Pilpres 2024
Tunjuk Kaesang Jadi Ketum, Pengamat Cap PSI Seperti Perusahaan Keluarga Jual Nama Besar Orang Tua
Ray Rangkuti menganggap penunjukan Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah suatu hal konyol.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti menganggap penunjukan Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah suatu hal konyol.
"Tidak ada yang paling menggelikan dalam bulan ini di ruang politik kecuali PSI memilih Kaesang sebagai ketua umum partai itu," kata Ray saat dihubungi, Selasa (26/9/2023).
Pasalnya, Kaesang baru dua hari resmi menjadi anggota PSI tapi sudah didapuk posisi ketua umum oleh PSI.
"Seperti sim salabim. Baru sehari bergabung langsung didapuk menjadi ketua umum. Tujuannya jelas, meraih suara pada pemilu 2024 yang akan datang," kata Ray.
Meski tak mengetahui mekanisme di internal PSI dalam menentukan jabatan ketum, Ray menilai penunjukan Kaesang banyak mengabaikan sejumlah aspek yang seharusnya ada dalam sebuah organisasi, terlebih ini merupakan partai politik.
"Cara ini mengabaikan banyak aspek dalam memilih Ketum yang mestinya hadir dalam organisasi apapun.
Bahkan untuk organisasi yang paling sederhana sekalipun, ada tata cara, waktu, sarat dan pelibatan anggota di dalam pemilihan ketua umumnya," kata Ray.
PSI Ibarat Perusahaan Keluarga
Lebih lanjut Ray kini menganggap PSI ibarat sebuah perusahaan keluarga ketimbang sebagai partai politik.
Sebab, PSI memilih menjual idealismenya demi semata meraup suara dengan cara menjual nama besar orang tua Kaesang yang tak lain adalah Presiden Jokowi.
"PSI menjadi seperti perusahaan keluarga. Ketua umum dipergilirkan bukan karena sederet alasan ideal, tapi semata demi meraup suara.

Dan demi kepentingan suara itu, kualitas-kualitas personal diabaikan lalu ditukar dengan kualitas bapakisme.
Kaesang adalah anak Presiden, dan PSI hendak meraup suara pemilih yang memilih berdasar popularitas pak Jokowi," paparnya.
Menurut Ray, keputusan PSI menggantungkan diri pada nama besar Jokowi selaku orang tua Kaesang telah mengaburkan idiom PSI sebagai partai anak muda atau kaum milenial.
"Anak muda yang seharusnya diberi teladan untuk selalu siap mandiri, malah yang terlihat sebaliknya, menggantung nasib pada bapakisme," kata Ray.
Ray pun ragu keputusan PSI menjadikan Kaesang sebagai ketua umum mereka bisa menarik simpati dari para pemilih Jokowi.
Menurutnya, keputusan itu hanya menunjukan bahwa etika politik PSI tak ada yang istimewa.
"Dalam kondisi seperti ini, saya ragu, PSI akan menarik simpati pemilih Pak Jokowi. Tapi yang sudah pasti PSI menukar hal-hal ideal dalam berpolitik untuk semata mengejar suara."
"Satu perilaku yang mencerminkan standar etika politik PSI yang biasa-biasa saja," ujar Ray.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.