Pilpres 2024
Duet Ganjar-Mahfud Bisa Sedot Suara NU dan Gusdurian, Anies-Imin dan Prabowo di Jatim Bisa Wassalam
Jika duet Ganjar-Mahfud terwujud, berpadu dengan besarnya elektabilitas PDIP di kalangan NU, pasangan Anies-Cak Imin dan kubu Prabowo bisa wassalam.
TRIBUNJAKARTA.COM - Jawa Timur menjadi salah satu medan Pilpres 2024 paling menjadi perhatian tiga kubu koalisi yang ada saat ini.
Provinsi yang berseberangan dengan Bali itu memiliki jumlah daftar pemilih tetap (DPT) terbesar kedua setelah Jawa Barat, yakni 31.402.838 pemilih. Sedangkan Jawa Barat 35.714.901 pemilih.
Nahdlatul Ulama (NU) dan Gusdurian menjadi dua kelompok yang dianggap paling merepresentasikan pemilih Jawa Timur.
Dengan corak Islam dan pesantrennya, PKB pun menjadi partai yang paling dekat dengan dua kelompok itu.
Sebagai gambaran, pada Pileg 2019 lalu, PKB memperoleh jumlah kursi terbanyak kedua dengan 25 kursi. Lebih sedikit dua kursi dari PDIP.
Sedangkan tiga partai di bawahnya adalah, Gerindra dengan 15 kursi, Demokrat dengan 14 kursi dan Golkar 13 kursi.
Peta NU Kini
Terkini, Survei Litbang Kompas yang dipublikasikan 21 Agustus 2023, menunjukkan, PKB menjadi partai dengan elektabilitas cukup tinggi di kalangan NU.
PKB mengantungi 10,2 persen suara NU secara nasional.
Namun bukan yang terbesar, suara NU terbesar ada di PDIP dengan 22,9 persen dan PKB 19,9 persen.
Pemilih kalangan NU sendiri banyak tersebar di Jawa Timur. Di kalangan responden NU di Jatim, suara PKB lebih besar lagi, yakni 18,6 persen.
Suara PKB di kalangan NU di Jawa Timur ini mengungguli Gerindra yang mengantongi dukungan 13,7 persen, tetapi masih di bawah PDI-P yang mendulang 32,9 persen suara.

Dari sisi bakal capres, di kalangan NU, elektabilitas bakal capres Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto paling tinggi, sedangkan Anies Baswedan di posisi bontot.
Masih dari Litbang Kompas, elektabilitas Ganjar di kalangan responden NU mencapai 25,6 persen, sedangkan Prabowo mengantongi 25 persen. Sementara, tingkat keterpilihan Anies di kalangan NU hanya 12,8 persen.
Di Jawa Timur, warga NU mayoritas memberikan dukungan buat Ganjar. Sebanyak 37,1 persen responden NU di Jawa Timur mengaku bakal memilih Ganjar pada Pilpres 2024. Lalu, 20,8 persen memilih Prabowo. Hanya 7,5 persen responden NU di Jawa Timur yang mengaku mendukung Anies.
Adapun survei Litbang Kompas ini digelar pada 27 Juli-7 Agustus 2023. Survei melibatkan 1.364 responden di 38 provinsi di Indonesia. Dengan metode wawancara tatap muka, survei mencatatkan margin of error sebesar +/- 2,65 persen. Survei sepenuhnya dibiayai oleh Harian Kompas.
Manuver Koalisi
Sejak awal, PKB dengan protofolio pemilih NU dan Gusdurian itu, sudah digaet Gerindra untuk membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) dan mengusung Prabowo Subianto sebagai bakal capresnya.
Ketua Umum Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan itupun sering berkunjung ke pesantren di Jawa Timur sejak lebaran lalu.
Seiring berjalannya waktu, koalisi pengusung Prabowo kedatangan Golkar dan PAN yang turut bergabung.
Sementara itu, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang berharap menjadi pendamping Prabowo, tidak juga diumumkan sebagai bakal cawapres.
Di kubu lain, Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) berisi NasDem, Demokrat dan PKS, begitu mendambakan bakal cawapres dari Jawa Timur untuk mendampingi bakal capres Anies Baswedan.
Khususnya NasDem, partai besutan Surya Paloh itu, paling getol menyodorkan sejumlah nama yang memiliki basis massa kuat di Jawa Timur seperti Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan putri Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid.

Di tengah jalan, NasDem dan PKB bermanuver tajam.
Mereka berdua memilih berkoalisi, dengan mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres dan Cak Imin sebagai wakilnya,, di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur pada Sabtu (2/9/2023).
NasDem yang menginginkan wakil Anies kuat di Jawa Timur terpenuhi. Hasrat Cak Imin menjadi calon RI 2 juga tersalurkan.
Konstalasi politik seketika berubah.
KPP kini berisi Nasdem, PKB dan PKS. Sedangkan Demokrat yang merasa terkhianati dengan manuver NasDem-PKB memilih keluar.
Kubu Prabowo mengubah nama koalisinya menjadi Koalisi Indonesia Maju dengan Gerindra, Golkar dan PAN sebagai penggawanya.
Yenny Wahid dan Prabowo
Melihat eks rekan koalisi deklarasi, Prabowo mencari basis NU lainnya dengan menggaet Yenny Wahid.
Yenny bertemu Prabowo di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Rabu petang (6/9/2023).
Meski tidak menyatakan dukungannya secara langsung, namun Yenny Wahid menganggap, Prabowo sosok pemimpin yang tepat hari ini, dengan pemahaman geopolitiknya.

"Pemimpin yang akan memimpin Indonesia ke depan harus mengerti dinamika geopolitik, orang yang punya strategic thinking. Saya rasa orang seperti Pak Prabowo ini memiliki kemampuan seperti itu. Maka wajib bagi saya sebagai representasi dari kelompok Gus Dur (Gusdurian) untuk berkomunikasi intens dengan Pak Prabowo untuk nebdengarkan kebijakan beliau, dan memberikan aspoirasi kita tentang bentuk negara ke depan harus seperti apa," kata Yenny Wahid.
Tak hanya itu, di lain kesempatan, sebelum bertemu Prabowo, Yenny Wahid menyatakan tidak akan mendukung pasangan Anies-Cak Imin.
Sebagai putri Gus Dur, Yenny menganggap Cak Imin mengkudeta Gus Dur dan merebut PKB.
"Akan sulit sekali bagi kami mendukung capres yang bersanding dengan orang yang pernah mengkudeta Gus Dur. Sulit, posisi kami sulit," tegasnya di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, Selasa (5/9/2023).
Ganjar-Mahfud?
Terkini, koalisi PDIP dan PPP pengusung bakal capres Ganjar Pranowo juga tengah mengincar pemilih Jawa Timur.
Nama Menko Polhukam, Mahfud MD dimunculkan ke permukaan sebagai bakal cawapres.
Mahfud MD yang berdarah Madura itu dianggap representasi lengkap orang Jawa Timur, Nahdliyin dan Gusdurian sekaligus.
Mengakar dengan tradisi pesantren dan keislaman, Mahfud MD juga merupakan Menteri Pertahanan era Presiden Gus Dur.
Mahfud MD bahkan sudah bertemu Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Kendati dikait-kaitkan dengan Pilpres 2024, Mahfud mengaku pertemuannya dengan putri Bung Karno itu tidak membicarakan tentang kansnya menjadi pendamping Ganjar.
"Tapi kita gak bicara soal Pilpres lah. Karena saya tahu itu bukan domain saya. Bu Megawati lebih tahu semuanya tentang setiap orang. Jadi kita gak bicara itu, menghormati aja," kata Mahfud di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, (11/9/2023).
"Kita engga bicara Pilpres karena saya menghormati bu Megawati untuk menentukan sesuai dengan kapasitas beliau yang saya yakini sudah engga perlu masukan-masukan dari orang luar. Sudah ada mekanisme internalnya maksud saya di PDIP," tambahnya.
Sementara itu, Politikus PDIP, Aria Bima mengakui, Mahfud MD adalah salah satu kandidat pendamping Ganjar.
Pertemuan Mahfud MD dengan Megawati pun diyakini membahas hal itu.
"Tidak ada pertemuan yang sekarang ini tidak bermaksud mencari sesuatu hal yang tidak berkaitan dengan politik," kata Aria Bima dikutip dari Kompas TV, Selasa (12/9/2023).
Selain dengan Mahfud MD, nama Ridwan Kamil (RK) juga tengah santer dikabarkan bertemu Megawati membicarakan menjadi wakil Ganjar.
Anies-Cak Imin dan Prabowo Wassalam di Jatim
Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan, jika sudah sampai tahap bertemu Megawati, artinya orang itu serius dipertimbangkan menjadi pendamping Ganjar.
Secara keseluruhan, dari mulai sisi politik hingga kelebihan dan kekurangan di berbagai bidang mesti sudah diteliti.
Terlebih menurut Adi, PDIP adalah partai yang kuat secara ideologi dan mazhab politik.
Tokoh yang akan diajak bergabung ke dalam kubunya pasti memiliki banyak kesamaan.

"Saya kira memang kode keras dan tidak gampang bicara dengan Mbak Mega, berdialog dengan hati ke hati soal kepentingan poltik, apalagi terkait pilpres. Tentu Ridwan kamil tentu Mahfud MD sudah melalui screening cukup panjang."
"Di mana portofolio politik mereka sudah di-tracking, tentu tentang kelebihan, kekurangan dan potensi mereka."
"Oleh karena itu sudah pada tahap bertemu dengan Mbak Mega, saya kira ini satu kakinya sudah ada di dalam kemungkinan dia terpilih sebagai pendampingnya Ganjar Pranowo entah itu Ridwan Kamil atau Mahfud MD," ujar Adi di Kompas Petang, Selasa (12/9/2023).
Adi pun mengungkapkan kelebihan Ridwan Kamil yang merupakan mantan Gubernur Jawa Barat itu.
"Ridwan Kamil juga memiliki kelebihan salah satunya tentu diharapkan mampu mengkonsolidasikan politik di Jawa Barat yang sleama ini misalnya Pak Ganjar Pranowo belum terlampau muncul secara signifikan," ujar Adi.
Di sisi lain, Mahfud MD memiliki kelebihan di Jawa Timur, kampung halamannya.
Mantan Ketua MK itu juga dianggap bagian yang kafah dari NU sekaligus Gusdurian.
Jika duet Ganjar-Mahfud terwujud, berpadu dengan besarnya elektabilitas PDIP di kalangan NU, maka pasangan Anies-Cak Imin dan kubu Prabowo bisa tertinggal jauh alias wassalam.
"Mahfud itu kuat di kalangan NU. Apapun judulnya, Mahfud ini kan merupakan representasi politik dari kalangan Gus Dur," ucap Adi Prayitno.
"Kalau Mahfud yang dipilih maka PBNU yang sekarang Gus Yahya (Ketua Umum PBNU) dan barisan Gusdurian itu akan solid dan terkonfirmasi," imbuh Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu.
DPP PDIP ANgkat Bicara
Analisa Adi Prayitno diamini oleh Ketua DPP PDIP, Nusyirwan Soejono.
Menurutnya, untuk bisa sampai bertemu muka dan berdiskusi dengan Megawati secara langsung, harus melewati sejumlah tahapan.
"Kalau untuk sampai pada tingkatan berjumpa dengan Ibu Megawati tentu itu bukan suatu hal yang mudah, melewati berbagai tinjauan, berbagai pengamatan, sampai pada perlunya sebuah pertemuan," kata Nusyirwan pada kesempatan yang sama di program Kompas Petang.
Nusyirwan pun memastikan seleksi yang dilakukan PDIP untuk mencari sosok calon RI 2 terbaik tidaklah sembarangan.
Ia pun megajak masyarakat menunggu kesimpulan sosok yang akan dimajukan menjadi wakil Ganjar.
"Maka tentu kita akan tunggu saja, apakah nanti atas kesimpulan-kesimpulan tersebut, apa yang sudah dicatat, direkam, dievaluasi selama ini, nanti hasilnya seperti apa. Hanya saja perlu juga jadi catatan pula bahwa itu semua berdasar pada apa yang selama ini muncul, selama ini ada di dalam peredaran."
"Ke depan untuk pimpinan nasional, presiden dan wakil presiden, tentu kita tidak hanya melihat sekadar kulitnya saja ya. Tentu juga tidak menjadi hal yang salah apabila ada kemungkinan-kemungkinan untuk melihat faktor lain, tuntutan politik ke depan, tuntutan kebutuhan bangsa ke depan," pungkasnya.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.