Kasus Satu Keluarga Tewas di Apartemen Penjaringan, Sang Ibu Sempat Berdoa Sebelum Terjun Bebas
Fakta kasus satu keluarga tewas di Apartemen Penjaringan. Sebelum terjun bebas, sang ibu sempat berdoa di klenteng.
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Pebby Adhe Liana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, PENJARINGAN - Polisi ungkap fakta baru soal kasus satu sekeluarga yang tewas usai diduga melompat bersama dari Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara pada Sabtu (9/3/2024) lalu.
Sebelum melompat dari rooftop apartemen itu, sang ibu yakni AEL (52) menyempatkan diri untuk berdoa di kelenteng yang ada di lokasi tersebut.
Sementara sosok ayah serta kedua anaknya, menunggu sambil duduk di kursi area tersebut.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara AKBP Hady Saputra Siagian mengatakan, penjaga kelenteng sempat melihat ketika sang ibu berdoa di sana.
"Di kelenteng, pintu atas tuh nggak ditutup, karena bebas siapapun yang mau beribadah di sana bebas gitu. Si penjaga kelenteng, si Akong namanya, dia kan tugasnya bersih-bersih, ngurusin lilin," ucap Hady di Mapolres Metro Jakarta Utara, Senin (18/3/2024)
Kata Hady, setelah beberapa menit usai sang ibu berdoa di Klenteng, empat orang sekeluarga itu kemudian tak terlihat lagi.
Mereka lalu ditemukan sudah meninggal dalam kondisi mengenaskan di halaman parkir apartemen.
Menurut Hady, CCTV yang berada di apartemen itu mengalami kerusakan sehingga polisi tak dapat menggambarkan secara jelas bagaimana detik-detik mereka melompat.
Yang jelas, menurut penjaga kelenteng, sang ibu sempat berdoa di sana sebelum akhirnya ditemukan tewas terjatuh.
"Posisi mereka melompat itu di taman tadi. Sebelum kejadian istrinya itu berdoa dulu sembahyang. Bapak sama dua anaknya nunggu di kursi," jelas Hady.
Saat ini, pihak kepolisian masih kesulitan mengungkap secara jelas kasus tersebut.
Pasalnya, tidak ada jejak digital yang ditinggalkan keempat almarhum.
Hal ini, membuat polisi sulit menyelidiki penyebab terjadinya kasus tersebut.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, polisi tidak menemukan jejak apapun dari beberapa tempat dan penelusuran barang bukti di lapangan.
Bahkan dari ponsel keempat almarhum, didapati hasil yang nihil karena seluruhnya rusak.
Dari dalam tas mereka, juga tidak ditemukan barang bukti yang signifikan.
"Kasus yang biasa kita tangani, itu selalu meninggalkan jejak, ada pesan kah, ada komunikasi terakhir kah, ada jejak digital kah, tapi pada kasus ini tidak, tas yang dibawa tidak didapati apapun," ucap Gidion.
Demikian juga dengan barang bukti di hotel tempat mereka menginap sebelum tewas.
Polisi tak menemukan barang bukti apapun dari hotel tempat para almarhum menginap .
"Kemudian kita tracking, mulai dari dia nginap di hotel, di dalam mobil itu kan dia pakai Grab, bahkan komunikasi terakhir dengan Grab juga sangat natural," jelas Kapolres.
Kata Gidion, satu keluarga itu hanya diketahui semlat tinggal di Solo sebelum meninggal dunia bersama-sama.
Ketika berada di Solo, sang ayah dan ibu tak memiliki pekerjaan, sementara anak-anaknya tidak bersekolah.
Padahal, sebelumnya dua anak tersebut tercatat pernah bersekolah di wilayah Jakarta Utara.
"Si anak juga kan sudah tidak terdaftar di sekolah dan sudah tidak melanjutkan. Satu tahun anaknya sudah nggak sekolah, dua-duanya," kata Gidion.
Berdasar penelusuran polisi, keempatnya sudah tidak pernah berkomunikasi dengan keluarga besar dan kerabat mereka selama 2 tahun belakangan.
Karena minimnya komunikasi itu, keluarga besar dan kerabat akhirnya tak mengetahui apa saja masalah-masalah yang dihadapi keempat almarhum sebelum akhirnya tewas mengenaskan pada Sabtu (9/3/2024) lalu.
Baca artikel menarik lainnya di Google News.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.