Punya Suara Yang Merdu Dari Daun Lontar, Ternyata Begini Proses Pembuatan Alat Musik Sasando
Sasando terbuat dari bambu, kayu, senar, dan juga kumpulan daun lontar, suara merdu yang dihasilkan sasando, berasal dari dawai yang dipetik
Penulis: Pebby Ade Liana | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan wartawan TribunJakarta.com, Pebby Adhe Liana
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Indonesia memiliki ragam kesenian, serta alat musik tradisional yang khas dari berbagai daerah.
Salah satu yang unik adalah sasando yakni alat musik tradional asal Nusa Tenggara Timur (NTT).
Alat musik yang dibuat dari anyaman daun lontar dan bambu ini, dimainkan dengan cara dipetik menggunakan kedua tangan seperti bermain harpa.
Akan tetapi, bedanya sasando punya bentuk dan suara yang unik.
Sasando terbuat dari bambu, kayu, senar, dan juga kumpulan daun lontar.
Suara merdu yang dihasilkan sasando, berasal dari dawai yang dipetik.
Dawai tersebut terpasang mengelilingi sebuah tabung bambu pada bagian tengah alat musik sasando.
Baca juga: Seniman Sasando di Desa Paling Selatan Indonesia: Masih Simpan Syair Leluhur Sejak Tahun 1950-an
Kepada TribunJakarta.com, seniman sekaligus pengrajin sasando asal NTT, Daniel berbagi cerita tentang rumitnya proses pembuatan alat musik tradisional yang punya suara syahdu ini.
"Sasando ini kan berasal dari kata sari sandu, sari artinya suara, sandu artinya bergetar. Jadi suara yang bergetar. Nah getaran dari string ketemu dengan daun lontar ini menghasilkan suara yang merdu," kata Daniel ditemui di Plataran Ecotourism Festival.
Daniel sudah menggeluti alat musik sasando sejak dirinya masih kanak-kanak.
Lama tinggal di Jakarta, Pria berusia 25 tahun ini tak hanya berprofesi sebagai pemain atau seniman sasando saja.

Namun, ia juga membuka industri pembuatan alat musik sasando yang ada di kawasan Tangerang.
"Kebetulan memang di rumah, kita buka industri. Pengrajin Sasando, jadi selain memainkan, kita membuat, juga dan mengajarkan ke orang-orang," tuturnya.
Untuk bisa membuat satu unit alat musik Sasando, kata Daniel biasanya membutuhkan waktu sekitar 1 minggu lamanya.
Sebab, sebelum dirakit daun lontar harus terlebih dahulu diawetkan secara alami atau dikeringkan selama dua hingga tiga hari.
Setelah itu, baru kemudian daun lontar bisa dirakit bersama dengan bahan-bahan lainnya, seperti bambu, kayu, senar, dan lainnya.
"Ini dia kelebihan Sasando, daunnya gak pecah. Daun ini ketika dikeringkan, kita awetkan secara alami. Kalau suhunya stabil, bisa bertahan 10 tahunan lah, memang dia punya daya tahan yang cukup," kata Daniel.
"Tapi kalau suhunya naik turun, terus kena air, biasanya dia (daun) menguning. Makanya harusnya ada treatmen khusus supaya dia bisa tetep begini," sambungnya.
Memang, untuk membuat sebuah alat musik Sasando menurut Daniel salah satu bahan yang cukup sulit didapat adalah daun lontarnya.
Ia mengatakan, daun lontar sulit sekali ditemukan di Jakarta.
Dikatakannya, daun lontar hanya tumbuh di daerah timur, seperti di Nusa Tenggara Timur.
Kebanyakan, kata dia harga satu unit Sasando di Jakarta dibandrol sekitar Rp 2 jutaan hingga Rp 4 jutaan.
Harga tersebut biasanya berbeda-beda, bergantung dengan jumlah dawai yang dimiliki.
"Kalau yang profesional, biasanya dia ada sampai 48 dawai. Kalau yang harha Rp 2,5 jutaan, itu sekitar 32 dawai saja. Jadi ada bedanya," tuturnya.
Alat musik Sasando, dimainkan dengan menggunakan kedua tangan dari arah yang berlawanan. Dimana tangan kanan digunakan untuk memainkan rhythm, dan kiri untuk melodi.
Memang, untuk bisa memainkannya dibutuhkan tekhnik, serta harmonisasi dan keterampilan yang khusus.
Menurut Daniel, setidaknya butuh waktu sekitar kurang lebih 6 bulan bagi Anda yang sama sekali tak ada basic bermain alat musik ini untuk belajar hingga bisa lihai memainkan Sasando ini.