LPSK: Tidak Ditahannya 8 Tersangka Kerangkeng Langkat Jadi Ancaman ke Saksi dan Korban

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mempertanyakan alasan delapan tersangka kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.

Penulis: Bima Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Bima Putra/TribunJakarta.com
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat memberi keterangan terkait kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin Angin, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mempertanyakan alasan delapan tersangka kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin belum ditahan.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan para tersangka harusnya ditahan karena perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan tewasnya tahanan kerangkeng bukan perkara ringan.

Dia mempertanyakan alasan Polda Sumatera Utara tidak menahan para tersangka setelah proses penyidikan yang berlangsung sejak kasus terungkap pada bulan Januari 2022 lalu.

"Ya kenapa tidak ditahan? Ini bukan kejahatan penipuan, ini bukan kejahatan penggelapan, bukan juga kecelakaan lalu lintas. Ini terhadap tubuh," kata Edwin di Jakarta Timur, Selasa (22/3/2022).

Menurut hasil investigasi LPSK kasus ini kejahatan keji karena terjadi serangkaian tindak pidana seperti TPPO, penganiayaan menyebabkan kematian, kekerasan terhadap anak, penistaan agama.

Baca juga: LPSK Pertanyakan Jumlah Tersangka Kasus Kerangkeng Langkat Cuma 8 Orang, TRP dan Anaknya?

Terlebih kasus melibatkan Terbit yang merupakan kepala daerah, diduga belasan warga sipil, dan oknum anggota TNI-Polri sehingga dilakukan secara terorganisir oleh orang-orang 'berpengaruh'.

"Tidak ditahannya para pelaku pasti merupakan ancaman kepada para saksi, korban. Termasuk juga bukan hanya harus ditahan tapi juga dicekal (pergi ke luar negeri)," ujarnya.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu (kanan) dan Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK Muhammad Ramdan saat memberi keterangan terkait kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati non aktif Langkat, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022).
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu (kanan) dan Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK Muhammad Ramdan saat memberi keterangan terkait kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati non aktif Langkat, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022). (Bima Putra/TribunJakarta.com)

Edwin mencontohkan sejumlah korban yang sampai pergi ke luar kota karena pesimis dengan proses hukum berjalan dapat menjerat aktor utama di balik kerangkeng manusia.

Menurutnya dalam kasus TPPO penyidik wajib bertanya kepada para korban untuk memastikan mereka mendapat restitusi atau ganti rugi yang dibebankan kepada pelaku lewat proses peradilan.

Setidaknya kepada 65 orang yang masih berada dalam kerangkeng saat kasus terungkap pada Januari 2022 lalu dan dapat bebas setelah membobol gembok sel.

"Supaya pemenuhan hak korban atas restitusi itu bisa terjadi, harus dilakukan sita aset. Mereka bekerja untuk perusahaan TRP, tempat mengeksploitasi itulah disita aset," tuturnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved