Kecelakaan Bus Rosalia Indah Mirip Vanessa Angel, Analisa Roy Suryo Bahaya Microsleep Saat Menyetir
Roy Suryo bicara bahaya kelelahan amat sangat hingga menyebabkan microsleep saat menyetir. Kecelakaan maut bus Rosalia Indah mirip kasus Vanessa Angel
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Pemerhati Telematika sekaligus Magister Kesehatan Masyarakat, Roy Suryo memberikan analisa mengenai microsleep dan Fatique yang sangat berbahaya saat mengemudi.
Hal itu terkait kecelakaan maut Bus Rosalia Indah di Jalan Tol Batang-Semarang yang menewaskan 7 penumpang pada Kamis (11/4/2024).
Kecelakaan tersebut mirip dengan kasus meninggalnya artis Vanessa Angel dan suaminya Febri Ardiansyah yang meninggal di Tol Jombang, Jawa Timur, Kamis (4/11/2021).
Diketahui, Vanessa Angel dan suaminya tewas kecelakaan karena sopir yang mengendarai mobil mengantuk.
Sopir bernama Tubagus Joddy divonis 5 tahun penjara.
Tubagus Joddy disinyalir mengemudi dalam kondisi fatique atau kelelahan yang amat sangat sehingga mengakibatkan microsleep dan berakibat fatal.
Pasalnya, lepas kontrol keluar jalur.
"Jadi kalau hari-hari ini banyak disebut-sebut microsleep adalah penyebab kecelakaan tunggal Bus Rosalia Indah bernomor polisi AD 7019 OA yg dikemudikan oleh Jalur Widodo (34) tersebut," kata Roy dalam keterangan tertulis, Jumat (12/4/2024).
"Maka sebenarnya perlu dicari mengapa yang bersangkutan bisa mengalami kondisi "tidur sesaat" yang biasanya berdurasi antara 2 detik sampai 30 detik atau bahkan lebih tersebut," sambungnya.
Hal ini, kata Roy terjadi karena keadaan microsleep biasanya terjadi karena kondisi sebelumnya yg disebut sebagai fFatique atau kelelahan yg kelewat batas.
Jelasnya, lanjut Roy, fatigue adalah rasa lelah yang membuat sopir tersebut lesu dan kurang bertenaga sepanjang waktu.
"Kondisi ini menyebabkan hilangnya produktivitas karena yang bersangkutan tidak memiliki tenaga untuk beraktivitas dan jika rasa lelahnya tidak kunjung membaik setelah tidur dan atau mengonsumsi makanan yang tepat," kata Roy.
Maka, lanjut Roy, fatigue juga bisa menjadi tanda sindrom kelelahan kronis (CFS) atau myalgic encephalomyelitis.
Apalagi jika disebut-sebut sebelum kecelakaan tersebut, sopir sempat harus bekerja ekstra untuk mengganti bus yang mengalami masalah sebelumnya.
Roy menuturkan berdasar referensi dari WorkSafe Victoria, secara garis besar, Fatigue bisa dibedakan menjadi tiga jenis, yakni fisik, mental dan emosional.
Ketiga jenis inilah, kata Roy, yang sangat mungkin kemarin terjadi pada sopir Bus Rosalia Indah tersebut karena tampak berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas kognitif (membuat keputusan dan berkonsentrasi) dan berkurangnya kemampuan untuk terlibat dalam aktivitas emosional dan reflek saat terjadinya kondisi darurat Pra dan Pasca kejadian.
"Oleh karena itu ketika kecelakaan di KM 370 tersebut terjadi, Fatique yg diikuti microsleep inilah yang sangat dimungkinkan terjadi," katanya.
Roy juga menuturkan berdasarkan kronologi kejadian dimana bus langsung masuk ke parit dengan titik awal masuk (parit) di Km 370+50 dan titik akhir 370+200, alias 150-an meter jarak terseret tanpa ada jejak rem sama sekali.
"Sayang memang tidak (belum?) seperti peristiwa kecelakaan di KM 58 Cikampek-Jakarta sebelumnya yang ada Dash-Cam dari kendaraan lain yg bisa dibuat analisis berapa kecepatan bus saat terjadi kecelakaan kemarin," katanya.
"Tentu bilamana ada rekaman pendukung seperti ini, bisa juga dari CCTV Jasa Marga terdekat, akan sangat membantu analisis lanjut yang lebih akurat dan bisa digunakan untuk mengevaluasi kejadian," katanya.
Demikian pula, kata Mantan Menpora itu, bila nantinya sudah dilakukan Analisis menggunakan Alat TAA (Traffic Accident Analysis) berbasis LIDAR (Light Detection and Ranging) dengan menggunakan Sinar Laser yg kini lazim digunakan Korlantas Polri, akan bisa sangat didapatkan analisis yang akurat.
"Karena kalau melihat posisi dan kondisi Bus setelah kejadian cukup jauh berbeda dengan kondisi Daihatsu GranMax dan Bus Primajasa beberapa hari sebelumnya yg mengakibatkan hingga 12 korban jiwa," kata mantan Anggota DPR ini.
Roy pun mengingatkan fatique yang mengakibatkan microsleep, maka perlu benar-benar serius untuk diterapkan pengawasan serius terhadap para pengemudi.
Terutama untuk pengemudi kendaraan umum yang banyak mengangkut penumpang.
"Durasi waktu maksimal sopir dibalik kemudi dalam mengemudikan kendaraan memang harus benar-benar diterapkan dan diberi sanksi bilamana dilanggar," katanya.
"Manajemen transportasi semacam ini diluar negeri sudah sangat ketat diterapkan bahkan diberikan monitor yang bisa langsung berhubungan dengann Pool Bus / Kendaraan Umum dimaksud bahkan dengan aparat keamanan," sambungnya.
Roy menuturkan salah satu bentuk lain dari alat monitoring pengemudi ini bisa embedded (menjadi satu) dengan Dash-Cam atau juga GPS Mobil bernama "Driver Monitoring System" yang bisa mengeluarkan suara nyaring jika sensor mendeteksi mata pengemudi mulai menutup dengan cara karena mendeteksi pupil mata dan wajah secara real time.
"Demikian juga akan mendeteksi bila kendaraan berpindah jalur atau mendahului kendaraan lain namun dalam kondisi yang tidak aman," katanya.
Kesimpulannya, kata, microsleep memang sangat mungkin hal yang dialami oleh Jalur Widodo sopir Bus Rosalia Indah saat peristiwa Kecelakaan kemarin.
Namun hal tersebut disebabkan oleh akibat fatique yang dialami sebelumnya karena Manajemen Transportasi belum baik diterapkan di Indonesia.
"Oleh sebab itu Kementerian Perhubungan dan Korlantas Polri yang menjadi garda terdepan pengawasan dan penegakan disiplin berlalulintas di Indonesia sebaiknya lebih tegas dalam menerapkan semua hal yang sudah disebutkan diatas agar tidak banyak lagi korban di jalan akibat tidak digunakannya ilmu pengetahuan baik yang berbasis Kesehatan Masyarakat maupun Teknologi Informasi yang bila digunakan dengan benar akan sangat bermanfaat," jelasnya.
Dapatkan Informasi lain dari TribunJakarta.com via saluran Whatsapp di sini
Baca artikel menarik TribunJakarta.com lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.