Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak

Dilaporkan Kuat Maruf ke KY, Prof Romli: Hakim Tak Boleh Berkata Kasar

Prof Romli mengkritisi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Editor: Wahyu Septiana
Tangkapan layar
Jaksa Penuntut Umum (JPU; kanan atas) saat mencecar pertanyaan ke saksi Ferdy Sambo (kiri atas) soal hasil tes kebohongan atau poligraf Ferdy Sambo terkait ikut menembak atau tidak Brigadir J, dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022). Sambo yang juga berstatus terdakwa kasus yang sama dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Ricky Rizal, Bharada E dan Kuat Maruf (bawah).  

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita mengkritisi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, dengan terdakwa Ferdy Sambo dan lainnya.

Hakim Wahyu Imam Santoso telah dilaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh terdakwa Kuat Maruf ke Komisi Yudisial (KY). Sebab, Hakim Wahyu telah menyebut Kuat Maruf buta, tuli dan bohong saat memberikan kesaksian untuk terdakwa Richard Elizier alias Bharada E.

Dalam Undang-Undang, kata Romli, hakim tidak boleh berpihak untuk mengambil kesimpulan sebelum sidang selesai, tidak boleh tanya menyimpulkan apalagi bilang bohong kepada saksi dalam persidangan.

“Itu enggak boleh, bisu, tuli itu enggak boleh. Bahasa-bahasa itu bahasa kode etik hakim. Ada pedoman perilaku hakim, hakim itu harus sopan santun tidak boleh melanggar privacy seseorang terdakwa atau saksi, itu tidak boleh,” kata Romli saat dihubungi wartawan pada Minggu, 11 Desember 2022.

Jadi, Romli meminta hakim harus betul-betul menjaga lisannya dan hati-hati meskipun kesal dengan keterangan saksi maupun terdakwa.

Namun, kata dia, hakim harus bisa menahan diri jangan sampai menimbulkan kesan tidak suka dengan saksi atau terdakwa.

“Kita paham orang kan kesel ada batasnya ya kan, tapi nahan diri lah. Jangan terkesan oleh semua yang dengar, melihat, hakim ini enggak suka. Dia harus obyektif, ngatur strategi bagaimana seseorang ditanya dia terus terang. Itu kelihaian hakim disana membuat seseorang yang ditanya mau berterus terang. Tapi tidak dengan kata-kata kasar,” ujarnya.

Menurut dia, hakim harus memahami bahwa tidak semua saksi yang diperiksa dalam persidangan itu memiliki pengetahuan atau pendidikan yang sama.

Baca juga: Sebut Jumlah Kekayaan Tak Wajar, KPK Belum Bisa Umumkan LHKPN Ferdy Sambo

Sehingga, saksi yang berpendidikan rendah tidak akan paham mendengar pertanyaan-pertanyaan orang pinter atau berpendidikan tinggi.

“Makanya Kuat atau siapa, pak jaksa tanya jangan cepet-cepet saya tidak tangkap, saya tidak paham, bagus itu terus terang. Dia enggak ngerti apalagi masalah hukum, itu harus disadari oleh semua pihak,” jelas dia.

Dengan begitu, Romli menduga hakim tersebut telah melanggar kode etik yang perlu diberikan sanksi meskipun sanksi administratif.

Tentu, kata dia, Komisi Yudisial bisa berembuk dengan Mahkamah Agung untuk menindaklanjuti laporan Kuat Maruf.

Ketua mejelis hakim Wahyu Iman Santoso (kiri) mencecar soal kebohongan Kuat Maruf (kanan) saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir J, dengan terdakwa Ricky Rizal dan Richard Eliezer alias Bharada E, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022). Dan Kuat Maruf mengakui mulai melakukan kebohongan terkait tewasnya Brigadir J, saat diperiksa di Provos Mabes Polri, pada 8 Juli 2022, atas permintaan bosnya, Ferdy Sambo. Terkini, hakim Wahyu Iman Santoso dilaporkan pengacara Kuat Maruf ke Komisi Yudisial (KY).
Ketua mejelis hakim Wahyu Iman Santoso (kiri) mencecar soal kebohongan Kuat Maruf (kanan) saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir J, dengan terdakwa Ricky Rizal dan Richard Eliezer alias Bharada E, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022). Dan Kuat Maruf mengakui mulai melakukan kebohongan terkait tewasnya Brigadir J, saat diperiksa di Provos Mabes Polri, pada 8 Juli 2022, atas permintaan bosnya, Ferdy Sambo. Terkini, hakim Wahyu Iman Santoso dilaporkan pengacara Kuat Maruf ke Komisi Yudisial (KY). (Tangkapan layar Kompas TV)

“Hukuman administratif, bisa saja ditelusuri oleh KY. KY berembuk dengan Mahkamah Agung dan terbukti makanya sanksinya administratif. Akhirnya dia bisa dicopot jadi hakim. Masa sudah melanggar kode etik harus tetap pimpin sampai selesai, kan engga bisa. Harus ada sanksi,” pungkasnya.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved