Sisi Lain Metropolitan

Cerita 2 Wanita Pembersih Makam di TPU Menteng Pulo Jelang Puasa: Cari Tambahan Rezeki Bantu Suami

Pemandangan tak biasa itu dimanfaatkan oleh Siti Romlah (38) dan Sri (43) untuk mengais rezeki sebagai pembersih makam musiman.

Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Septiana
TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS
Suasana TPU Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan jelang bulan Ramadan pada Minggu (11/4/2021). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas

TRIBUNJAKARTA.COM, TEBET - Matahari bersinar terik menyinari Pemakaman Menteng Pulo di akhir pekan siang itu.

Sengatan sinarnya terasa memanggang kulit. Meski bermandikan peluh oleh rasa panas yang membekap tubuh, tak membuat para peziarah mengurunkan niatnya untuk menyambangi makam.

Menjelang bulan Ramadan pada Minggu (11/4/2021), suasana pemakaman kala itu ramai ingar bingar peziarah meski Pandemi Covid-19 belum usai.

Pemandangan tak biasa itu dimanfaatkan oleh Siti Romlah (38) dan Sri (43) untuk mengais rezeki sebagai pembersih makam musiman.

Kedua perempuan itu terlihat memegang gagang sapu di sekitar TPU. Begitu peziarah datang, ia menghampiri dan langsung menyapu makam.

Suasana TPU Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan jelang bulan Ramadan pada Minggu (11/4/2021).
Suasana TPU Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan jelang bulan Ramadan pada Minggu (11/4/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Peziarah yang datang kerap memberikan sejumlah uang kepada para pembersih makam itu.

Siti mengatakan ia sudah menjadi pembersih makam musiman sejak kecil. Dalam sehari, warga asli Menteng Dalam itu meraup sekitar Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu.

Baca juga: Cerita Tukang Gali Kubur di TPU Perwira Bekasi, Pernah Digigit Ular Kobra hingga Tangan Membusuk

Baca juga: Hasan Merugi Rp 100 Juta Gegara 14 iPhone Digasak Pegawai Sendiri

Baca juga: Jadi Korban Pembunuhan, Jenazah Putra Ditolak Warga dan Istri Dimakamkan, Terungkap Penyebabnya

Setiap diberikan uang, Sri membagi kepada sejumlah anak yang turut membersihkan makam

"Saya enggak bersihkan sendirian. Kan namanya lagi ramai begini, pasti bareng bersihinnya," ujarnya kepada TribunJakarta.com pada Minggu (11/4/2021).

Ketika ada rombongan peziarah yang baru tiba di makam, Siti bersama pembersih makam yang lain langsung mendekat mereka.

Mereka langsung menyapu sekitar makam, memotong rumput hingga menyediakan gembor berisi air.

"Ketika peziarah datang, kita langsung nyamperin makam dan bersih-bersih. Nyapu, mangkas rumput sampai nyedian air. Tapi kalau peziarah enggak berkenan, kita disuruh minggir. Kita pun juga enggak maksa," lanjut ibu anak empat itu.

Ketimbang awal pandemi tahun lalu, pendapatan saat ini lebih baik. 

Ia mengaku pekerjaan ini buat tambahan sehari-hari untuk membantu suaminya.

"Suami saya kuli, jadi saya bantu untuk keluarga juga," tambahnya.

Sri pun senada dengan Siti. Ia memanfaatkan momen jelang Ramadan ke TPU Menteng Pulo demi mencari tambahan uang.

Baca juga: Jadi Korban Pembunuhan, Jenazah Putra Ditolak Warga dan Istri Dimakamkan, Terungkap Penyebabnya

Sri sudah ikut-ikutan membersihkan makam sejak dua tahun yang lalu. Ia mengharap uang dari para peziarah yang datang. 

Sama seperti Siti, uang yang diterima Sri dibagi juga dengan sesama pembersih makam yang membantu.

Rata-rata seharian membersihkan makam, ia meraup Rp 100 ribu. 

"Ya alhamdulilah, walaupun sedikit tapi ada pemasukan buat makan," ujarnya.

Bila tidak menjadi pembersih makam, Sri sehari-hari bekerja sebagai tukang jamu keliling.

Baca juga: Pemerintah Kota Tangerang Belum Tentukan Lokasi Check Point Penyekatan Mudik Lebaran

Sebab, suaminya yang bekerja menjadi kuli di sebuah rumah sakit memiliki gaji yang kecil.

"Kalau aku enggak bantu, om, di Jakarta mau makan apaan?" pungkasnya.

Cerita Gino, Penjaga Makam: Sedang Nabung Kuliah Anak S2

Dinaungi sebuah pohon Kamboja nan rindang, Gino (70) duduk di tepi sebuah makam di Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan.

Sembari melepas lelah, penjaga makam itu bercerita saat ini pendapatannya mengurus makam lebih baik ketimbang awal Pandemi Covid-19 tahun lalu.

Baca juga: Cerita Tukang Gali Kubur di TPU Perwira Bekasi, Pernah Digigit Ular Kobra hingga Tangan Membusuk

Bagi Gino dan sesama penjaga makam lainnya, momen ini menjadi titik balik untuk menuai rezeki. 

Meski sudah memasuki usia senja, kakek asal Desa Bekonang, Sukoharjo, Jawa Tengah tersebut masih terlihat gigih menjaga dan membersihkan makam.

Siang yang terik itu, Gino terlihat masih kuat mondar-mandir dipanggil peziarah yang datang untuk menanyakan terkait kondisi makam.

Bisa dibilang, kakek bertubuh kurus itu termasuk petugas makam yang paling tua di sana.

Maka tak heran, Gino kini sudah memiliki banyak sekali ahli waris yang meminta makamnya dibersihkan. Sudah ada 100-an lebih makam yang diurusnya.

Ia mengaku hafal semua para ahli waris. Makam-makam itu ditandai dengan nama inisialnya berwarna kuning di bagian belakang makam.

"Kalau tulisan GN berwarna kuning di makam, itu saya semua (yg urus)," ujar Gino dengan suara pelan kepada TribunJakarta.com.

Ahli waris membayar jasanya secara bulanan hingga tahunan. Ia tak pernah mematok tarif jasanya untuk membersihkan makam

Ia menerima berapa pun uang yang diberikan ahli waris. 

Pergi pulang dari Cilebut

Awalnya, Gino dan istrinya Sa'wanah Said (61) tinggal di kawasan Menteng Dalam, dekat TPU Menteng Pulo.

Kemudian pada tahun 1983, mereka pindah ke kawasan Cilebut, Jawa Barat. Sejak itu, Gino naik kereta api menuju TPU Menteng Pulo untuk bekerja menjadi penjaga makam.

"Mondar mandir naik kereta. Dari Cilebut berangkat jam 8 pagi," terangnya.

Sosok Gino, penjaga makam di TPU Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan pada Minggu (11/4/2021).
Sosok Gino, penjaga makam di TPU Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan pada Minggu (11/4/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Namun, berhubung menjelang Ramadan, Gino dan Sa'wanah menginap di rumah temannya di dekat TPU. 

Sebab, ia memperkirakan para peziarah sudah berdatangan sejak pagi.

Bisa Kuliahkan Anak

Gino memiliki lima anak. Dari kelima anak itu, anak bungsunya mengenyam bangku kuliah.

Dari pemberian para ahli waris, uang itu dikumpulkan untuk biaya kuliah anak perempuannya yang bernama Lutfi Wulandari (25). 

Pada tahun 2019, Lutfi berhasil lulus S1 jurusan Hukum di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung berkat hasil keringat ayahnya itu.

Gino mengatakan ia mengeluarkan kurang lebih Rp 7 juta setiap tahun untuk biaya hidup anaknya itu di Bandung.

Selepas lulus, Lutfi sempat diterima kerja di luar kota, tetapi Gino tak setuju. Ia menyarankan Lutfi untuk mencari kerja di Jakarta saja. 

Akan tetapi, anaknya belum mendapatkan kerja karena terhalang situasi pandemi. 

Istri Gino, Sa'wanah di TPU Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan pada Minggu (11/4/2021).
Istri Gino, Sa'wanah di TPU Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan pada Minggu (11/4/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Sa'wanah, yang saat itu sedang menemani suaminya bekerja, menambahkan Gino tak ingin anaknya itu bekerja terlalu jauh.

Untuk mengisi kekosongan waktu, anaknya aktif mengikuti kegiatan di Karang Taruna.

Lutfi sempat menjadi petugas sensus penduduk di permukiman sembari mencari kerja.

"Dia aktif di karang taruna dekat rumah. Sempat jadi petugas untuk mendata warga," ungkapnya.

Anaknya juga memilki cita-cita lain. Lutfi berniat meneruskan kuliah S2 Hukum untuk menjadi notaris. Namun, ia tersandung oleh biaya yang cukup mahal.

"Dia mau S2 juga, pengen jadi notaris katanya sih begitu, dia kerja sembari kuliah" lanjutnya.

Gino ingin mewujudkan cita-cita anaknya itu.

Saat ditanya tentang pendapatannya, ia menjawab bahwa sedang mengumpulkan uang untuk kuliah anaknya itu.

"Di Bandung dia sudah lulus S1. Sudah sarjana hukum, sekarang mau S2. Mau naik ke S2 ini mogok makanya saya tunda," ucap Gino.

Suasana pemakaman TPU Menteng Pulo jelang bulan Ramadan pada Minggu (11/4/2021).
Suasana pemakaman TPU Menteng Pulo jelang bulan Ramadan pada Minggu (11/4/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Sa'wanah memiliki alasan anaknya harus menempuh pendidikan bangku kuliah. Sebab, zaman dulu dengan saat ini jauh berbeda.

"Jaman dulu enggak harus pendidikan tinggi. Dulu enggak tinggi bisa jadi pegawai bank. Sekarang harus S1," ungkapnya.

Gigih dan Dibayar seikhlasnya

Gino tak pernah mematok tarif jasa kepada ahli waris. Berapapun yang diberikan mereka diterima Gino dengan ikhlas. 

Bahkan, Gino ikhlas ketika ahli waris yang kelihatan mampu, tetapi hanya membayar Rp 30 ribu per tahun untuk biaya perawatan makam.

Karena itu barangkali yang membuat banyak ahli waris memintanya untuk mengurus makam.

"Saya sih enggak pernah patokin. Seikhlasnya aja," ujarnya.

Padahal, banyak penjaga makam yang memasang tarif untuk mengurusi makam.

Keikhlasannya itu malah berbuah cibiran oleh temannya. 

"Ah lo Rp 10 ribu doang malah lo ambil," ucap Gino menirukan suara cibiran itu.

Namun, ia tak mengambil pusing cibiran itu. Malahan, uang seikhlasnya itu sedikit demi sedikit terkumpul dan bisa menyekolahkan anaknya sampai kuliah.

"Alhamdulilah berkah. Buktinya di sini yang dapet gede-gede uangnya, anaknya enggak disekolahin. Mereka sayang dapet duit, buat foya-foya main cewek. Kalau saya dapat uang buat pendidikan anak," ceritanya.

Baca juga: Cerita Tukang Gali Kubur di TPU Perwira Bekasi, Pernah Digigit Ular Kobra hingga Tangan Membusuk

Sa'wanah mengatakan suaminya itu merupakan orang yang gigih. Meski sudah sepuh, ia tetap ingin bekerja.

"Dia orangnya gigih, kalau disuruh diam enggak mau," lanjutnya. 

Dari hasil bersih-bersih makam, Gino dan Sa'wanah ingin anaknya bisa terangkat derajatnya lewat pendidikan.

"Punya anak (lima), jadi lah setidaknya satu," pungkas Sa'wanah.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved