keliling di depan Bank Sinar Mas, Kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Di masa pandemi, ia harus pindah pangkalan karena sepi pembeli.
Namun, ia mendapatkan cuan saat demonstrasi mahasiswa.
"Alhamdulilah pas demo mahasiswa banyak yang beli karena akhirnya enggak begitu rusuh dibanding yang kemaren ini," ujar pria satu anak itu.
Dua Sisi Mata Uang

Mencari rezeki pada saat demonstrasi bak dua sisi mata uang.
Satu sisi bawa berkah sisi lainnya malah bisa bawa petaka.
Itu yang dialami Alfarizi, Mualim dan Rivai, saat berjualan di tengah aksi seusai demonstrasi yang digelar elemen massa Anak NKRI penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja kemarin Selasa (13/11/2020).
Massa remaja yang menggelar demo susulan sempat bentrok dengan aparat kepolisian anti huru hara pascademo.
Celakanya, Rivai sedang menuju ke arah Kwitang dari Jalan Kebon Sirih saat bentrok di Kawasan Tugu Tani.
Pria asal Sumenep, Madura itu pun menyelamatkan diri. Namun, batu dari massa sempat melayang ke arahnya.
Beruntung, ia tidak kena melainkan tutup es yang dibawanya jadi korban.
"Saya menyelamatkan diri masuk ke Hotel Arya Duta. Tutup es saya rusak, nih enggak ada pegangannya kena lemparan batu," ujarnya.
Menurutnya, ia sudah terbiasa dengan tembakkan gas air mata.
Ia hanya waswas bila serangan itu datang dari massa. Soalnya, mereka melempar batu secara membabi buta.
"Kalau gas air mata sudah biasa. Kalau massa yang balas, saya takut. Batu bahaya bisa kena kepala," ucapnya.
Sedangkan Alfarizi nyaris terjatuh saat mengendarai sepeda di tengah lautan massa kemarin.
Sebab, sepedanya tersenggol-senggol massa yang lari berhamburan karena tembakkan gas air mata.
Mualim juga merasa waswas saat demo kemarin.
Ia menahan diri untuk tidak pulang ke rumah kontrakannya di kawasan Kwitang.
Sebab, di sana juga sempat terjadi bentrokan.
"Malem-malem istri kabarin saya. 'Jangan pulang dulu di Kwitang masih ramai'," katanya.
Kendati demikian, mereka tidak kapok berjualan lantaran jadi ladang rezeki biar dapur tetap ngebul.