Jeritan Pedagang Suvenir di Lenggang Jakarta Selama Pandemi Covid-19: Mencari Rp10 Ribu Saja Susah
Biasanya, Heri menjajakan suvenir berupa gantungan kunci di sekitaran Lenggang Jakarta, Monas
Penulis: Muhammad Rizki Hidayat | Editor: Erik Sinaga
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Muhammad Rizki Hidayat
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Hidup di Jakarta membuat Okta Heri Nasution (45) semakin sulit bertahan hidup lantaran pandemi Covid-19 berlangsung hampir setahun.
Bahkan mendapatkan uang Rp10 ribu saja sulitnya minta ampun.
Ditambah anak tiga yang masih sekolah dan istri yang cerewet meminta uang kepada pria berkepala plontos tersebut.
"Selama saya merantau, baru kali ini hal yang paling susah saya rasakan. Mencari sepuluh ribu saja susah," kata Heri, sapaannya, kepada TribunJakarta.com, di Monas, Minggu (1/11/2020).
"Buat cari makan sendiri saja sudah susah. Anak ada tiga sekolah semua. Rumah saya mengontrak. Istri juga mengandalkan saya," lanjutnya.
Biasanya, Heri menjajakan suvenir berupa gantungan kunci di sekitaran Lenggang Jakarta, Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.
Dia menjual Rp10 ribu untuk dua gantungan kunci berbentuk miniatur Monas.
Tapi semenjak Jakarta diserang Covid-19, seluruh suvenir milik Heri dijual dengan harga Rp2 ribu per gantungan kunci.
Itu juga sedikit pembeli. Bisa saja banyak pembeli jika Heri berjualan online jika dia mau.
Sayang, dia tak paham memanfaatkan internet untuk menjajakan produk dagangannya.
Alhasil, produk suvenir disimpan begitu saja di dalam tas dan beralih menjadi juru parkir liar di sekitaran Monas.
"Makanya saya nih menjadi juru parkir liar kadang-kadang. Tapi kadang ada orang kasar sama saya, padahal dikasih syukur tidak dikasih tidak apa-apa," beber Heri.
"Kadang-kadang saya diancam, tapi mau bagaimana lagi," lanjutnya.
"Daripada tidak ada uang. Juru parkir liar saja, yang jelas dikasih syukur tidak dikasih ya tidak masalah. Ada yang kasih Rp5 ribu, tapi lebih sering memberi Rp2 ribu," tambah Heri.