Populasi Orangutan Sumatera yang Dijual Pria di Bekasi Tersisa 13 Ribu Ekor

Hewan tersebut merupakan hewan langka yang dilindungi. Apalagi populasinya kini tinggal belasan ribu ekor.

Penulis: Annas Furqon Hakim | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim
Sejumlah hewan langka seperti Burung Beo Nias dan bayi Orangutan yang diamankan polisi dari tersangka YI, Kamis (28/1/2021). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim

TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Seorang pria di Bekasi, Jawa Barat, berinisial YI ditangkap polisi karena memperjualbelikan bayi Orangutan Sumatera (Pongo Abelii).

Padahal, hewan tersebut merupakan hewan langka yang dilindungi. Apalagi populasinya kini tinggal belasan ribu ekor.

Data itu dibeberkan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkunga Hidup dan Kehutanan, Wiratno.

"Orangutan Abelii ini salah satu memang yang dilindungi oleh Undang-Undang. Populasinya sekitar 13.000 ekor," kata Wiratno di Polda Metro Jaya, Kamis (28/1/2021).

Orangutan tersebut, jelas Wiratno, tersebar di Sumatera bagian utara, Taman Nasional Leuser, dan Tapanuli.

Menurutnya, Orangutan Sumatera penting untuk dilindugi. Bukan hanya populasinya yang tinggal sedikit, tapi juga perannya untuk menjaga kelestarian hutan.

"Orangutan ini penting dilindungi karena dia sebetulnya hidup arboreal di puncak-puncak pohon, selalu bergerak kira-kira 5 Km per hari. Sambil bergerak, dia makan buah, bijinya dibuang," terang Wiratno.

"Makanya dia itu true forest rehabilitation actor. Itu juga salah satu spesies ikonik di Indonesia," tambahnya.

Selain Orangutan, tersangka YI juga menjual hewan langka lainnya seperti Burung Beo Nias dan Lutung Jawa.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, pihaknya akan menyelidiki kemungkinan hewan-hewan langka ini diselundupkan ke luar negeri.

"Apakah kemungkinan ada kejahatan lintas negara? Nanti kita akan dalami semuanya, apakah akan diselundupkan ke luar negeri nanti akan kita kembangkan," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Kamis (28/1/2021).

Polisi menduga tersangka YI bukan pemain tunggal. Dengan kata lain, praktik jual beli hewan langka ini dilakukan oleh suatu jaringan, bukan perorangan.

"Karena pasti ada hulunya darimana dia mendapatkan binatang ini, karena diduga ini satu jaringan tertentu. Kami akan mencari sampai ke atas karena ini sudah merusak," tutur Yusri.

Ia menjelaskan, YI tergabung dalam komunitas pecinta satwa di media sosial Facebook dan Whatsapp Group.

Dari grup tersebut, tersangka mencari orang-orang yang memiliki hewan langka untuk dibeli dan dijual kembali dengan harga tinggi.

"Di situ pelaku mencari siapa yang miliki binatang langka ini, dan dia siap membeli," ujar Yusri.

Setelahnya, tersangka kembali mencari pembeli hewan langka melalui media sosial.

Jika ada yang memesan, ia menyiapkan hewan langka dan mengajak calon pembeli bertemu di suatu tempat.

"Pintarnya, dia tidak menyiapkan secara langsung karena takut. Tiga sampai lima hari baru disiapkan dan baru ada pembayaran sesuai perjanjian," tutur Yusri.

Dalam melancarkan aksinya, tersangka berkamuflase sebagai pedagang burung.

Ia memiliki kios burung di Jalan Raya Sukatani, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

"Dia (tersangka) punya kios hewan biasa (tidak dilindungi). Itu sebagai kamuflase dari tersangka untuk menghindari petugas," kata Yusri.

Ia menambahkan, YI menyimpan hewan-hewan langka yang hendak dijual di halaman belakang kiosnya.

"Jadi kita temukan ini di belakang kiosnya. Di depan hanya hewan biasa, tapi di belakang berhasil kita amankan beberapa hewan langka," ucap dia.

Bendungan Katulampa Siaga 3 Imbas Kawasan Puncak Diguyur Hujan

Baru Terulang Setelah 46 Tahun, Malam Tanpa Bayangan Bulan Terjadi di Atas Kabah Malam Nanti

Prediksi Cuaca dari BMKG, Jumat 29 Januari 2021: Waspada 2 Wilayah Ini Berpotensi Angin Kencang

Dari penjualan hewan langka, YI mendapat keuntungan beragam, mulai Rp 1 juta hingga Rp 10 juta.

YI kini mendekam di Rutan Polda Metro Jaya. Ia dijerat Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. 

"Kita lapis di pasal 21 di Undang-Undang Nomor 5. Untuk sudah kita lakukan penahanan, kami masih mengembangkan terus karena pasti ada hulunya darimana dia mendapatkan binatang ini," tutur Yusri.
 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved