Fraksi PDIP Pertanyakan Sikap Buruh Ngotot Minta UMP 2024 Rp 5,6 Juta: Dasarnya Mana? 

Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mempertanyakan sikap buruh yang ngotot minta upah minimum provinsi (UMP) 2024 naik 15 persen.

Dionisius Arya Bima Suci/TribunJakarta.com
Demo buruh yang menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2024 di Balai Kota Jakarta berujung anarki pada Selasa (21/11/2023). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mempertanyakan sikap buruh yang ngotot minta upah minimum provinsi (UMP) 2024 naik 15 persen menjadi Rp5,6 juta.

Menurutnya, tuntutan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

“Dasar permintaan 15 persen dari mana?,” ucapnya saat dikonfirmasi, Rabu (22/11/2023).

Sebagai informasi, pemerintah sudah mengatur formulasi besaran kenaikan UMP 2024 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023.

Berdasarkan regulasi tersebut, formulasi penetapan upah minimum ialah UMP = Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi X Indeks Tertentu / Alfa).

Gilbert pun menilai, formulasi yang tertuang dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 ini pasti sudah diperhitungkan dengan matang oleh pemerintah.

“Kan ada perhitungannya itu yang mesti kemudian duduk bersama tripartit, antara pengusaha, buruh, dan pemerintah untuk penyelesaian sengket ini,” ujarnya.

Oleh karena itu, Gilbert mempertanyakan formulasi perhitungan besaran UMP 2024 yang diusulkan oleh buruh.

Sebab, buruh tak menggunakan PP Nomor 51 Tahun 2023 dan justru menggunakan formulasi UMP 2024 = Inflasi + Pertumbuhan Ekonomi + Alfa (8,15), sehingga didapat angka 15 persen untuk kenaikan UMP 2024.

“Kalau kemudian mereka minta segitu yang mesti kita perhatikan apakah kemudian pengusaha mampu?,” tuturnya.

Gilbert khawatir, bila besaran UMP 2024 yang ditetapkan pemerintah terlalu besar nantinya justru memberatkan pelaku usaha.

Hal ini pun bisa memicu PHK massal akibat banyak perusahaan kolaps lantaran tak mampu menutupi biaya operasionalnya.

“Saat ini mulai ada sedikit pemilihan ekonomi sesudah kemarin covid, tetapi saya tidak yakin kemudian ini akan segera kuat untuk menopang permintaan (buruh),” tuturnya.

“Karena kalau biaya operasional untuk gaji karyawan itu terlalu besar, saya kira perusahaan juga enggak mampu,” sambungnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved