Gunung Tangkuban Parahu Alami Peningkatan Intensitas Embusan Gas, Ini Permintaan Ahli ke Warga

Peningkatan intensitas aktivitas berupa embusan gas ditujukkan Gunung Tangkuban Parahu di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (12/2/2022).

Istimewa via Tribun Jabar
Pengamatan visual Gunung Tangkuban Parahu, Minggu (25/8/2019). Gunung Tangkuban Parahu di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bandung Barat kembali bergeliat. Gunung yang jadi satu objek wisata menarik itu menunjukkan aktivitas vulkanik, Sabtu (12/2/2022). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Peningkatan intensitas aktivitas berupa embusan gas ditujukkan Gunung Tangkuban Parahu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (12/2/2022).

Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono meminta masyarakat agar mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait adanya peningkatan aktivitas ini.

Ia meminta warga tidak terpancing oleh berita yang tidak benar dan tidak bertanggungjawab mengenai aktivitas Gunung Tangkuban Parahu.

"Kemudian masyarakat harus mengikuti arahan dari instansi yang berwenang yakni Badan Geologi yang akan terus melakukan koordinasi dengan BNPB dan K/L,Pemda, dan instansi terkait lainnya," ujar Eko dalam keterangan tertulis.

Diketahui, embusan gas dari Kawah Ecoma yang berada di dalam Kawah Ratu itu teramati berwarna putih dengan tekanan sedang dan tinggi sekitar 100 meter dari dasar kawah.

Baca juga: Beberapa Kali Tertangkap Warga, Kini Si Abah Penguasa Gunung di Ciamis Ditemukan Tinggal Kerangka

Eko Budi Lelono mengatakan, embusan gas tersebut diduga akibat adanya air bawah permukaan atau air yang meresap ke bawah permukaan yang terpanaskan oleh batuan panas di bagian dangkal atau di bawah permukaan kawah.

"Lalu membentuk akumulasi uap air (steam) bertekanan tinggi, sehingga terjadi over pressure dan keluar melalui rekahan sebagai zona lemah, berupa embusan yang cukup kuat. Embusan berwarna putih mengindikasikan didominasi oleh uap air," ujar Eko Budi Lelono melalui keterangan tertulisnya.

Menurut Eko, dinamika aktivitas vulkanik di dekat permukaan seperti ini dapat terjadi karena adanya perubahan kesetimbangan energi yang berasal faktor internal maupun eksternal.

"Faktor internal berasal dari tekanan uap magma yang naik dari kedalaman, sedangkan faktor eksternal dapat berasal dari curah hujan dan tingkat evaporasi atau penguapan," katanya.

Baca juga: Foto Gunung Anak Krakatau dari Berbagai Sisi: Erupsi 9 Kali, Masyarakat Diharap Tak di Radius 2 Km

Ia mengatakan, kegempaan Gunung Tangkuban Parahu selama 1 Januari-11 Februari 2022 ditandai dengan terekamnya dua kali gempa vulkanik dangkal, satu kali gempa frekuensi rendah, serta 80 kali gempa embusan.

Dominasi gempa embusan selama periode tersebut, kata Eko, menunjukkan adanya aktivitas hydrothermal di bawah tubuh gunung api dengan energi gempa yang dicerminkan oleh grafik real-time seismic amplitude measurement (RSAM) fluktuatif dan tidak menunjukkan adanya pola kenaikan pada akhir periode pengamatan.

"Pengamatan deformasi dengan menggunakan EDM (Electronic Distance Measurement) tidak menunjukkan adanya gejala inflasi (penggembungan akibat kenaikan fluida) pada tubuh gunung api," ucapnya.

Kawasan Wisata Gunung Tangkuban Parahu pascaerupsi pada Jumat sore ini (26/7), pukul 15.48 WIB.
Kawasan Wisata Gunung Tangkuban Parahu pascaerupsi pada Jumat sore ini (26/7), pukul 15.48 WIB. (ISTIMEWA/Dokumentasi Rapi wilayah maribaya)

Kendati demikian, Eko menilai ada potensi bahaya dari aktivitas Gunung Tangkuban Parahu saat ini, yakni berupa erupsi freatik yang bersifat tiba-tiba tanpa didahului oleh gejala peningkatan aktivitas vulkanik yang jelas, menghasilkan material piroklastik serta gas-gas vulkanik konsentrasi tinggi di sekitar kawah.

"Sementara itu, hujan abu yang lebih tipis dapat menjangkau area yang lebih luas bergantung pada arah dan kecepatan angin," ujar Eko.

Ia mengatakan, jika mengacu pada data pemantauan visual dan instrumental itu, maka potensi bahaya Gunungapi Tangkuban Parahu, saat ini masih terlokalisasi, sedangkan potensi erupsi besar, hingga saat ini masih belum teramati.

Saat ini tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu ditetapkan pada Level I (Normal), dengan rekomendasi agar masyarakat tidak turun ke dasar Kawah Ratu dan tidak mendekati atau beraktivitas di sekitar kawah- kawah aktif lain.

"Tingkat aktivitas ini akan dievaluasi kembali selama dua hingga tiga hari ke depan untuk antisipasi jika terjadi gejala pengingkatan aktivitas vulkanik yang signifikan," katanya.

Selain itu, Badan Geologi Kementerian ESDM menetapkan status Level 1 atau normal di Gunung Tangkuban Parahu pada Sabtu (12/2/2022).

"Tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu ditetapkan pada Level I atau Normal dengan rekomendasi agar masyarakat tidak turun ke dasar Kawah Ratu dan tidak mendekati atau beraktivitas di sekitar kawah aktif lain yang berada di Gunung Tangkuban Parahu," kata Kepala Badan Geologi, Eko Lelono dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu (12/2/2022) malam.

Dia menyebut bahwa dengan kondisi itu, pihaknya akan mengevaluasi kembali status Gunung Tangkuban Parahu.

"Tingkat aktivitas ini akan dievaluasi kembali selama dua hingga tiga hari ke depan untuk antisipasi jika terjadi gejala pengingkatan aktivitas vulkanik yang signifikan," katanya.

Penetapan status level 1 Gunung Tangkuban Parahu ini setelah sempat ada aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu pada Sabtu (12/2/2022) siang.

Saat itu, kawah Gunung Tangkuban Parahu mengeluarkan asap putih berupa hembusan gas dari kawah Ecoma yang berada di dalam kawah ratu.

Eko Lelono menerangkan, hembusan gas berwarna putih dengan tekanan sedang itu, mencapai tinggi sekitar 100 m dari dasar kawah.

"Kondisi itu diperkirakan karena ada air bawah permukaan atau air yang meresap ke bawah permukaan yang terpanaskan oleh batuan panas di bagian dangkal dibawah permukaan kawah dan membentuk akumulasi uap air bertekanan tinggi," katanya.

Kondisi itu menyebabkan over pressure dan keluar melalui rekahan sebagai zona lemah berupa hembusan yang cukup kuat.

"Potensi bahaya dari aktivitas Gunung Tangkuban Parahu saat ini dapat berupa erupsi freatik yang bersifat tiba-tiba tanpa didahului oleh gejala peningkatan aktivitas vulkanik yang jelas, menghasilkan material piroklastik serta gas-gas vulkanik konsentrasi tinggi di sekitar kawah," kata Eko Lelono.

Menurut dia, hujan abu tipis bisa menjangkau area lebih luas tergantung dari kecepatan angin.

"Namun demikian, mengacu pada data pemantauan visual dan instrumental di atas, maka potensi bahaya Gunung Tangkuban Parahu saat ini masih terlokalisir di dalam kawah dan potensi erupsi besar belum teramati," katanya.

Badan Geologi mencatat, selama 1 Januari - 11 Februari, sempat terekam aktivitas dua kali gempa vulkanik dangkal, satu kali gempa frekuensi rendah serta 80 kali gempa hembusan.

Dominasi Gempa Hembusan selama periode tersebut menunjukkan adanya aktivitas hydrothermal di bawah tubuh gunung api. Energi gempa yang dicerminkan oleh grafik RSAM (real-time seismic amplitude measurement) berfluktuatif dan tidak menunjukkan adanya pola kenaikan pada akhir periode pengamatan.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Gunung Tangkuban Parahu Tunjukkan Peningkatan Aktivitas, Ini Kata Ahli, Warga Diharap Patuhi Imbauan, dan GUNUNG Tangkuban Parahu Level 1, Warga Diminta Tidak Beraktivitas di Sekitar Kawah Aktif,

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved