Cerita Kriminal
Potensi Tersangka Mutilasi Driver Ojol Bebas Pidana, Polisi Pastikan Ketetapan Hukuman Ada di Hakim
Polres Metro Bekasi memastikan, ketiga tersangka mutilasi diproses secara hukum sesuai perbuatan pelanggaran pidana serta alat bukti yang kuat.
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Wahyu Septiana
Sangat mungkin, kalau peristiwa itu benar-benar terjadi, pelaku merasakan tekanan batin dan gelegak amarah sedemikian hebat," kata Reza dilansir dari Wartakotalive.com, Minggu (28/11/2021) malam.

Menurut Reza, yang dirasakan pelaku itu bisa disetarakan dengan guncangan jiwa yang luar biasa hebat sebagaimana Pasal 49 ayat 2 KUHP tentang pembelaan diri.
Dimana pasal itu menyebutkan bahwa: tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.
"Dan jika hakim teryakinkan, maka bisa saja hakim memutuskan bahwa pelaku tidak dipidana," kata Reza.
Karenanya kata Reza, perlu dicek, kapan pelecehan dan penghinaan itu yang dituding pelaku dilakukan oleh korban.
"Jika jarak waktunya jauh, maka agak sulit meyakinkan hakim dengan klaim guncangan jiwa nan hebat itu," kata dia.
Baca juga: Tak Ikut Mutilasi tapi Dibekuk Juga dalam Kasus Kurir Ojol di Bekasi, Ini Sosok ER yang Sempat Buron
Reza menjelaskan klaim tersebut bersinonim dengan extreme emotional disturbance defense (EEDD) atau pertahanan dari gangguan emosional yang ekstrem.
"Syarat agar EEDD itu bisa dikabulkan hakim adalah, pertama, aksi pelaku sepenuhnya karena dipantik oleh faktor eksternal yang dilancarkan oleh orang yang kemudian dihabisi.
Kedua, tidak ada jarak waktu atau pun sangat singkat jarak waktu antara peristiwa yang memprovokasi, seperti hinaan, pencabulan, dengan aksi pembunuhan," papar Reza.
Di beberapa yuridiksi, kata Reza, kalau terdakwa berhasilkan meyakinkan persidangan, maka yang bersangkutan divonis bersalah karena melakukan penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia (manslaughter).
"Dan bukan karena melakukan pembunuhan atau murder," ujarnya.

"Lantas, mengapa harus sampai memutilasi?," kata Reza.
"Apakah itu episode berikutnya dari ekspresi amarah yang tidak mereda hanya dengan menghabisi korban atau emosional? Ataukah itu cara untuk menghilangkan barang bukti (instrumental)?," tambahnya.
Karenanya kata Reza, sadar atau tidak sadar, saat pelaku diberi ruang mengekspos motifnya ke media dan publik, maka peluang lolos dari jeratan hukum atau meringankan hukuman menjadi terbuka.
"Kenapa ya, pelaku diberikan ruang untuk mengekspos motif nya ke media dan publik? Sadar tak sadar, justru terbangun peluang bagi pelaku untuk lolos dari hukuman atau pun memperoleh keringanan hukuman," kata Reza.
Baca juga: Apakah Pelaku Mutilasi Kurir Ojol di Bekasi Bisa Tidak Dipidana? Psikologi Forensik Beri Penjelasan