Sisi Lain Metropolitan
2 Anaknya Putus Sekolah, Derita Warga Miskin Tomang Hidup Melarat di Jakarta Barat
Derita pasutri di Tomang Jakarta Barat hidup dalam kemiskinan. Dua anak mereka sampai putus sekolah. Ini kisahnya, Jumat (16/9/2022).
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, GROGOL PETAMBURAN - Kemiskinan masih menunjukkan wajahnya di tengah kota Jakarta yang terus bergeliat maju.
Jerat kemiskinan itu salah satunya masih membelit hidup warga Tomang yang bermukim di pinggiran Kali Ciliwung, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Pasangan suami istri itu bernama Suheri (40) dan Susana (38).
Sepertinya, mereka sudah terlatih untuk hidup menderita.
Bagaimana tidak, Suheri yang mengail rupiah sehari-hari sebagai pemulung berpenghasilan pas-pasan sekali.
Baca juga: Modus Jadi Pemulung, Maling Beraksi Gasak Motor Warga Cakung
Dalam sehari berkeliling mulung, ia paling hanya mendapatkan uang Rp 40 ribu.
Padahal, uang itu digunakan untuk membiayai hidup istri dan empat anaknya.
Bila dibayangkan dengan penghasilan segitu, untuk makan pun susah.

Namun, begitu lah hidup pasutri itu.
Perasaan ngenes begitu terasa ketika menengok rumah semi permanen yang dikontrak mereka.
Semua barang ditumpuk seabrek-abrek di dalamnya.
Baju terlihat berserakan, tempat tidur yang belum dirapikan, hingga dapur seadanya di dalam kamar itu.
Baca juga: Polisi Ungkap Kondisi Terkini Pemulung Tergeletak Bersimbah Darah di Trotoar Jalan Gatot Subroto
Di dalam tempat tinggal sempit itu, mereka berenam tidur berdempetan di sana.
Suasana kamarnya pun terasa sumuk meski satu kipas angin butut memutar kencang.
Suheri bercerita ia sudah bermukim di RT 005 RW 013 Tomang, Jakarta Barat sejak tahun 1973.
Sehari-harinya ia bekerja sebagai pemulung dan terkadang kerja serabutan.
Namun, Suheri mengaku selama hidup di dalam jurang kemiskinan, bantuan sesekali mampir ke rumahnya.
Meski, seringnya ia tidak mendapatkannya.

"Pemerintah juga belum pernah mendata ke rumah saya. Mungkin ada tetangga yang udah, tapi saya belum. Dari tahun 73 sampai sekarang saya belum pernah merasakan bantuan langsung tunai (blt)," cerita pria berambut gondrong itu kepada TribunJakarta.com pada Jumat (16/9/2022).
Ia mengakui memang pemerintah bukannya 100 persen tak mengulurkan bantuannya.
Salah satu anaknya menerima Kartu Jakarta Pintar (KJP).
Kendati demikian, dua anaknya terpaksa putus sekolah.
Baca juga: Pemulung Terkapar Tak Bergerak di Jalan Dikira Sudah Meninggal, Ternyata Mabuk Berat
"Anak pertama usia 16 tahun dan anak kedua 14 tahun putus sekolah," katanya.
Suheri terpaksa meminta mereka tidak melanjutkan sekolah karena alasan penghasilan yang sangat kecil.
"Ya memang sekolah gratis, tapi kan kayak biaya transport atau biaya buku-buku harus ada. Otomatis saya nyerah aja, penghasilan cuma Rp 40 ribu sehari," tambahnya.

Suheri sangat menaruh harapan kepada pemerintah untuk memberikan bantuan secara berkelanjutan kepada keluarganya.
Terlebih, kebijakan pengalihan subsidi BBM untuk membantu warga miskin betul-betul tepat sasaran.
"Saya minta tolong, tinjau lah warga-warga yang sangat membutuhkan seperti saya dan teman-teman saya," pungkasnya.