Kisah dari Ciliwung
Cari Ikan Sapu-sapu di Sungai Ciliwung, Nawan Pernah Raup 30 Kg Sehari
Hasil tangkapan ikan sebanyak itu diraup dengan penuh perjuangan. Sebab, ia harus seharian berada di Sungai Ciliwung
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Erik Sinaga
Sebelum disimpan, daging ikan itu harus dipisahkan dari badannya dan dibersihkan.
Bila sudah mencapai 40 kg sampai 50 kg, Nawan membawanya ke pemasok di sejumlah wilayah dengan mengendarai sepeda motor.
Biasanya, ia mengirimkannya tiga hari sekali ke kawasan Cileungsi dan Bekasi.
Dulu, harga per kilo ikan masih Rp 2.500. Saat ini per kilonya sudah Rp 14.500.
Nawan tak tahu pasti mau diapakan daging sapu-sapu yang dijualnya itu.
Ia menduga bakal dijadikan bahan untuk membuat jajanan berupa siomay atau cilok.
Namun, Nawan belum pernah mendengar daging ikan sapu-sapu yang dijualnya membuat orang lain keracunan.
"Kalau buat orang mabok (keracunan) enggak mungkin, kalau mabok saya sudah dipenjara. Saya udah 12 tahun makan ikan ini, banyak juga yang makan ikan ini. Sama pemerintah juga enggak melarang," jelasnya.
Petaka pernah merundung dirinya saat membawa daging ikan sapu-sapu ke Pemasok di kawasan Cileungsi.
Ia menjadi korban tabrak lari mobil sedan saat berkendara saat dini hari. Akibatnya, jari kaki kanannya patah.
Peristiwa itu diceritakan Masruah (40) saat ditemui di kediaman mereka yang terletak di bantaran sungai.
"Suami saya korban tabrak lari waktu jam 3 pagi saat membawa daging ikan ke Cileungsi. Dirawat di Rumah Sakit Fatmawati, tiga bulan tidak bisa kerja," ceritanya.
12 tahun menebar jala
Sungai Ciliwung menjadi sumber penghidupan bagi Nawan (47).
Sudah belasan tahun Warga Tanjung Barat tersebut bergantung dengan sungai berair keruh yang membelah Kota Jakarta.