Pasutri Terpaksa Tinggal di Kandang Ayam Bersama Peliharaannya, Sudah Akrab dengan Aroma Tak Sedap
Pasutri ini terpaksa harus hidup di kandang dengan ayam karena tak mempunyai biaya untuk bangun tempat tinggal yang layak.
TRIBUNJAKARTA.COM - Cerita pilu datang dari pasangan suami istri di daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Pasutri ini terpaksa harus hidup di kandang dengan ayam karena tak mempunyai biaya untuk bangun tempat tinggal yang layak.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari Tribunnews dan TribunSumsel.com, terpantau bahwa kandang tersebut tak memiliki tembok kokoh hanya berdinding yang tak permanen dan beratap daun nipah.
Pasutri bernama Sulaiman dan Nuryati mengaku jika mereka selalu kebasahan setiap hujan turun.
Baca juga: Pasutri Terpaksa Tidur Bersama Ayam Peliharaan, Terungkap 2 Hal yang Sulitkan Mereka Dapat Bantuan
Mereka sudah tujuh tahun harus merasakan nasib tak beruntung seperti kebanyakan orang yang memiliki rumah layak.
"Kami tinggal di rumah ini sejak menikah tujuh tahun lalu," kata Sulaiman dikutip dari Tribunnews, Minggu (13/6/2021).
Menurut perkiraan media yang menyambangi rumah pasutri ini, luas bangunannya tak lebih dari 12 meter persegi.
Di dalamnya ada empat tiang penyangga setinggi 1,5 meter.
Begitu masuk ke dalam, aroma tak sedap dari ayam akan begitu menyengat di hidung.
"Kami tinggal sama ayam," ucap Sulaiman.
Baca juga: Viral Pasutri Cekcok dengan Debt Collector di Kalimalang, Polisi: Jangan Buat Video yang Diviralkan
Sulaiman yang berusia 65 tahun harus menghabiskan masa tuanya di tempat yang tak layak dihuninya.
"Kami tidur, makan dan masak di sini," beber Sulaiman sambil menunjukkan perlengkapan rumah tangga yang membaur menjadi satu itu.
Kandang ayam yang menjadi tempat hidup pasutri ini bahkan berdiri di atas lahan milik warga setempat.
Karena hanya beralas daun nipah, Sulaiman dan istri kerap kali basah kuyup setiap hujan datang.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, pasutri ini hanya bekerja secara serabutan.
Mereka biasanya menawarkan jasa merawat kebun dan sawah milik orang lain.
Pendapatan pasutri tersebut hanya berkirsar antara Rp 20 ribu hingga Rp 40 ribu jika sedang beruntung.
"Alhamdulillah, kadang dapat Rp 40 ribu cukup untuk makan, kadang tidak sampai segitu dan tidak bisa makan," ucap Sulaiman.
Kisah keduanya viral dan menggerakan banyak pihak untuk membantu dengan memberi bantuan tunai serta sembako.
Camat, Pemulutan, Muhammad Zen mengatakan kalau berdasarkan laporan perangkat Desa Teluk Kecapi, bantuan yang diberikan untuk Sulaiman dan istri telah dilakukan sejak 2019 lalu.
Zen menjelaskan ada kendala yang harus dihadapi dalam penyaluran bantuan ke pasutri itu, yakni karena data kependudukan Sulaiman yang belum diperbaharui serta status kepemilikan lahan tempat tinggal.
"Pak Sulaiman, berdasarkan data kependudukan baik di KTP dan KK masih terdaftar sebagai warga Desa Pelabuhan Dalam. Sementara istrinya memang warga Desa Teluk Kecapi, tapi di KK masih ikut orang tua," Jelas Zen.
"Jadi bagaimana kami mau menyalurkan bantuan jika data kependudukannya belum diperbaharui. Sedangkan penyaluran bantuan ini harus ikut aturan," lanjut Zen.
Status lahan tempat tinggal Sulaiman dan istrinya membuat mereka terhambat untuk mendapat bantuan bedah rumah.
"Dari dinas terkait juga tidak bisa menganggarkan perbaikan rumah karena itu bukan lahan tempat tinggal Pak Sulaiman. Mengenai bantuan dari alokasi dana desa, tahun kemarin dialokasikan untuk penanganan Covid-19," terang Zen.
Namun Zen mengusahakan agar ke depannya Sulaiman dan Nurhayati memiliki data kependudukan yang jelas sehingga bisa menerima bantuan.
"Insha Allah ke depan akan kami upayakan dengan pihak terkait agar data kependudukan warga kami ini jelas dan bisa mendapat bantuan dan hunian yang layak," harap Zen.
TribunBanten.com/Tribunnews/TribunSumsel.com