Apindo Bocorkan Kenaikan UMP 2023, Bukan 13 % ?
Asosiasi Pengusaha Indonesia Apindo membocorkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2023, benarkah tidak sesuai tuntutan buruh?
TRIBUNJAKARTA.COM - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memberikan bocoran terkait kenaikan UMP 2023, jadi berapa?
Pembahasan kenaikan UMP 2023 masih berlangsung alot. Kalangan buruh sendiri menuntut UMP 2023 naik sebesar 13 persen.
Sementara itu pihak pengusaha terang-terangan mengaku tidak sanggup apabila UMP 2023 naik 13 persen.
Saat ini, dewan pengupahan masih menunggu data dari BPS, berupa indikator ekonomi yang akan jadi acuan penetapan upah minimum.
Sementara itu, baik pengusaha maupun pekerja, masih saling melontarkan kemauan masing-masing soal besaran upah yang harus diberlakukan nanti.
Kali ini, pengusaha membocorkan rencana penerapan besaran UMP 2023, dengan kemungkinan hanya naik 1-2 persen, bahkan kurang dari angka itu, seperti upah tahun 2022.
"Saya ga ingin mengatakan iya, tapi setidak-tidaknya kurang lebih seperti itu (kenaikan 1-2 persen)," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Apindo DKI Jakarta Solihin, Selasa (25/10/2022).
Alasan tidak banyaknya perubahan kenaikan UMP antara tahun depan dan tahun ini karena dasar hukumnya sama, yakni PP36/2021 tentang Pengupahan turunan Undang-undang Cipta Kerja.
"Kita kan cuma ikut aturan. Kalau dibilang berlaku kita ikutin aja, memang pasti ada perdebatan. Tapi, kembali lagi, orang yang katakan lah kurang berkenan, saya cuma tanya, aturannya apa yang berlaku?" Kata Solihin.
"Yang penting aturannya kita berkiblat pada aturan, memang ada tuntutan di atas 10 persen, sah-sah aja, namanya mengusulkan," lanjutnya.
Baca juga: Penetapan UMP 2023 Bakal Diumumkan 21 November 2022, UMK 2023 Kapan?
Aturan Penetapan Upah
Ketentuan upah saat ini diatur dalam PP No 36/2021 tentang Pengupahan, turunan dari Undang-undang (UU) No 11/2020 tentang Cipta Kerja. Di mana, ketentuan soal upah minimum diatur dalam Bab V.
Bagian Kesatu pasal 23 mendefinisikan upah minimum sebagai upah bulanan terendah, yaitu tanpa tunjangan atau upah pokok dan tunjangan tetap.
"Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum," demikian bunyi pasal 23 ayat (3) PP No 36/2021.
Upah minimum tersebut berlaku bagi pekerja/ buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun di perusahaan bersangkutan, dan untuk yang lebih dari 1 tahun berpedoman pada struktur dan skala upah.
Baca juga: Siap-siap! Penetapan UMP 2023 Segera Diumumkan, Simak Besaran Upah Tahun 2022 di 34 Provinsi
"Upah minimum terdiri atas (a) upah minimum provinsi (UMP) dan (b) upah minimum kabupaten/ kota dengan syarat tertentu," bunyi pasal 25 ayat (1).
Sementara, ayat (2) dan (3) menetapkan, upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, secara khusus untuk huruf (b) meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/ kota yang bersangkutan.
"Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan dimaksud pada ayat (2) meliputi paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah. Data pertumbuhan ekonomi, inflasi, paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik," pasal 25 ayat (4-5) PP No 36/2021.
Jika mengacu ketentuan tersebut, formula pengupahan diantaranya menggunakan komponen pertumbuhan ekonomi atau inflasi, bukan total dari kedua indikator ekonomi tersebut.