Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

Pantang Mundur Walau Dicecar, Ketua KNKT Maju Terus Sampai CVR SJ 182 Ketemu di Malam Terakhir

Empat hari pengerukan lumpur pada area pencarian seluas 90 x 90 meter di perairan Kepulauan Seribu masih tak membuahkan hasil

Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono di Dermaga JICT II, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (31/3/2021). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino

TRIBUNJAKARTA.COM, TANJUNG PRIOK - Proses pencarian black box cockpit voice recorder (CVR) Sriwijaya Air SJ-182 yang membutuhkan waktu dua bulan sejak ditutupnya operasi SAR pada 21 Januari 2021, hampir membuat tim yang bertugas putus asa.

Selama dua bulan sejak hari itu, tim gabungan di bawah koordinasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terus bergerak melakukan pencarian di perairan Kepulauan Seribu.

Namun, sampai sekitar 1,5 bulan pencairan, pengerahan puluhan kapal serta sejumlah penyelam tak membuahkan hasil.

Tim gabungan lantas rehat sejenak selama sepekan.

Sembari beristirahat, tim melakukan evaluasi soal metode pencarian sambil mencari-cari cara baru bagaimana menemukan CVR tersebut.

Hal itu diceritakan Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dalam konferensi pers penemuan black box CVR Sriwijaya Air SJ-182.

"Kami istirahat satu minggu, terus kita mengevaluasi, kira-kira metode apalagi yang bisa kita gunakan di dalam pencarian black box itu," kisah Soerjanto di Dermaga JICT II, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (31/3/2021).

Dari hasil diskusi, diputuskan bahwa pencarian lanjutan akan mengerahkan kapal penghisap lumpur.

Menggunakan Kapal Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD) King Arthur 8, pencarian lanjutan digelar mulai Kamis (25/3/2021) lalu dan ditargerkan selesai pada Selasa (30/3/2021) malam kemarin.

Nyatanya, lanjut Soerjanto, pencarian menggunakan kapal penghisap lumpur tak semudah yang dibayangkan.

Empat hari pengerukan lumpur pada area pencarian seluas 90 x 90 meter di perairan Kepulauan Seribu masih tak membuahkan hasil.

CVR belum juga ditemukan hingga Senin (29/3/2021) malam, hingga tak sedikit rekan-rekan Soerjanto menyecarnya dengan pertanyaan bernada keputusasaan.

"Setelah tiga empat hari kita beroperasi, kok belum ketemu. Ini kita berpikir metode apalagi yang akan kita gunakan untuk mencari CVR," ucap Soerjanto.

"Saya sempet ditanya temen-temen, 'Sur, kalo CVR-nya nggak ketemu bagaimana?'," katanya.

Dicecar pertanyaan tersebut, Soerjanto enggan menyuarakan jawabannya.

Ia mengaku belum siap menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Di sisi lain, Soerjanto sudah mengerahkan semua tenaga dan pikirannya demi menemukan komponen utama untuk mengungkap penyebab kecelakaan SJ-182 tersebut.

"Saya bilang 'saya nggak bisa jawab, saya belum siap menjawab kalau CVR-nya nggak ketemu'. Apapun usahanya, sampai nanti kita menyerah semuanya, baru saya akan mengatakan tidak sanggup," kata Soerjanto.

Di tengah terkurasnya seluruh tenaga dan pikiran, Soerjanto pantang mundur.

Ia maju terus dengan semangat serta keyakinan, dilengkapi haturan doa-doa seluruh tim gabungan.

Sampai akhirnya, pada Selasa (30/3/2021) malam kemarin, kabar baik sampai ke telinganya.

Kapal TSHD King Arthur 8 yang bertugas mengeruk lumpur dengan kedalaman 1 meter akhirnya bisa menemukan black box CVR SJ-182 pada pukul 20.00 WIB.

Kotak hitam itu ditemukan tak jauh dari lokasi ditemukannya black box flight data recorder (FDR) atau perekam data penerbangan pada Selasa (12/1/2021) silam.

"Sampai saat kemarin temen-temen bilang, 'Pak ini sudah hari terakhir pencarian dengan kapal ini'. Kita sama-sama berdoa, mudah-mudahan bisa ditemukan," kata Soerjanto.

"Alhamdulillah, tadi malam yang merupakan malam terakhir di dalam pencarian lanjutan ini, bisa kita temukan CVR ini," ucapnya.

Usai ditemukan, back box CVR Sriwijaya SJ-182 langsung dibawa ke laboratorium KNKT untuk proses pembacaan data.

Pembacaan data CVR Sriwijaya Air SJ-182 tersebut memakan waktu 3-7 hari.

Setelahnya, tim dari KNKT akan membuat transkrip data dari CVR untuk dicocokan dengan data dari black box yang telah ditemukan sebelumnya, yakni flight data recorder (FDR) alias perekam data penerbangan.

Data dari CVR akan membuka tabir pembicaraan dalam kokpit antara pilot dan kopilot sebelum kecelakaan terjadi.

"Sehingga kita bisa menganalisa kenapa data dari FDR kok seperti ini, dan bagaimana situasi di kokpitnya. Tanpa CVR, memang di dalam kasus Sriwijaya SJ-182 ini akan sangat sulit menentukan penyebabnya," ucap Soerjanto.

Seperti diberitakan sebelumnya, pesawat Sriwijaya SJ-182 rute Jakarta-Pontianak dilaporkan hilang kontak pada Sabtu (9/1/2021) sore sekitar pukul 14.40 WIB.

Pesawat jatuh di kawasan Kepulauan Seribu, antara Pulau Lancang dan Pulau Laki, tepatnya pada koordinat 05°57’47.81’’ S – 106°34’10.76’’ E.

Pesawat yang bertolak dari Bandara Soekarno-Hatta tersebut mengangkut 62 penumpang, terdiri dari 6 awak aktif, 40 orang dewasa, 7 anak-anak, 3 bayi, dan 6 awak sebagai penumpang.

Baca juga: Black Box CVR Sriwijaya Air SJ-182 Ditemukan dengan Kapal Penghisap Lumpur: Penyelam Tidak Sanggup

Baca juga: Ikuti Vaksinasi Covid-19 di Wihara Dharma Bhakti, Ratusan Lansia Pulang Tenteng Sembako

Baca juga: Wanita Tunarungu Jadi Korban Pemerkosaan, Diduga Dicekoki Pil Perangsang:Polisi Lakukan Penyelidikan

Adapun operasi SAR kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 resmi ditutup pada Kamis (21/1/2021) atau setelah 13 hari berjalan.

Sampai hari terakhir operasi SAR, total temuan yang sudah didapatkan tim SAR selama 13 hari meliputi 325 kantong berisi bagian tubuh korban, 68 kantong serpihan kecil pesawat, dan 55 potongan besar pesawat.

Selain itu, temuan penting lainnya ialah black box perekam data penerbangan atau flight data recorder (FDR) yang sudah didapatkan penyelam pada Selasa (12/1/2021) lalu.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved