Jendral Taiwan Sebut Negaranya Cuma Bertahan 2 Minggu Jika Perang dengan Cina, Ini Penjelasannya

Taiwan disebut-sebut hanya akan bertahan dua minggu jika terjadi perang melawan China di kawasan selat.

Editor: Kurniawati Hasjanah
(KOMPAS.com/SAKINA RAKHMA DIAH SETIAWAN)
Kawasan belanja Ximenting di Taipei, Taiwan, Selasa (19/2/2019). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Taiwan disebut-sebut hanya akan bertahan dua minggu jika terjadi perang melawan China di kawasan selat.

Hal itu diungkapkan oleh Letnan Jenderal Yeh Jen-wen, perwira angkatan laut dalam acara 32 tahun memberikan peringatan kepada Presiden Tsai Ing-wen. Yeh memperingatkan agar "tak bermain dengan api". 

Dikutip China Review, dia menyoroti kebijakan pemerintahan Tsai yang meningkatkan belanja senjata dengan Amerika Serikat (AS).

Salah satunya adalah pembelian sistem rudal Harpoon senilai US$ 2,37 miliar atau sekitar Rp 34 triliun, dilansir Newsweek Rabu (4/11/2020).

Kemudian pada Selasa (3/11/2020), Kementerian Luar Negeri AS menyetujui penjualan empat drone Reaper dengan harga US$ 600 juta (Rp 8,6 triliun).

FOLLOW JUGA:

Ini merupakan transaksi jual beli senjata kesepuluh yang terjadi antara Taiwan dengan AS sejak Presiden Donald Trump berkuasa pada 2017. 

Berdasarkan UU Relasi Taiwan, Washington berkewajiban untuk menyediakan senjata yang membuat pulau itu bisa mempertahankan diri.

Tetapi berdasarkan argumentasi Yeh, rudal Harpoon yang bisa menjangkau jarak hingga 241 kilometer bisa dianggap senjata agresif. 

"Pembelian terbaru terhadap Harpoon jelas mengancam kapal induk milik China dan upaya mereka untuk mengakses kawasan Pasifik," kata dia. 

Mantan wakil komandan di angkatan laut itu menuturkan, pemerintahan Tsai dan Trump secara sengaja sudah "memprovokasi" Beijing.

Yeh mengeklaim jika Harpoon itu sampai didatangkan dan dipasang di lepas pantai, "Negeri Panda" jelas bakal bertindak karena mereka merasa terancam.

Dia menjelaskan dinamika di Selat Taiwan kini bukan lagi masalah strategi, namun psikologi. Dia memprediksi Beijing bakal mengambil tindakan. 

Sang jenderal berkata politisi boleh mengucapkan sesuatu yang ambigu. Namun tidak dengan dunia militer, di mana dia takut perang bisa terjadi kapan saja.  

Menteri Pertahanan Yen De-fa menyatakan, mereka bisa menggerakkan sekitar 450.000 personel jika menghadapi perang dengan China di selat.

Yeh mencatat jumlah tersebut mencakup 185.000 tentara aktif dan 260.000 serdadu cadangan. Tapi dalam pandangannya, mereka masih kalah jumlah. 

"Taiwan hanya bisa bertahan selama dua minggu. Apakah kita mempunyai cukup pasukan? Kita harus mengajukan langkah hukum jika ingin kompetitif," paparnya. 

Yeh juga menyebut laporan terbaru Kementerian Pertahanan AS per September, di mana anggaran militer China lebih besar 15 kali lipat dari Taipei.

Dia bukan satu-satunya pejabat militer yang mengeluhkan kurangnya persiapan mereka jika sewaktu-waktu harus menghadapi gempuran Beijing

Mayor Jenderal Purnawirawan Hsiao Tien-liu berujar, pasukan mereka begitu kurang dalam hal persenjataan untuk mempertahankan selat. "Bagaimana seorang prajurit bisa berperang jika dia tak punya cukup peralatan? Apakah mereka harus bertempur dengan sapu?" keluhnya.

Selat Taiwan, titik nyala yang paling berbahaya

Perangkap tank di pantai Pulau Kinmen adalah penanda yang jelas, bahwa Taiwan hidup di bawah ancaman invasi China terus menerus. 

Dan, ketakutan akan pecahnya konflik Taiwan-China sekarang mencapai titik tertinggi dalam beberapa dekade.

Taiwan belajar untuk hidup dengan peringatan dari Beijing bahwa China siap dan bersedia untuk merebut tempat yang mereka pandang sebagai bagian dari wilayahnya.

Tetapi, latar belakang statis itu telah mencapai tingkat yang sulit untuk diabaikan baru-baru ini, dengan jet tempur China sekarang menyeberang ke zona pertahanan Taiwan pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

China marah pada Taiwan dan bertindak semakin brutal

 Lalu, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) merilis propaganda yang mensimulasikan invasi Taiwan, bahkan serangan terhadap pangkalan Amerika Serikat di Guam.

Sejak pertengahan 1990-an, ketika China menembakkan rudal ke Selat Taiwan pada saat-saat ketegangan yang meningkat, suara "pedang" itu sekarang kembali terdengar begitu keras.

Duduk di bawah paviliun di National Quemoy University di Kinmen, mahasiswa baru Wang Jui-sheng mengatakan, ia merasa lebih dari sedikit gelisah.

"China marah pada Taiwan dan bertindak semakin brutal," katanya kepada AFP seperti dilansir Channel News Asia

"Saya khawatir tentang kemungkinan konflik militer antara kedua belah pihak, bahkan mungkin dalam waktu dekat," ujar dia.

Kinmen yang berpenduduk 140.000 jiwa terletak hanya 3,2 km dari China daratan dan dikuasai pasukan Nasionalis pada akhir perang saudara pada 1949 yang membentuk China dan Taiwan.

Ian Easton, penulis buku tentang perang, menyebutkan, dunia mengabaikan ketegangan yang berputar-putar di Selat Taiwan karena risikonya.

"Ini adalah titik nyala yang paling berbahaya, paling tidak stabil, dan paling berpengaruh di planet ini," kata Senior Director Project 2049 Institute, sebuah lembaga think tank yang mengkhususkan diri dalam urusan China-Taiwan, kepada AFP, seperti Channel News Asia lansir.

Apalagi, Presiden China Xi Jinping pernah menggambarkan pengambilalihan Taiwan sebagai "persyaratan tak terelakkan untuk peremajaan besar rakyat China", sebuah proyek yang ingin Beijing selesaikan pada 2049, tepat seratus tahun berdirinya Tiongkok.

Selama perjalanan bulan lalu ke pangkalan militer PLA, Xi mengatakan kepada pasukan untuk "mempersiapkan perang".

James Fanell, mantan direktur intelijen angkatan laut untuk Armada Pasifik AS, yakin China akan pindah ke Taiwan dalam beberapa bentuk dalam 10 tahun ke depan.

"Kenyataannya adalah China selalu punya rencana dan mereka berada di garis waktu," ujarnya, yang kini bergabung dengan Pusat Kebijakan Keamanan  Jenewa, kepada AFP seperti dilansir Channel News Asia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jenderal Taiwan Sebut Negaranya Hanya Bisa Bertahan 2 Minggu jika Perang dengan China" & Kontan dengan judul Selat Taiwan, titik nyala yang paling berbahaya

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved