MAKI Bandingkan Vonis 5 Tahun Edhy Prabowo dengan Sejumlah Terdakwa Korupsi: Harusnya Lebih Tinggi

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman membandingkan vonis eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo.

Editor: Elga H Putra
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). KPK resmi menahan Edhy Prabowo bersama enam orang lainnya terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya. Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNJAKARTA.COM - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menghormati putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Korupsi (Tipikor) Jakarta yang memvonis eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo 5 tahun penjara.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menilai pihaknya menghormati putusan hakim mesti dirasa salah.

"Prinsipnya secara hukum saya menghormati putusan hakim, karena berlaku asas res judicata artinya menghormati putusan hakim mesti itu dirasa salah, itu yang berlaku di negara kita," sebut Boyamin pada Kompas.com, Jumat (16/7/2021).

Boyamin sebenarnya berharap Edhy Prabowo dapat divonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa.

Sebab majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa kali menjatuhkan vonis lebih berat ketimbang permintaan jaksa pada terdakwa tindak korupsi.

"Dalam kasus Jiwasraya, Djoko Tjandra (vonis) di atas tuntutan semua itu. Jiwasraya tuntutan 20 tahun di vonis seumur hidup, Pinangki dituntut 4 tahun di vonis 10 tahun, Djoko Tjandra juga begitu kan," katanya.

"Dan saya berharap tadinya ini (vonis Edhy Prabowo) lebih dari 5 tahun, bisa 10 sampai 15 tahun karena apapun (korupsi) ini dilakukan menteri yang punya kewenangan saat itu," jelas Boyamin.

Boyamin menilai, Edhy mestinya dihukum lebih berat karena tindakannya berbeda dengan klaim bahwa dirinya ingin mensejahterakan kehidupan nelayan.

Dalam pandangan Boyamin, yang diuntungkan terkait ekspor benih benur lobster (BBL) justru Edhy, dan para anak buahnya.

"Berbeda dengan dalihnya untuk mensejahterakan nelayan tapi bersama anak buahnya didakwa mengambil untung dari proses ekspor melalui model monopoli perusahaan pengangkutan dari Indonesia ke luar negeri," ungkapnya.

"Sehingga dari situlah diduga ada uang bancakan oleh oleh orang-orangnya dan juga diduga diberi ajudan staf ahli atau apa, untuk membiayai, mengurusi kebutuhan dari Edhy Prabowo. Di situ saya berharap vonisnya lebih tinggi dari tuntutan," papar Boyamin.

Boyamin berharap Edhy Prabowo mau menerima hukuman dan mengakui kesalahan yang ia perbuat.

"Dia harusnya bertanggung jawab dan merasa gagal sebagai menteri. Minimal karena tidak bisa memastikan kesejahteraan nelayan, karena yang menikmati untung malah eksportir dan oknum pejabat, itukan dia sebagai menteri gagal. Harusnya gentle mengatakan bertanggung jawab, bersalah dan akan menjalani hukuman secara ksatria," tutup Boyamin.

Baca juga: Masker yang Dipakai Menhan Prabowo Saat Dampingi Presiden Jokowi Curi Perhatian, Segini Harganya

Diketahui majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/7/2021) memvonis Edhy Prabowo 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Majelis hakim menilai Edhy Prabowo terbukti melanggar melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved