Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022
Teriakan Minta Tolong Dimana-mana, Bapak Ini Hanya Pikirkan Keselamatan Anak saat Tragedi Kanjuruhan
Saat tragedi Kanjuruhan, Doni kala itu hanya memikirkan bagaimana caranya membawa sang anak pulang dengan selamat.
Penulis: Siti Nawiroh | Editor: Yogi Jakarta
TRIBUNJAKARTA.COM - Doni, seorang suporter Aremania FC mendengar teriakan minta tolong dimana-mana ketika tragedi di Stadion Kanjuruhan.
Ngerinya tragedi tersebut diceritakan Doni (43) yang kala itu turut membawa anaknya menonton laga pertandingan antara Arema FC vs Persebaya tersebut, Sabtu (1/10/2022).
Doni kala itu hanya memikirkan bagaimana caranya membawa sang anak pulang dengan selamat.
Sementara kala itu ada lebih dari 130 orang tewas dalam kericuhan suporter Arema FC tersebut.
Bahkan salah satu kerabat Doni yang merupakan suami istri ikut menjadi korban tewas lantaran terinjak-injak suporter lain.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Duka Indonesia, Jakmania - Viking Bersatu di Jakarta Kuatkan Aremania
Doni merupakan seorang Aremania asal Bareng, Kota Malang.
Diceritakan Doni, mulanya tak ada insiden apapun ketika pertandingan berlangsung.
Tiba-tiba suasana berubah setelah Arema FC dan Persebaya selesai bertanding.

Dengan telinganya, Doni mendengar teriakan minta tolong dimana-mana setelah petugas meluncurkan gas air mata di stadion.
Tembakan gas air mata membuat para suporter panik lalu berusaha untuk keluar stadion.
Doni juga sempat mendengar ada suara ledakan di sana dan membuat suporter yang masih ada dalam stadion, berhamburan panik berusaha keluar stadion.
Begitu pula Doni yang saat itu membawa anak-anak. Yang ada dalam pikirannya cuma menyelamatkan anak yang ia cintai.
"Cari pintu keluar itu berdesakan, panik. Sudah berdesakan, panas kena gas (air mata) itu. Pagar keluar roboh," kenang Doni.
Dalam situasi seperti itu, ia melihat banyak yang sudah tergolek lemas ketika ia turun.
Semua orang seperti kebingungan.
Waktu itu, ia cuma mendengar teriakan orang-orang minta tolong dari segala arah.
"Bahkan sudah nggak ada (meninggal dunia) juga saat turun itu. Cuma teriakan tolong-tolong," paparnya.
Baca juga: Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti Dukung Polri Percepat Investigasi Tragedi Kanjuruhan
Doni mengaku bingung karena ada gas air mata. Setahu dia, penggunaan gas air mata tidak diperbolehkan.
"Yang saya sayangkan, kok di lapangan ada gas. Kok yang di sini gas air mata," paparnya.
Kecewa dengan perlakuan petugas

"Kami dipukul, ditendang oleh petugas, hingga teman kami sampai kehilangan nyawa" tutur Riyan, Suporter Arema FC yang menjadi salah satu korban luka di tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.
Pemuda bernama lengkap Riyan Dwi Cahyono (22) ini mengaku kecewa dengan perlakuan petugas kepadanya dan rombongannya.
Kala itu, ia mengatakan pihaknya memang turun ke lapangan usai pertandingan.
Bukan tanpa tujuan, Riyan mengungkap pihaknya ingin melayangkan protes atas kekalahan Arema FC.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Laga Arema FC Vs Persebaya, The Jak Cilincing: Panpel Belum Siap Hadapi Derbi
"Kami turun tujuannya memang untuk protes kepada pemain dan manajemen Arema FC,"
"Kenapa Arema FC bisa kalah? Padahal selama 23 tahun sejarahnya Persebaya tidak pernah kalah melawan Arema FC di kandang Singo Edan," tutur Riyan dikutip dari Kompas.com, Minggu (2/10/2022).
"Jadi tujuannya hanya untuk protes agar Arema FC bisa lebih baik lagi ke depannya," sambung Riyan.

Namun Riyan mengaku langkahnya terhenti setelah tembakan gas air mata datang dari arah tribun timur.
Riyan belum sempat melewati pagar keburu jatuh lalu terinjak-injak suporter lain yang berebut turun dari tribun.
"Saat itu saya tidak berdaya. Bahkan, teman perempuan saya yang bareng bersama saya dari Blitar hilang dan belum tahu bagaimana kondisinya saat ini," jelasnya.
Akibat gas air mata, Riyan sempat sesak napas.
Beruntung nyawanya masih selamat setelah segera dievakuasi oleh supporter lain.
"Kami kecewa dengan perlakuan petugas keamanan,"
"Kami juga dipukul, ditendang oleh petugas, hingga teman kami sampai kehilangan nyawa," katanya.