Kabar Artis
Harvey Moeis Tersangka Korupsi Rp271 T, Pantas Saja Sandra Dewi Pernah Ngaku Malas Bahas Harta Suami
Suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, menjadi tersangka ke-16 kasus korupsi. Pantas dulu Sandra Dewi enggan pamer harta kekayaan sang suami.
TRIBUNJAKARTA.COM - Suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, menjadi tersangka ke-16 kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai 2022.
Ternyata kasus korupsi tersebut mengakibatkan kerugian lingkungan hingga Rp 271 triliun.
Saat menjadi narasumber di YouTube Boy William tahun 2019, pantas saja Sandra Dewi mengaku enggan pamer harta kekayaan.
"Kalau gue kenapa enggak memilih menunjukkan (kekayaan) karena gue tuh ketemu banyak orang hebat, dan kaya banget," ucap Sandra Dewi.
"Gue ini belum ada apa-apanya, jadi untuk pamer malu, buat apa,"
"Orang-orang hebat itu merendah," imbuhnya.
Kala itu Sandra Dewi mengaku enggan pamer kekayaan karena menurutnya yang terpenting adalah keluarga.
"Duit itu penting, tapi yang lebih penting itu keluarga," kata Sandra Dewi.
"Hidup sebenarnya gitu-gitu aja, kita makan tiga kali sehari, bisa jalan-jalan udah bagus,"
"Uang dikasih banyak itu bonus dari Tuhan, dikasih sedikitpun ya enggak apa-apa yang penting cukup makan," imbuhnya.

Boy William lalu mengungkapkan sebelum menjadi tamu di YouTubenya, Sandra Dewi meminta untuk tidak membahas soal kekayaan suaminya Harvey Moeis.
"Boy kita kalau nanti interview jangan bahas harta kekayaan suami, karena itu punya suami, bukan punya gue," kata Boy William meniru ucapan Sandra Dewi.
Sandra Dewi menegaskan selama menikah dengan pengusaha tersebut dia lebih nyaman menggunakan uang pribadinya.
"Gue lebih nyaman dengan punya gue sendiri, mungkin harta gue enggak seberapa," kata Sandra Dewi.
"Gue enggak pernah minta, kalau dia enggak ngasih ya gue enggak minta," imbuhnya.
Peranan Harvey Moeis
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan atau pihak yang mewakili PT RBT terjerat kasus ini pada 2018-2019.
Pada periode itu, Harvey Moeis bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RS kongkalikong, mencari keuntungan dalam kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
"Sekira tahun 2018 sampai dengan 2019, Saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu Saudara MRPT alias Saudara RS dalam rangka untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," kata Kuntadi di Kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Keduanya sempat beberapa kali bertemu membahas soal ini. Kemudian, mereka menyepakati agar kegiatan di pertambangan liar tersebut ditutupi dengan sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah.
Harvey Moeis pun menghungi sejumlah perusahaan smelter untuk mengakomodasi itu.
"Akhirnya disepakati bahwa kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut akhirnya di-cover dengan sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah, yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," ungkap Kuntadi.
Atas kegiatan tersebut, Harvey Moeis meminta para pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan untuk diserahkan seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR).
Adapun penyerahan keuntungan berkedok dana CSR ini turut melibatkan Helena Lim (HLN) selaku Manajer PT QSE.
"(Keuntungan yang disisihkan) Diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh TSK HLN," ujar dia.
Adapun Harvey diduga melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Jo Lasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Selain Harvey, eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) dan Helena Lim juga sudah berstatus tersangka dalam perkara yang sama.
Total tersangka dalam kasus ini sudah mencapai 16 orang.
Dalam kasus ini sejumlah bukti juga disita.
Barang bukti yang disita di antaranya 65 keping emas logam mulia dengan total berat 1.062 gram.
Kemudian, ada uang tunai senilai Rp 76 miliar, 1.547.300 dollar Amerika Serikat atau setara Rp 24 miliar, dan 411.400 dollar Singapura atau SGD atau Rp 4,7 miliar.
Para tersangka diduga berkomplot terlibat melakukan perjanjian kerja sama fiktif dengan PT Timah Tbk.
Perjanjian kerja sama fiktif itu dijadikan landasan bagi para tersangka untuk melakukan penambangan liar guna mengambil biji timah di Bangka Belitung.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.