Polisi Periksa Pelajar dan Guru Terkait Kasus Ujaran SARA Pemilihan Ketua OSIS SMAN di Jakarta Timur

Proses hukum kasus dugaan ujaran suku, ras, agama, antargolongan (SARA) yang dilakukan oknum guru satu SMAN di Jakarta Timur berinisial TS bergulir.

Penulis: Bima Putra | Editor: Wahyu Septiana
Istimewa
Pelajar Bhineka Tunggal Ika membuat laporan atas kasus percakapan rasis yang dilakukan oknum guu SMA 58 ke Polres Metro Jakarta Timur, Senin (2/11/2020) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA - Proses hukum kasus dugaan ujaran suku ras agama antargolongan (SARA) yang dilakukan oknum guru satu SMA Negeri di Jakarta Timur berinisial TS terus bergulir.

Wakil Kepala Satreskrim (Wakasatreskrim) Jakarta Timur AKP Suardi Jumaing mengatakan pihaknya sudah rampung melalukan pemeriksaan awal terhadap murid yang melaporkan kasus.

"Guru yang jadi terlapor juga sudah kita periksa. Terlapor datang setelah kita panggil untuk pemeriksaan sebanyak empat kali," kata AKP Suardi Jumaing di Mapolres Jakarta Timur, Senin (9/11/2020).

Namun dia tak membeberkan hasil pemeriksaan sementara terhadap murid yang berstatus pelapor dan guru yang dilaporkan dalam kasus ini.

Hanya bahwa proses masih dalam penyelidikan guna menentukan ada tidaknya unsur tindak pidana UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE) yang dilaporkan.

"Kita juga belum lakukan klarifikasi saksi-saksi, seperti kepala sekolah dan lainnya. Baru pelapor dan terlapor, pelapornya ini satu orang. Bukan atas komunitas, pelapor masih pelajar," ujarnya.

Dalam kasus yang menjerat TS, Suardi menuturkan kasus ditangani Unit Kriminal Khusus (Krimsus) Satreskrim Polrestro Jakarta Timur karena terkait UU ITE.

Wakasatreskrim Polrestro Jakarta Timur AKP Suardi Jumaing saat memberi keterangan di Mapolrestro Jakarta Timur, Senin (9/11/2020).
Wakasatreskrim Polrestro Jakarta Timur AKP Suardi Jumaing saat memberi keterangan di Mapolrestro Jakarta Timur, Senin (9/11/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

Pasalnya TS mengajak murid-muridnya agar tidak memilih calon Ketua Osis beda agama lewat pesan di satu grup WhatsApp sekolah yang diikutinya.

"Tapi karena pelapornya masih anak jadi saat pemeriksaan mendapat pendampingan dari Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) dan didampingi kuasa hukumnya," tuturnya.

Sebelumnya, dalam satu grup WhatsApp SMAN tempatnya mengajar TS meminta para murid agar tidak memilih calon ketua OSIS yang bukan beragama Islam.

"Assalamualaikum. Hati-hati memilih ketua Ois Paslon 1 dan 2 Calon non Islam. Jadi tetap walau bagaimana kita mayoritas harus punya ketua yang se-Aqidah dengan kita," tulis TS dalam tangkapan layar percakapan di grup WhatsApp yang beredar.

TS juga menuliskan "Mohon doa dan dukungannya untuk Paslon 3. Mohon doa dan dukungannya untuk Paslon 3. Awas Rohis jangan ada yang jadi pengkhianat ya,".

Akibat ujaran tersebut TS disangkakan Pasal 28 ayat 2 UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) no 11 tahun 2008, lalu pasal 156 dan 157 KUHP.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved