Sisi Lain Metropolitan
Cerita Anak Terjerat Hukum di Balik Jeruji: Menyesal Hidup di Lapas, Berharap Cita-Cita Tercapai
Cerita anak-anak terjerat hukum dari dalam lapas, kini hanya bisa menyesal. Berharap cita-cita bisa tetap terwujud.
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Pebby Adhe Liana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, JAGAKARSA - Suara puluhan remaja laki-laki terdengar lantang saat mereka melantunkan adzan magrib dari balik jeruji.
Dengan penuh semangat, anak-anak ini mengumandangkan kalimat demi kalimat panggilan untuk menunaikan ibadah salat magrib.
Ibadah salat lima waktu menjadi salah satu aktivitas wajib bagi anak-anak yang mendekam di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Jakarta, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Mereka yang beragama Muslim, menunaikan salat 5 waktu sebagai bagian dari jadwal harian rutin di dalam lapas anak tersebut.
Sanksi tegas pun menanti mereka, bila kedapatan tak menjalankan rutinitas tersebut.
"Kalau ketahuan nggak salat, kita akan disuruh push up 200 kali, dan semuanya kena. Jadi satu nggak ngelakuin semuanya kena," ungkap PR (16), salah seorang anak binaan LPKA Kelas II Jakarta, saat ditemui TribunJakarta.com, Sabtu (6/1/2024) silam.
Untuk diketahui, kegiatan peribadatan termasuk dalam program pembinaan kepribadian di LPKA Kelas II Jakarta.
Dari total 83 anak-anak yang dibina di lapas Jakarta, 80 di antaranya beragama Muslim sementara tiga lainnya Kristen Protestan.
Mereka yang Muslim akan diarahkan mengikuti kegiatan kerohanian Islam yang melibatkan Kantor Wilayah Kementerian Agama DKI Jakarta.
Sedangkan untuk mereka yang Nasrani, akan mengikuti kegiatan kerohanian Kristen dari Gereja Bethel Indonesia Kunir.
Di sini, pembinaan agama memang dibalut dengan penegasan kedisplinan. Maka dari itu, ada hukuman tertentu bagi anak-anak yang absen beribadah.
Salah satu anak binaan berinisial PR, mengungkapkan hidup di dalam lapas sangat mengubah perilakunya.
Semenjak hidup di lapas, PR rutin menjalani salat 5 waktu. Begitupun dengan teman-teman sesama anak binaan dalam lapas Jakarta.
Salat, belajar, dan bermain adalah rutinitas sehari-hari bagi PR.
Sebelumnya, ia terpaksa masuk ke dalam lapas lantaran terjerat kasus pencurian dengan pemberatan.
"Sehari-hari paling begini, salat, belajar, main bola," kata PR.
Tak cuma soal ibadah, serangkaian pendisiplinan lainnya juga diterapkan petugas lapas kepada anak-anak tersebut.
Penjadwalan waktu makan, pembatasan waktu berkomunikasi dengan keluarga, sampai penyetaraan potongan rambut cepak bagi anak-anak binaan merupakan sebagian dari banyak upaya pembinaan kedisplinan yang diterapkan petugas.
Langkah-langkah pembinaan ini diharapkan dapat membuat anak-anak tersebut bisa menjadi individu yang jauh lebih baik setelah keluar dari lapas.
Penyesalan Anak-anak di Balik Jeruji
"Ya di sini mah sebenarnya nggak ada anak-anak yang betah. Cuman dibetah-betahin aja," celetuk R (16), salah seorang anak binaan LPKA Jakarta.
Ungkapan itu merupakan bagian dari penyesalan R, anak binaan yang sebelumnya terjerat kasus penganiayaan.
R ditangkap polisi setelah menganiaya temannya sendiri saat duduk di bangku SMP, lebih dari setahun yang lalu.
Ia dihukum 2 tahun 6 bulan, dan kini sudah menjalani 1 tahun masa hukumannya.
"Nggak enak di sini, pokoknya kalian jangan sampai deh masuk ke sini, jangan," ungkap R lagi, sebagai pesan kepada anak-anak seusianya di luar sana.
Meski dirinya mendapatkan fasilitas yang cukup baik di dalam lapas, R tak bisa menyembunyikan rasa rindunya menghirup udara bebas untuk kembali ke rumah dan bertemu dengan keluarganya.
Namun, hukuman tetaplah hukuman.
R menyadari perbuatannya memang pantas menerima ganjaran sehingga masa pembinaan ini pun dijalaninya dengan ikhlas.
R mengaku sangat antusias mengikuti seluruh program di LPKA Jakarta, terutama pembinaan kepribadian dan kemandirian yang membuat dirinya bisa tetap berkembang meski sedang dalam masa hukuman.
Setelah bebas nanti, R berniat serius masuk sekolah teknik dan menjadi orang sukses meski sempat terpuruk.
Pun demikian dengan AR (18), sesama anak binaan di lapas itu.
AR terjerat kasus penganiayaan berat pada April 2023 lalu.
Kala itu, AR membacok pemuda hingga tewas di Jakarta Utara hingga akhirnya ditangkap polisi.
Ia sadar apa yang dilakukannya sangat fatal dan hukuman penjara memang sudah pantas didapatkannya.
Ia pun kini hanya bisa menyesal.
Dalam penyesalannya yang begitu mendalam, AR punya cita-cita yang begitu besar jika masa hukumannya sudah selesai nanti.
"Saya sadar apa yang saya lakukan itu kesalahan fatal. Tapi ya ini harus dijalani, dan saya banyak belajar juga di dalam lapas ini," katanya.
"Cita-cita saya ketika keluar dari sini mau lanjut kuliah dan kembali berlatih badminton," ungkap AR.
Sementara itu, Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Jakarta Akhmad Sobirin mengatakan, 83 anak binaan yang ada di lapas ini sebelumnya dijerat hukum atas beragam kasus kriminal.
47 anak di antaranya terlibat kriminal umum seperti tawuran, penganiayaan, hingga pencurian.
Kemudian, ada 30 anak terlibat kasus perlindungan anak serta enam anak lainnya terjerat narkoba.
"Untuk rentang usianya dari umur 14 tahun sampai 18 tahun," imbuhnya.
Pada tahun ini pihaknya akan kembali melanjutkan kegiatan-kegiatan pendidikan formal dan pendidikan informal terhadap anak binaan LPKA Kelas II Jakarta itu.
Pendidikan formal yang diberikan kepada anak binaan berupa kerja sama dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) terkait dengan kegiatan Kelompok Belajar (Kejar) Paket A, Paket B dan Paket C setara dengan tingkat SD, SMP, SMA di luar lapas.
Sedangkan pendidikan informal yang diberikan kepada anak binaan berupa kegiatan budidaya perikanan dan pertanian, sablon, menjahit, pembuatan roti dan kegiatan lain-lain.
Ditempatkan sesuai usia
Untuk penempatan anak binaan dalam kamar hunian, kata Sobirin diberlakukan sesuai rentang usia.
Tujuannya untuk meminimalisir kejadian-kejadian tidak diinginkan karena perbedaan usia yang sangat jauh .
"Sehingga mengurangi tindakan-tindakan, pelanggaran-pelanggaran yang ada di dalam ini," kata dia.
Menurut Sobirin, petugas LPKA Jakarta terus memastikan agar kamar-kamar hunian tidak boleh lebih dari kapasitasnya.
Petugas juga selalu memerhatikan perlakuan terhadap anak-anak yang memang memerlukan pembinaan khusus dibanding tahanan dewasa.
"Saya tekankan kepada seluruh jajaran bahwa kami di sini adalah menjadi orang tua ataupun wali mereka di sini. Kami berupaya untuk bisa memberikan pembinaan keterampilan kepada anak-anak di dalam ini," kata Sobirin.
Khusus anak-anak yang usianya sudah lebih dari 18 tahun, akan dilakukan langkah asesmen untuk memindahkannya ke lapas dewasa.
"Kami meminta persetujuan dari Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan (PK Bapas) untuk memberikan penelitian kemasyarakatan kepada anak di sini, apakah layak anak tersebut lebih pas di lapas dewasa atau lebih pas tetap berada di sini," paparnya.
"Karena jangan sampai nanti mungkin anak yang seharusnya tetap di lapas anak itu dipindahkan ke lapas dewasa, sehingga terkontaminasi oleh kriminal yang mungkin dalam kategori sudah dewasa," tutup Sobirin.
Baca artikel menarik lainnya di Google News.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.