Kekaisaran Sunda Nusantara

Trubus Minta Polisi Usut Unsur Tindak Pidana Kasus Kekaisaran Sunda Nusantara

Polri diminta mengusut unsur tindak pidana dalam kasus Kekaisaran Sunda Nusantara sebagaimana Sunda Empire dan Keraton Agung Sejagat

Penulis: Bima Putra | Editor: Wahyu Aji
zoom-inlihat foto Trubus Minta Polisi Usut Unsur Tindak Pidana Kasus Kekaisaran Sunda Nusantara
ISTIMEWA
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, DUREN SAWIT - Polri diminta mengusut unsur tindak pidana dalam kasus Kekaisaran Sunda Nusantara sebagaimana Sunda Empire dan Keraton Agung Sejagat pada tahun 2020.

Pakar Sosiologi Hukum Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah mengatakan unsur tindak pidana perlu diusut karena Kekaisaran Sunda Nusantara diduga melakukan pemberitahuan berita bohong.

Menurutnya klaim Sunda Nusantara sebagai bentuk Kekaisaran di Indonesia berpotensi menimbulkan keonaran atau kegaduhan di kalangan warga sehingga menimbulkan keresahan.

"Ada laporan (warga) atau enggak ada laporan pun juga bisa. Karena ini kan mengganggu stabilitas masyarakat, jadi polisi itu bertindak atas nama ketertiban umum, bisa saja," kata Trubus saat dikonfirmasi di Jakarta Timur, Jumat (7/5/2021).

Baca juga: Selain Bokek, Polisi Ungkap Alasan Alex Ahmad Mundur Dari Kekaisaran Nusantara: Dikhianati Temannya

Dari penyelidikan itu dipastikan apa klaim Kekaisaran Sunda Nusantara terkait keberadaan mereka termasuk pemberitahuan berita bohong dalam pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946.

Pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946 sendiri merupakan pasal yang didakwakan kepada tiga petinggi Sunda Empire dalam sidang di Pengadilan Negeri Badung, Jawa Barat pada November 2020

Pasal ini juga yang didakwakan terhadap Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat dalam sidang di Pengadilan Negeri Purworejo, Jawa Tengah pada bulan September 2020.

Tiga petinggi Sunda Empire, Raja dan Ratu Keraton Sejagat dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan tindak pidana Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"Kalau kegiatannya memang menyebarkan paham-paham lain di situ, ada bukti yang menguatkan bahwa Kerajaan Nusantara ini menyebarkan berita bohong atau paham ideologi yang melawan kepada penguasa sah," ujarnya.

Dalam kasus ini menurutnya Polri tidak hanya mengusut kasus pelanggaran Rusdi Karepesina atas pelanggaran lalu lintas karena membuat SIM atas nama Kekaisaran Sunda Nusantara.

Baca juga: Pakar: Kekaisaran Sunda Nusantara Buat Kegaduhan, Termasuk Tindak Pidana

Baca juga: Sosok Mantan Panglima Kekaisaran Sunda Nusantara di Mata Warga : Kalau Ngomong Orang Bisa Terhasut

Trubus menegaskan Polri tidak perlu menunggu laporan masyarakat bila hendak menyelidiki ada atau tidaknya unsur tindak pidana dalam kasus Kekaisaran Sunda Nusantara.

"Enggak harus (ada laporan warga), tapi tentunya polisi dalam melakukan pengumpulan data ataupun pengusutan harus disertai dengan bukti-bukti, kumpulkan butkinya dulu. Jadi harus pro aktif memang," tuturnya.

Trubus mengatakan ketiadaan laporan warga terkait Kekaisaran Sunda Nusantara karena minimnya edukasi sehingga meanggap kasus sebagai hal unik, bukan fenomena sosial terkait hukum.

Dia menyinggung pemerintah pusat dan daerah yang kurang memberikan edukasi wawasan kebangsaan, padahal hingga pemerintah tingkat daerah terdapat Kesatuan Bangsa, Politik (Kesbangpol).

Rumah Alex Ahmad Hadi Ngala di Jalan Ciliwung, Beji, Kota Depok, Kamis (6/5/2021). (Inset) Alex Ahmad Hadi Ngala mundur dari Panglima Kekaisaran Sunda Nusantara saat ditemui petugas di rumahnya pada Kamis malam. Seorang Pak RT di Depok mengaku sempat dikasih angin surga oleh Kekaisaran Sunda Nusantara. Ia diminta berhenti bekerja, karena akan digaji kerajaan.
Rumah Alex Ahmad Hadi Ngala di Jalan Ciliwung, Beji, Kota Depok, Kamis (6/5/2021). (Inset) Alex Ahmad Hadi Ngala mundur dari Panglima Kekaisaran Sunda Nusantara saat ditemui petugas di rumahnya pada Kamis malam. Seorang Pak RT di Depok mengaku sempat dikasih angin surga oleh Kekaisaran Sunda Nusantara. Ia diminta berhenti bekerja, karena akan digaji kerajaan. (Kolase TribunJakarta.com)

"Menurut saya mengindikasikan ada yang tidak beres di tingkat pembinaan pemerintah pusat dan daerah, tidak bisa mengedukasi kepada masyarakat bahwa kita berbangsa dan bernegara begitu," lanjut Trubus.

Buat gaduh

Munculnya Kekaisaran Sunda Nusantara menambah kasus kerajaan fiktif setelah Sunda Empire dan Keraton Agung Sejagat yang diproses secara hukum pidana hingga Pengadilan pada tahun 2020.

Terlepas dari pihak yang berpandangan tidak lazim, Kekaisaran Sunda Nusantara memiliki anggota, Rusdi Karepesina, warga Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur di antaranya.

Saat ditilang anggota Ditlantas Polda Metro Jaya pada Rabu (5/5/2021) di Tol Dalam Kota Cawang, Jakarta Timur dia menunujukkan SIM buatan Kekaisaran Sunda Nusantara yang diikuti.

Pakar Sosiologi Hukum Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah mengatakan kerajaan fiktif seperti Kekaisaran Sunda Nusantara merupakan fenomena sosial yang berdampak pada hukum.

"Kalau sosiologi hukum ya melihatnya itu suatu kondisi di mana sekelompok masyarakat mengidentitaskan diri yang tujuannya untuk membuat kegaduhan," kata Trubus saat dikonfirmasi di Jakarta Timur, Jumat (7/5/2021).

Menurutnya aktivitas dan keberadaan Kekaisaran Sunda Nusantara tidak hanya karena tujuan mencari popularitas, tapi dapat berujung pada makar atau perbuatan menjatuhkan pemerintah sah.

Suasana di kediaman Rusdi, pengemudi Pajero Sport yang mengaku sebagai jenderal Kekaisaran Sunda Nusantara di Jakarta Timur, Kamis (6/5/2021)
Suasana di kediaman Rusdi, pengemudi Pajero Sport yang mengaku sebagai jenderal Kekaisaran Sunda Nusantara di Jakarta Timur, Kamis (6/5/2021) (TribunJakarta/Nur Indah Farrah Audina)

Alasannya Indonesia sebagai negara sudah memiliki pemerintahan yang sah dan memiliki tatanan pemerintahan, hukum, sementara kerajaan fiktif membuat tatanan dan hukum sendiri bagi mereka.

"Kalau kemudian kita membentuk negara lagi ya menurut saya arahnya mencari panggung popularitas, seperti makar begitu. Dampaknya berbahaya. Harus diingatkan. karena sebelumnya sudah ada Sunda Empire, Keraton Sejagat juga," ujarnya.

Trubus menuturkan persoalannya warga yang mengetahui aktivitas kerajaan fiktif hanya memandang hal tersebut sebagai unik, bukan pelanggaran hukum pidana sehingga tidak membuat laporan polisi.

Sementara pemberitahuan berita bohong yang menimbulkan kegaduhan, keonaran termasuk ranah pidana, ini yang membuat Polri mengusut kasus Sunda Empire dan Keraton Agung Sejagat sebagai pidana.

Hal ini diatur dalam pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yakni pemberitahuan berita bohong dengan sengaja mengakibatkan keonaran di kalangan rakyat.

Baca juga: Pak RT di Depok Dikasih Angin Surga Kekaisaran Sunda Nusantara: Gak Usah Kerja, Digaji Kerajaan

"Itu kan pasalnya 14 ayat 1 peraturan pidana, sengaja berita bohong, meresahkan masyarakat, menimbulkan keponaran ya bisa. Kalau itu dianggap menjadi keresahan masyarakat ya bisa. Karena itu kan (Kekaisaran Sunda Nusantara) bohong, sebenarnya enggak ada," tuturnya.

Pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946 sendiri merupakan pasal yang didakwakan kepada tiga petinggi Sunda Empire dalam sidang di Pengadilan Negeri Badung, Jawa Barat pada November 2020.

Pasal ini juga yang didakwakan terhadap Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat dalam sidang di Pengadilan Negeri Purworejo, Jawa Tengah pada bulan September 2020 lalu.

Baca juga: Klaim Anggota Kekaisaran Sunda Nusantara Ribuan Orang, Eks Panglima Bongkar Fakta: Hanya Ada 4 Orang

Tiga petinggi Sunda Empire, Raja dan Ratu Keraton Sejagat dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan tindak pidana Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Trubus menjelaskan bila pendiri Kekaisaran Sunda Nusantara merekrut warga agar mau bergabung maka perekrutan itu termasuk perbuatan sengaja menyebarkan berita bohong.

Baca juga: Sosok Mantan Panglima Kekaisaran Sunda Nusantara di Mata Warga : Kalau Ngomong Orang Bisa Terhasut

"Iya, bisa masuk kategori dengan sengaja. Artinya ada potensi-potensi yang bersangkutan melakukan pelanggaran itu. Seperti Sunda Empire, Keraton Sejagat itu kan semuanya tujuannya jadi meresahkan masyarakat. Biasanya pidana akan muncul kalau terjadi keresahannya itu," lanjut Trubus. (*)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved