Sisi Lain Metropolitan
Sepenggal Kisah di Rumah Achmad Soebardjo di Mata Sang Anak: Dijaga Pemuda dengan Bambu Runcing
Ada banyak pengalaman yang terkenang di benak Laksmi Pudjiwati Insia (85) tentang mendiang ayahnya, Achmad Soebardjo semasa hidup.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Septiana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, MENTENG - Ada banyak pengalaman yang terkenang di benak Laksmi Pudjiwati Insia (85) tentang mendiang ayahnya, Achmad Soebardjo semasa hidup.
Anak sulung dari lima bersaudara ini bersedia berbagi sekelumit kisah kepada TribunJakarta.com di kediamannya di Jalan Cikini Raya No. 82, Menteng, Jakarta Pusat.
Sebagian besar orang tentu sudah mengetahui peristiwa Rengasdengklok. Namun, Laksmi mengenang situasi saat ditinggal ayahnya pergi ke Rengasdengklok menjemput Bung Karno dan Bung Hatta.
Berdasarkan kesaksian Laksmi, sehari sebelum proklamasi kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1945, halaman depan rumah Achmad Soebardjo dijaga ketat oleh sejumlah pemuda dan mahasiswa.
Kala itu, Laksmi masih berusia sekitar 9 tahun.

"Waktu mau kemerdekaan, tanggal 16 Agustus malam, ayah saya enggak tidur. Beliau ke Rengasdengklok. Di sini kita dijaga oleh pemuda-pemuda dengan bambu runcing. Para pemuda dan mahasiswa," kenangnya kepada TribunJakarta.com pada Jumat (17/4/2021).
Diantar oleh Yusuf Kunto ke Rengasdengklok, Achmad Soebardjo berusaha meyakinkan golongan pemuda untuk memproklamasikan kemerdekaan di Jakarta.
Baca juga: Sempat Dikira Pembeli, Warga Pulau Kelapa Kaget Lihat Makhluk Ini Masuk ke Warungnya
Baca juga: Karier Melejit Usai Kenal Lesti Kejora, Rizky Billar Ungkap Ada Artis yang Iri Dengannya: Kelihatan
Baca juga: Hindari Kerumunan, Masjid Cut Meutia Tak Akan Gelar Buka Puasa Bersama di Bulan Ramadan
Achmad Soebardjo pun sampai mempertaruhkan nyawanya agar golongan muda yakin bahwa proklamasi kemerdekaan akan segera diumumkan besok harinya.
Menjadi Kantor Kemenlu Pertama sekaligus tempat tinggal
Usai Indonesia merdeka, Soekarno dan Hatta menujuk Achmad Soebardjo sebagai menteri luar negeri pertama Indonesia.
Achmad Soebardjo merintis dari nol.
Ia tak memiliki kantor sendiri demi menjalankan tugasnya untuk negeri yang masih seumur jagung itu.

Ia kemudian menjadikan rumah pribadinya sebagai Kantor Kementerian Luar Negeri pertama.
"Waktu itu, belum ada kementerian luar negeri. Jadi rumah ini dijadikan kantor Deplu (sekarang Kementrian Luar Negeri) pertama," ujar Laksmi.
Laksmi melanjutkan kantor Kemenlu pertama ini sekaligus rumah tinggal bagi keluarga Achmad Soebardjo.
"Kantor di dalam rumah, habis mau cari tempat lain belum ada," lanjutnya.
Ia juga mengenang setelah kemerdekaan Indonesia diumumkan, banyak sekali tamu-tamu asing serta wartawan asing menyambangi rumah Achmad Soebardjo.

Semasa Soebardjo menjabat menteri luar negeri, rumah ini kerap mengundang duta-duta besar untuk menghadiri acara makan bersama.
Laksmi dan ayahnya juga sering mengadakan konser di bagian belakang rumah yang tampak megah layaknya concert hall mini dengan kolam air di bagian diniding.
Achmad Soebardjo terkenal piawai bermain biola sedangkan Laksmi mahir bermain piano.
"Yang terkesan itu, ayah saya aktif sekali. Di rumah ini sering mengadakan konser. Ayah saya bermain biola, saya bermain piano," ujarnya.
Laksmi menambahkan sesudah dijadikan kantor kemenlu, rumah ini pernah menjadi tempat tinggal sementara Idris Sardi.
Maestro biola Indonesia, Idris Sardi memiliki hubungan yang dekat dengan Achmad Soebardjo.

"Idris Sardi pernah in de kost di sini," ungkap Laksmi.
Dilansir dari Kompas.com, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, sempat menyambangi rumah berlanggam kolonial tersebut pada tahun 2016 silam. Untuk merekrut pegawai, Achmad Soebardjo kala itu memasang iklan di surat kabar Harian Asia Raja.
"Siapakah yang ingin menjadi pegawai departemen luar negeri?" begitu bunyi lowongan kerja di harian itu.
Dalam hitungan hari, sebanyak 10 orang bergabung. Lima orang dijadikan sekretaris dan lima lainnya mengemban tugas administratif.
"Soebardjo melakukan proses rekrutmen untuk mencari staf yang dapat membantu. Dalam satu hari dia mendapatkan 10 orang yang mau mendaftarkan diri sebagai staf," ujar Retno.
Baca juga: Berjalan 3 Bulan, 70 Ribu Warga Kota Tangerang Sudah Divaksin Covid-19
Retno sempat melemparkan pandangan ke seluruh sudut ruangan sebelum duduk di belakang meja kerja itu.
"Saya terharu, rasanya ingin menangis. Secara khusus saya memang menginginkan peringatan ulang tahun Kementerian Luar Negeri RI ini diperingati di kediaman bapak Achmad Soebardjo," ujar Retno kepada seluruh staf Kementerian Luar Negeri dan wartawan yang berada di dalam ruangan.
Kini, rumah yang sempat dijadikan Kantor Kementrian Luar Negeri pertama RI itu dijual.
Kita bisa melihatnya di akun media sosial @kristohouse.
Dalam iklan itu tertera harga jual dari rumah Achmad Soebardjo seharga Rp 200 miliar dengan luas 2.916 meter dan luas bangunan 1.676 meter. Laksmi mengatakan rumah ini bukan milik pemerintah melainkan pribadi. Ia memegang Sertifikat Hak Milik (SHM) rumah tersebut.
Baca juga: Sempat Dikira Pembeli, Warga Pulau Kelapa Kaget Lihat Makhluk Ini Masuk ke Warungnya
Dalam iklan itu juga tertulis bahwa gedung ini bisa potensial untuk dibangun 8 lantai lantaran masuk ke dalam zona komersil.
Laksmi mengatakan biaya perawatan rumah megah bergaya kolonial ini terbilang besar sehingga pihak keluarga lama-lama sulit merawatnya lalu memutuskan untuk menjualnya.