Sempat Ungkap Ambruknya Psikis 200 Tenaga Medis Ke Rakyat AS, Direktur RS Al-Shifa Ditangkap Israel

Tentara zionis Israel menangkap Muhammad Abu Salmiya dua hari jelang kesepakatan gencatan senjata yang dilaksanakan pada Jumat (24/11/2023).

|
Twitter @adham922
Direktur RS Al-Shifa di Gaza, Palestina, Muhammad Abu Salmiya. (1) 

TRIBUNJAKARTA.COM - Saat Israel dan Hamas mulai saling membebaskan sandera dan menghentikan serangan alias gencatan senjata, seorang dokter yang merupak Direktur Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza, Muhammad Abu Salmiya masih terus ditawan.

Tentara zionis Israel menangkap Salmiya dua hari jelang kesepakatan gencatan senjata yang dilaksanakan pada Jumat (24/11/2023), dengan fitnah membuat Al-Shifa sebagai markas Hamas.

Tugas Salmiya berat, dia menjaga rumah sakit terbesar di Gaza itu untuk terus beroperasi mengobati pasien dan mengurus jenazah korban serangan Israel.

Sebulan lebih Salmiya meninggalkan keluarganya dan terus berada di rumah sakit demi masyarakat Gaza, dan para tenaga medis.

Salmiya sempat mengungkapkan, terus menerus menangani korban bombardir Israel dengan berbagai kondisi membuat 200 tenaga medis di Al-Shifa mengalami gangguan psikologis.

Garda terdepan penyelamat ribuan korban luka itu tidak jarang harus merawat keluarganya sendiri yang terkena serangan rudal Israel.

Salmiya sempat menyanggupi wawancara dengan media Amerika Serikat (AS), BreakThrough News pada Minggu (11/11/2023).

Dia berbiara lantang tentang sulitnya dan kacaunya situasi Al-Shifa di masa perang Israel-Hamas.

Pedih Nasib Tenaga Medis di Gaza

Bukan hanya tentang ribuan pasien yang sampai harus dirawat di lantai, tetapi juga karena krisis listrik, air, dan perlengkapan kebersihan.

Dengan segala kesibukan megurus pasien, namun para tenaga medis itu juga tak bisa berbuat banyak karena tidak adanya listrik.

"Ini pesan kemanusiaan untuk seluruh dunia. Kepada seluruh saudara di seluruh dunia dan Amerika secara khusus."

"Saya kira semua orang tahu apa yang terjadi di Gaza, dari sisi kemanusiaan, kelaparan, kehausan, kematian, jumlah yang terbunuh," kata Salmiya pada wawancara yang diunggah di Youtube BreakThrough News itu.

Orang-orang berkumpul di sekitar mayat warga Palestina yang tewas dalam serangan di rumah sakit Ahli Arab di Gaza tengah setelah mereka diangkut ke rumah sakit Al-Shifa, pada 17 Oktober 2023. Serangan di kompleks rumah sakit di Jalur Gaza setidaknya menewaskan korban jiwa yang disalahkan oleh pejabat di wilayah Palestina yang dikuasai Hamas pada 17 Oktober, memicu kecaman dan kemarahan luas. Namun tentara Israel menyalahkan roket yang salah ditembakkan oleh militan di Gaza.
Orang-orang berkumpul di sekitar mayat warga Palestina yang tewas dalam serangan di rumah sakit Ahli Arab di Gaza tengah setelah mereka diangkut ke rumah sakit Al-Shifa, pada 17 Oktober 2023. Serangan di kompleks rumah sakit di Jalur Gaza setidaknya menewaskan korban jiwa yang disalahkan oleh pejabat di wilayah Palestina yang dikuasai Hamas pada 17 Oktober, memicu kecaman dan kemarahan luas. Namun tentara Israel menyalahkan roket yang salah ditembakkan oleh militan di Gaza. (AFP/DAWOOD NEMER via Tribunnews)

Bagi Salmiya, kondisi di Gaza saat itu lebih buruk bahkan dari perang dunia hingga pembantaian Nazi Jerman terhadap Yahudi di Eropa atau holokaus.

Salmiya meminta rakyat Amerika agar mau menekan pemerintahnya untuk mengintervensi Israel menghentikan serangannya.

"Ini adalah ketidakadilan yang besar, tidak pernah terjadi di perang dunia satu maupun dua. Bahkan tidak terjdi di Bosnia, Herzegovina atau di holokaus."

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved