Bikin 5 Anaknya Jadi Yatim Piatu, Pasutri Peserta Ritual 'Tantang Ombak' Sambil Latunkan Doa-doa
Amalan pelaku ritual ‘menantang ombak’ itu mengalir dari mulut SAM (15), warga Dusun Krajan, Desa Ajung, Kecamatan Ajung.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Rr Dewi Kartika H
TRIBUNJAKARTA.COM, JEMBER - Pasangan suami istri, Syaiful Bahri (40) dan Sri Wahyuni Komariyah (35), membuat kelima anaknya yang masih kecil menjadi yatim piatu.
Pasalnya Syaiful Bahri dan Sri Wahyuni Komariyah meninggal dunia, saat menjalani ritual di Pantai Payangan, Jember, pada Minggu (13/2/2022).
Baca juga: Terungkap Profesi Sosok Pemimpin Ritual Maut di Pantai, Cari Sesuap Nasi Jadi Pembawa Acara Dangdut
Syaiful adalah korban ke-11 atau korban terakhir yang ditemukan oleh tim SAR gabungan.
Tubuhnya, sempat muncul, tenggelam, muncul, lalu tenggelam. Barulah sekitar pukul 11.40 WIB, tubuh Syaiful berhasil ditemukan.
Jenazah Syaiful lalu disemayamkan bersama 10 jenazah lainnya di Puskesmas Ambulu untuk proses identifikasi sebelum diserahkan ke keluarga.
Sementara itu, akhirnya terjawab apa saja amalan pelaku ritual jamaah Tunggal Jati Nusantara hingga harus meditasi menantang maut di Pantai Payangan.
Amalan pelaku ritual ‘menantang ombak’ itu mengalir dari mulut anak Syaiful Bahri dan Sri Wahyuni Komariyah, SAM (15), warga Dusun Krajan, Desa Ajung, Kecamatan Ajung.
Disaksikan Bupati Jember, Hendy Siswanto, yang datang melayat ke rumahnya, SAM bercerita bersama kedua orangtuanya pernah datang ke pengajian kelompok Tunggal Jati Nusantara.
Amalan Pelaku Ritual 'Tantang Ombak'
Bersama kedua orangtuanya itu, SAM pernah juga ikut ritual di Pantai Payangan.
Menurut dia, sang ayah dan ibunya baru dua bulan terakhir ikut pengajian, tapi sudah tiga kali ikut ritual ke Pantai Payangan.
Baca juga: Penuturan Ibu Korban Insiden Pantai Payangan, Sebut Anaknya Berubah Lebih Baik Usai Ikut Ritual
"Ritualnya ada ke Pantai Payangan ada juga ke pegunungan," cerita SAM di ruang tamu rumahnya, ditemani kakek neneknya, Maid dan Painah, juga beberapa sanak saudara.
Namun, saat ritual maut Minggu Kliwon itu, SAM tidak ikut serta.
Berdasar pengalamannya, anggota padepokan yang mengikuti ritual, mengenakan pakaian khusus.

Di pakaian tersebut bertuliskan nama kelompok Tunggal Jati Nusantara. “Semuanya berpakaian hitam,” kata SAM.