Antisipasi Virus Corona di DKI

Capaian Vaksinasi Bodetabek Jadi Sebab Jakarta Sulit Turun Level PPKM, Wagub DKI Bilang Begini

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria buka suara soal vaksinasi Covid-19 yang kini menjadi salah satu indikator bagi suatu daerah.

Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH
Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria saat diwawancarai awak media di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (21/9/2021) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria buka suara soal vaksinasi Covid-19 yang kini menjadi salah satu indikator bagi suatu daerah untuk bisa turun level PPKM.

Sebagai informasi, capaian vaksinasi di DKI Jakarta hingga saat ini menjadi yang tertinggi di Indonesia dengan jumlah 10,3 juta sudah mendapat dosis pertama vaksin Covid-19.

Penyebaran Covid-19 di ibu kota turun signifikan dengan persentase kasus positif atau positivity rate berada di kisaran satu persen.

Walau demikian DKI masih Level 3 lantaran penentuan level PPKM ditentukan capaian vaksinasi dan kondisi penyebaran Covid-19 di wilayah aglomerasi Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).

Walau DKI sulit turun level PPKM, Ariza mengaku menghargai kebijakan yang dibuat pemerintah pusat.

"Pemerintah pusat punya alasan, kenapa PPKM di Jakarta sekalipun covidnya sudah turun signifikan PPKM masih di level 3," ucapnya, Jumat (25/9/2021) malam.

Baca juga: Bisa Daftar Langsung di Lokasi, Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Siapkan 4 Jenis Vaksin Covid-19

Ariza menyebut, kebijakan ini bisa diterima pihaknya karena memang selama ini pergerakan masyarakat di ibu kota sangat dipengaruhi oleh wilayah penyangga.

Pasalnya, banyak warga Bodetabek yang setiap harinya bekerja di ibu kota.

Untuk itu, Jakarta dan wilayah penyangga sudah menjadi satu kesatuan wilayah yang tak bisa dipisahkan lagi.

"Jakarta tidak berdiri sendiri, dia ada kota-kota di sekitar Jakarta. Ada kota-kota penyangga yang berinteraksi kuat dengan Jakarta," ujarnya di Balai Kota.

Baca juga: Menkes Sebut Vaksinasi Lansia di Indonesia Baru 25 Persen, Pemprov DKI Klaim Tak Temui Kendala

Ia pun berharap, penyebaran Covid-19 dan capaian vaksinasi di wilayah Bodetabek bisa dikebut demi tercapainya herd immunity.

Dengan demikian, masyarakat di wilayah aglomerasi Jabodetabek bisa memperoleh perlindungan ekstra.

"Semuanya harus sama-sama baik, sehingga PPKM bisa diturunkan levelnya," kata Ariza.

Dilansir dari Kontan.co.id, pemerintah memasukkan cakupan vaksinasi Covid-19 sebagai indikator untuk menentukan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di suatu daerah.

"Sebagai salah satu proses transisi untuk hidup bersama Covid-19 telah diputuskan untuk memasukkan indikator cakupan vaksinasi dalam evaluasi penurunan level PPKM dari level 3 ke level 2, dan level 2 ke level 1 di Jawa-Bali," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers, Senin (13/9/2021) malam.

Pertama, untuk dapat menurunkan level daerah dari angka 3 ke 2, cakupan vaksinasi dosis pertama harus mencapai 50 persen. Sedangkan cakupan vaksinasi lansia harus mencapai 40 persen.

Kemudian, untuk menurunkan level 2 ke 1 cakupan vaksinasi dosis pertama harus mencapai 70 persen dan cakupan vaksinasi lansia harus mencapai 60 persen.

Bagi kota-kota yang saat ini berada pada level 2, kata Luhut, akan diberikan waktu selama 2 minggu untuk dapat mengejar target tersebut.

"Jika tidak bisa dicapai maka akan dinaikkan statusnya ke level 3," ujarnya.

Luhut mengatakan, pencapaian target cakupan vaksinasi sangat penting, mengingat vaksin sudah terbukti melindungi individu dari sakit parah yang membutuhkan perawatan rumah sakit atau kematian, terutama pada para lansia.

"Oleh karena itu, target vaksinasi yang tinggi sebagaimana disebutkan di atas, adalah salah satu kunci utama dalam fase hidup bersama Covid-19," kata Luhut.

Sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo, lanjut Luhut, tujuan dan arah kebijakan pemerintah konsisten, tetapi strategi dan manajemen lapangannya dinamis disesuaikan dengan permasalahan dan tantangan yang ada.

Luhut mengaku paham bahwa hal ini seringkali dibaca masyarakat sebagai kebijakan yang berubah-ubah atau tidak konsisten.

Baca juga: Luhut: PPKM Jawa-Bali Diperpanjang Sampai 4 Oktober, Pintu Masuk WNA Dibuka dengan Karantina Ketat

Namun demikian, perubahan itu dilakukan untuk menemukan kombinasi terbaik antara kepentingan kesehatan dan ekonomi masyarakat.

"Karena virusnya yang selalu berubah dan bermutasi, maka penanganannya pun harus berubah sesuai dengan tantangan yang dihadapi," kata dia. (*)

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved