LPSK Usulkan Kerangkeng Manusia di Langkat Dijadikan Museum Perbudakan

LPSK mengusulkan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin Angin dijadikan museum perbudakan.

Penulis: Bima Putra | Editor: Wahyu Septiana
Kolase Tribun Jakarta via Tribun Medan
Praktik penyiksaan tak manusiawi kepada korban kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin Angin menggunakan kode khusus. 

"Kalau TRP (Terbit Rencana Perangin Angin) jelas belum ada (di daftar delapan tersangka), tapi kalau anaknya ada atau tidak kita masih tebak-tebak buah manggis (menerka-nerka)," ujarnya.

Sementara berdasar temuan LPSK yang sudah disampaikan kepada Menko Polhukam Mahfud MD sosok Terbit dan DW paling diuntungkan dengan keberadaan kerangkeng manusia.

Edwin pun mempertanyakan peran delapan tersangka ditetapkan Polda Sumatera Utara apakah merupakan dalang dari TPPO pada kerangkeng manusia berkedok panti rehabilitasi narkoba.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu (kanan) dan Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK Muhammad Ramdan saat memberi keterangan terkait kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati non aktif Langkat, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022).
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu (kanan) dan Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK Muhammad Ramdan saat memberi keterangan terkait kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati non aktif Langkat, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022). (Bima Putra/TribunJakarta.com)

Pasalnya berdasar investigasi LPSK para tahanan kerangkeng diperbudak dengan cara dipaksa bekerja di perkebunan dan penyediaan pakan ternak milik Terbit tanpa mendapat upah sama sekali.

"Apakah yang ditetapkan sebagai tersangka adalah orang yang memiliki kepentingan perbudakan tersebut. Jadi yang mengkerangkeng siapa, tujuannya apa, yang menahan siapa?," tuturnya.

Lebih lanjut, Edwin mengatakan berdasar temuan LPSK tindak pidana dalam kasus kerangkeng manusia di Langkat diduga tidak hanya TPPO dan pembunuhan seperti diungkap Polda Sumatera Utara.

Di antaranya kekerasan pada anak, penistaan agama, penganiayaan atau penyiksaan yang tidak disangkakan kepada delapan tersangka ditetapkan Polda Sumatera Utara.

"Jadi baru dua yang dirumuskan penyidik, TPPO dan pembunuhan," lanjut Edwin.

Sederet penyiksaan yang dilakukan Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin ke para manusia kerangkeng dirasa lebih rendah dari seorang binatang.
Sederet penyiksaan yang dilakukan Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin ke para manusia kerangkeng dirasa lebih rendah dari seorang binatang. (Kolase Tribun Jakarta)

Unsur penistaan agama yang dialami para korban kerangkeng manusia di rumah Terbit di antaranya tahanan beragama Muslim dilarang melakukan ibadah Salat Jumat dan dipaksa makan haram.

Adapun delapan tersangka kasus kerangkeng manusia di rumah Terbit yakni HS, IS, TS, RG, JS, DP, HG dan SP disangkakan Pasal 7 UU nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO.

Sementara terhadap SP dan TS disangkakan Pasal 2 UU nomor 21 tahunn 2007, sangkaan dua pasal ini berdasarkan hasil penyelidikan jajaran Polda Sumatera Utara sejak kasus terungkap.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved